Meitya Rahma S.Pd
(Pegiat Literasi)
#MuslimahTimes — Mendapat bantuan merupakan sesuatu yang patut disyukuri. Terlebih lagi masa-masa sekarang ini. Pandemi yang tak berkesudahan membuat krisis ekonomi bagi rumah tangga. Krisis ekonomi rumah tangga ini berdampak penurunan konsumsi rumah tangga atau daya beli masyarakat. Disaat seperti ini pemerintah terus menggelontorkan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat. Setelah BLT pemerintah berencana memberikan kredit tanpa bunga ke rumah tangga/keluarga.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan salah satu wacana yang diluncurkan adalah pemberian akses pinjaman tanpa bunga bagi rumah tangga supaya ada tambahan daya beli agar mereka terbantu dan diperhatikan,” ungkapnya. Pinjaman tanpa bunga untuk rumah tangga ini sedang disiapkan seperti bantuan untuk 13 juta pegawai bergaji di bawah Rp 5 juta per bulan (detikFinance).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku pemerintah sedang mengkaji pemberian bantuan sebesar Rp 600.000 selama 4 bulan kepada para pegawai yang bergaji di bawah Rp 5 juta per bulan. Syarat untuk memperoleh subsidi gaji tersebut, harus pekerja yang aktif terdaftar di BPJS ketenagakerjaan dengan iuran di bawah Rp 150 ribu per bulan atau setara dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan (detikfinance, 7/8/2020).
Anggaran yang disiapkan pemerintah untuk program bantuan ini ditaksir mencapai Rp 31,2 triliun (detikfinance). Bantuan demi bantuan digelontorkan oleh pemerintah di musim pandemi ini. Dengan alasan untuk pemulihan ekonomi nasional. Namun bagaimana pemerintah akan merealisasikan ketika negara tak mampu membiayainya. Sebagaimana diketahui media santer memberitakan bahwa beberapa negara akan terkena resesi termasuk Indonesia. Cina sebagai negara ekonomi terbesar kedua di dunia pun terkena resesi. Maka Indonesia dan negara negara lain sebagai mitra dagangnya pun terkena dampaknya.
Resesi yang melanda dunia ini merupakan efek pandemi yang tak berkesudahan. Pandemi membuat perekonomian anjlok di berbagai negara. Bahkan pengamat ekonomi Indef Tauhid Ahmad resesi ini akan naik level menjadi depresi jika pandemi belum usai. Artinya, kondisi ekonomi bisa lebih parah dari resesi. Ahmad menilai keseriusan pemerintah menangani virus corona masih rendah. Ini tampak dari sejumlah program dan inisiatif yang digagas pemerintah lebih cenderung kepada penanganan dari sisi ekonomi ketimbang kesehatan. Berdasar data dari kementrian keuangan menyebutkan realisasi anggaran kesehatan sebesar Rp6,3 triliun. Jumlah itu baru mencapai 7,19 persen dari total anggaran kesehatan Rp87,55 triliun (CNNIndonesia).
Watak negara kapitalis memang lebih mementingkan nasib ekonomi daripada nasib kesrlamatan rakyat. Inisiatif pemerintah untuk pemulihan ekonomi melalui BLT yang diberikan kepada para pekerja swasta bergaji di bawah Rp 5 juta dan yang menjadi peserta BPJS ini juga akan menuai kritik. Pasalnya hal ini dinilai tidak tepat sasaran karena para pegawai swasta sudah mendapatkan gaji tetap. Seharusnya yang layak mendapat BLT adalah yang konsumsi hariannya kurang, misalkan saja para korban PHK, para pedagang kaki lima, buruh, tenaga honorer guru/ karyawan yang honornya cukup untuk 3 kali belanja saja.
Selain tak tepat sasaran,pemerintah juga pilih pilih sasaran, karena BLT diberikan hanya pada pekerja yang menjadi peserta BPJS. Padahal masih banyaknya para pekerja yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS, dan ekonomi mereka masih kurang.
Jika target pemberian BLT adalah menaikkan konsumsi, agar mendongkrak pertumbuhan ekonomi seharusnya sasarannya bukan pegawai swasta yang bergaji 5 juta. Karena kategori ini akan menggunakan BLT untuk simpanan bukan untuk konsumsi karena ekonomi mereka tercukupi.
Makin lama solusi pemerintah makin salah kaprah. Setiap kebijakan pemerintah untuk rakyat dalam rangka mengatasi efek pandemi selalu menggunakan perhitungan nilai ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa prinsip kapitalisme sudah semakin terlihat kebobrokannya. Semakin menegaskan bahwa Pengurusan urusan rakyat menggunakan prinsip kapitalis tidak akan selesai,hanya akan menambah masalah baru.
Sudah saatnya negri ini mencari solusi alternatif untuk mengatasi perekonomian yang mulai mengalami resesi dan mencari solusi bagaimana mensejahterakan rakyat. Sistim ekonomi Islam sepertinya sudah mulai dilirik oleh beberapa negara. Namun tetap saja belum bisa menyelesaikan masalah perekonomian. Karena penerapannya hanya parsial tidak menyeluruh. Sistim ekonomi Islam membutuhkan Supra sistim yaitu sistim Pemerintahan Islam (khilafah) yang menerapkan syariat Nya secara total. Khilafah sebagai suport system bagi penerapan ekonomi Islam. Maka penerapan sistim pemerintahan Islam (khilafah) merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan.
Sistim Islam memandang pemenuhan kebutuhan dasar rakyat adalah kewajiban pemerintah untuk menjaminnya. Pemerintah akan berusaha untuk menjamin dan memastikan setiap individu, mampu memenuhi kebutuhan pangan secara layak. Penguasa / Pemerintah merupakan pelayan bagi rakyat. Rasulullah saw. bersabda:
…الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Andai para stakeholder negri ini faham benar bahwa kekuasaan itu adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kelak diakhirat maka mereka akan serius dalam menyelesaikan urusan rakyat”
SUmber Foto : koran TEMPO