Oleh.Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)
Muslimahtimes– Berutang merupakan sesuatu yang diboleh dalam syariat. Karena dalam utang piutang terkandung ta’awun (tolong-menolong) di dalamnya. Bahkan dinyatakan bahwa orang yang memberikan utang akan mendapatkan pahala sunnah, dan dinilai sodaqoh jika dia memberikan utang kepada seseorang sebanyak dua kali.
Namun di sisi lain, orang yang berutang diwajibkan untuk bersegera dalam melunasi utangnya. Adalah berdosa jika dia menunda-nunda melunasi utang sementara dirinya telah mampu.
Utang akan menuntut kita hingga ke akhirat. Maka jangan abaikan perkara utang sekecil apapun itu.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutangnya, sampai hutang itu dilunaskannya.”[HR.Tirmidzi]
Sampai-sampai orang yang mati syahid pun akan terganjal masuk surga jika masih ada utangnya yang belum dilunasi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ مَرَّتَيْنِ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ
“Demi yang jiwaku ada ditanganNya, seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai hutangnya itu dilunasi.”[HR.Ahmad]
Apalagi jika orang yang berutang sejak awal tidak ada niat untuk membayar utangnya. Kelak ia akan dibangkitkan di hadapan Allah dengan status sebagai pencuri. Naudzubillahi min dzalik….
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺃَﻳُّﻤَﺎ ﺭَﺟُﻞٍ ﻳَﺪَﻳَّﻦُ ﺩَﻳْﻨًﺎ ﻭَﻫُﻮَ ﻣُﺠْﻤِﻊٌ ﺃَﻥْ ﻻَ ﻳُﻮَﻓِّﻴَﻪُ ﺇِﻳَّﺎﻩُ ﻟَﻘِﻰَ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺳَﺎﺭِﻗًﺎ
“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.”[HR.Ibnu Majah]
Oleh karena itu, jangan sekali-kali meremehkan utang. Sebab selain hal tersebut akan merusak hubungan dengan orang yang diutangi, juga akan membawa kesengsaraan kepada kita di akhirat kelak.
Perlu dipahami juga agar setiap Muslim tidak bermudah-mudahan untuk berutang, kecuali jika dalam hal-hal yang memang penting dan mendesak sementara tidak ada jalan lain selain berutang. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, “Aku wasiatkan kepada kalian agar tidak berutang, meskipun kalian merasakan kesulitan, karena sesungguhnya utang adalah kehinaan di siang hari kesengsaraan di malam hari, tinggalkanlah ia, niscaya martabat dan harga diri kalian akan selamat, dan masih tersisa kemuliaan bagi kalian di tengah- tengah manusia selama kalian hidup.”
Adapun dalam berutang tetap harus diperhatikan, agar tetap berada dalam koridor yang sesuai hukum syariat. Yakni tidak mengandung riba di dalamnya. Sebab utang ribawi jelas-jelas diharamkan oleh Allah dan selamanya akan membuat hidup kita tidak berkah dan malah menjerumuskan kita dalam kesengsaraan.
Sesulit apapun kita, jangan pernah terlibat dalam pinjam-meminjam yang mengandung riba. Berserahlah kepada Allah, sesungguhnya Allah yang akan menunjukkan jalan terbaik dalam setiap permasalahan kita. Adapun berpegang teguh pada syariatNya adalah lebih baik daripada harus menceburkan diri ke dalam laknatNya.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ
“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (Al-Mughni, 6: 436)
Untuk menghindari lupa, catatlah setiap utang. Sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Swt.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan Hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mendektekan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari hutangnya.”(QS. al-Baqarah: 282).
Begitulah Islam mengatur perkara utang-piutang dengan teramat rinci. Sungguh jelas bahwa Islam merupakan sistem hidup yang sempurna. Barangsiapa yang mengikutinya niscaya ia akan selamat dunia dan akhirat. Wallahu’alam.