Oleh: Mariana, S.Sos
(Guru dari Pomalaa – Sulawesi Tanggara)
MuslimahTimes– Jejak Khilafah di Nusantara nampaknya menjadi pembicaraan yang mendominasi dimedsos beberapa minggu terakhir, tentu ini menjadi pertanyaan besar apakah memang Khilafah pernah berpengaruh di nusantara tepatnya Indonesia ataukah hanya sekadar narasi yang dikembangkan tanpa adanya bukti, mengingat Khilafah adalah isu yang lagi tren untuk di bicarakan hari ini.
Dalam banyak buku sejarah proses masuknya agama Islam ke Indonesia masih diperdebatkan waktu kepastiannya. Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa abad ke -7 Masehi sebagai awal masuknya Islam ke Indonesia. Sebagian lainnya menyebutkan abad ke-13 Masehi. Sumber sejarah yang memberitakan Islam masuk ke Nusantara pada abad ke -7 Masehi berasal dari berita Cina zaman Dinasti Tang.
Catatan ini menerangkan bahwa pada tahun 674 Masehi di pantai barat Sumatra telah terdapat perkampungan orang-orang Arab yang beragama Islam. Perkampungan tersebut dinamakan Barus atau Fansur yang dikenal dengan nama Bandar Khalifah. Dalam teori ini dijelaskan bahwa Islam di Nusantara dibawa langsung oleh para musafir dari Arab yang memiliki semangat untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia.
Teori ini didukung oleh Abdul Malik Amrullah atau Buya Hamka. Menurut Buya Hamka, Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab yakni pada bad ke-6 atau ke -7 (Masehi), yaitu masih dalam khulafaur Rasyidin( buku: Buya Hamka: Pribadi dan Martabat).
Ketua umum Jam’iyah Batak Muslim Indonesia Albiner Sitompul menyebut pedagang Arab memasuki Barus pada 627- 643 M atau sekitar abad pertama Hijriah, dan menyebarkan agama Islam di daerah itu. Albiner juga mengutip pendapat Hamka bahwa ada utusan Khulafaur Rasyidin, bernama Syekh Ismail, akan ke Samudra Pasai dan Singgah di Barus, sekitar tahun 634 M.( detik.com, 18 Mei 2019 ).
Adapun sumber sejarah yang menyatakan Islam mulai masuk ke Indonesia pada abad ke -13 Masehi, yaitu sebagai berikut : pertama: catatan perjalanan Marco Polo yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 Masehi dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.
Kedua: Ditemukannya nisan makam raja Samudra Pasai, Sultan Malik al-Saleh yang berangka tahun 1297 Masehi. Menurut naskah tua Izhar al-Haqq, Islam mulai masuk Aceh pada 789 M, ketika kapal asing singgah di Bandar Perlak yang berada di wilayah Aceh Timur. Kapal asing yang dikenal dengan Nakhoda Khalifah itu membawa para saudagar Muslim dari Arab, Persia, dan India dibawah pimpinan nakhoda utusan Khalifah Harun ar-Rasyid bernama Bani abbas.
Selain Kerajaan Perlak yang menyebarkan Islam di Aceh, ada kerajaan Islam lain, seperti Kerajaan Samudra Pasai dan Kerajaan Tamiang. Dalam buku berjudul “Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara”, Slamet Muljana menulis bahwa Nazimuddin Al Kamil, Laksamana Laut dari Dinasti Fatimiah di Mesir, berhasil menaklukkan sejumlah kerajaan Hindu/Buddha yang terdapat di Aceh dan berhasil menguasai daerah subur yang dikenal dengan nama Pasai.
Setelah itu muncul Dinasti Mamaluk tahun 1285 sampai dengan 1522. Pada awal berdirinya, Dinasti Mamaluk mengirim utusan ke Pasai, yakni seorang pendakwah yang lama belajar agama Islam di tanah suci Mekkah bernama Syaikh Ismail dan Fakir Muhammad.
Bukti lain yang ada di Aceh berkaitan dengan Khalifah yakni adanya Makam Amir ‘Abdullah di Gampong Kuta Krueng, Aceh Utara, yang terbuat dari batu Marmer, Ia telah terlibat langsung dalam pergerakan besar da’wah dan penyebaran Islam di Asia Tenggara yang dipimpin Sultan Zainal ‘Abidin, penguasa Samudra Pasai ketiga dari garis keturunan Sultan Al-Malik Ash-Shalih. Amir ‘Abdullah merupakan keturunan Khalifah Abbasiyah Al-Mushta’shim billah.
Agama Islam mulai berkembang di Pulau Jawa pada abad ke-11 Masehi. Bukti yang memperkuat dugaan itu adalah ditemukannya batu nisan Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik yang berangka tahun 1082 Masehi. Di samping itu, ditemukan sejumlah makam Islam di Gresik, dan Troloyo (Mojekerto).
Hal ini menunjukkan telah munculnya perkampungan orang-orang Islam di daerah pesisir dan merambah sampai ke pedalaman Jawa. Pertumbuhan masyarakat muslim di Jawa semakin meningkat tatkala muncul Kesultanan Demak pada sekitar tahun 1500 Masehi. Bukti lain penyebaran Islam di Jawa pada abad ke -13 adalah makam Maulana Malik Ibrahim.
Maulana Malik Ibrahim atau yang dikenal Sunan Gresik atau Ki Ageng Bantal dan berbagai julukan lainnya lahir di Samarqand pada 9 Rabi’ul Awwal 759 Hijriyyah (1356 Masehi). Wafat di Gresik, Jawa Timur, Indonesia. Dan dimakamkan di Desa Gapura Wetan, Gresik. Pada hari Senin, 12 Rabiul Awal 822 Hijriah (1419 Masehi). Bukti ini Nampak pada bingkai nisan Maulana Malik Ibrahim, terdapat pahatan ayat suci Al- Qur’an.
Maulana Malik Ibrahim adalah cucu dari Wali Qutub (As- Sayyid Husain Jamaluddin), seorang Mufti dan Penasehat Kekhilafahan Turki Utsmani, yang dipimpin oleh Khalifah Muhammad 1. Ayah Maulana Malik Ibrahim adalah As- Sayyid Barakat Zainul Alam, seorang orator yang ulung dan memukau.
Dakwah As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim ditunjuk oleh kakeknya As-Sayyid Husain Jamaluddin (Pansehat Khalifah Muhammad 1) untuk menjadi Wali Songo. Wali Songo adalah nama Gerakan Dakwah atau Majelis Dakwah, yang kawasan dakwahnya adalah wilayah Nusantara ( yang sekarang disebut Asia Tenggara).
Jika menelisik sejarah perkembangan Islam di nusantara, maka akan di dapati benang merah keterkaitan antara Khilafah dan Indonesia. Karena itu upaya mendistorsi sedemikian kaburnya makna Khilafah menjadi pecahan-pecahan kecil yang tak berarti oleh para pembencinya adalah kesesatan yang bertentangan dengan nilai-nilai sejarah Indonesia.
Sesungguhnya tumbuh dan berkembangnya Indonesia hingga saat ini tidak dapat dilepaskan dari jasa Khilafah Islam yang telah banyak membantu dalam menelurkan gagasan-gagasan kreatif oleh para pemikir utusan Khalifah Islam.
Bahkan perlawanan sengit yang dilakukan oleh para pejuang nusantara tidak lain karena terinspirasi dengan makna Jihad mengusir penjajah Kafir, dan itu tidak lain adalah ajaran Islam yang di pelajari, dipahami dan terinternalisasi dalam diri anak cucu para penyebar Islam utusan Khilafah.
Karena itu tindakan memusuhi Khilafah oleh generasi saat ini adalah tindakan amoral dan kurang ajar, penyerunya mengalami sakit mental yang disebut fobia yakni rasa takut berlebihan terhadap sesuatu yang biasanya tidak membahayakan. Penderita fobia biasanya akan berusaha untuk menghindari situasi dan objek yang dapat memicu ketakutan.
Khilafah meski tidak berbahaya, tapi bagi sebagian orang akan sangat menakutkan sebab jabatan atau kedudukan dan harta yang dikumpulkannya diperoleh dengan cara yang culas dan menipu, dan tentu dengan keberadaan Khilafah, hal itu akan menjadi ancaman. Karena Khilafah akan menghukum segala bentuk penipuan dan kecurangan dalam memperolah harta maupun jabatan. Khilafah tidak akan membiarkan pejabat korup yang menzalimi rakyatnya.
Bagi mereka yang fobia bisa jadi karena belum paham tenteng Khilafah atau mereka adalah generasi penerus Abu Jahal dan Abu Lahab yang mengetahui kebenaran tapi tidak mengakuinya sebab posisi atau kedudukan mereka terancam dengan keberadaan Khilafah.
Makna Khilafah
Dengan menelaah nash-nash al-Quran dan hadis, akan kita jumpai bahwa definisi Khilafah dapat dicari rujukannya pada 2 (dua) kelompok nash, yaitu: Kelompok Pertama, nash-nash yang menerangkan hakikat Khilafah sebagai sebuah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia misalnya hadis berikut:
Imam yang (memimpin) atas manusia adalah bagaikan seorang penggembala dan dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya (rakyatnya). (Shahîh Muslim, XII/213; Sunan Abû Dâwud, no. 2928, III/342-343; Sunan at-Tirmidzî, no. 1705, IV/308).
Ini menunjukkan bahwa Khilafah adalah sebuah kepemimpinan (ri‘âsah/qiyâdah/imârah). Adapun yang menunjukkan bahwa Khilafah bersifat umum untuk seluruh kaum Muslim di dunia, misalnya adalah hadis berikut: Jika dibaiat dua orang khalifah, bunuhlah yang terakhir dari keduanya. (Shahîh Muslim, no.1853).
Ini berarti, seluruh kaum Muslim di dunia hanya boleh dipimpin seorang khalifah saja, tak boleh lebih. Ini telah disepakati oleh empat imam mazhab: Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad, rahimahumullâh (Lihat Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba‘ah, V/308; Muhammad ibn Abdurrahman ad-Dimasyqi, Rahmah al-Ummah fî Ikhtilâf al-A’immah, hlm. 208).
Kelompok kedua, nash-nash yang menjelaskan tugas-tugas khalifah, yang secara lebih rinci terdiri dari dua tugas berikut: Pertama, tugas khalifah menerapkan seluruh hukum syariah Islam atas seluruh rakyat. Kedua, tugas khalifah mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia dengan jihad fi sabilillah.
Definisi Khilafah secara lebih mendalam dan lebih tepat. Intinya,Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum Muslim seluruhnya di dunia untuk menegakkan syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
Definisi inilah yang telah dirumuskan oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab-kitabnya, misalnya kitab Al-Khilâfah (hlm. 1), Muqaddimah ad-Dustûr (bab Khilafah hlm. 128), dan Asy-Syakshiyyah al-Islâmiyah (Juz II, hlm. 9).
Menurut beliau juga, istilah khilafah dan imamah dalam hadis-hadis sahih maknanya sama saja menurut pengertian syariat (madlûl syar‘î). Definisi inilah yang selayaknya diambil dan diperjuangkan agar terealisasi di muka bumi. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. (***)