Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)
Muslimahtimes – Perbincangan seputar Khilafah semakin membahana. Di tengah pusaran pro dan kontra tentangnya, khilafah islamiyah sebagai ajaran Islam tak dapat dinafikan. Dituduh sedemikian rupa, tak membuat para pengemban dakwah khilafah mundur ke belakang. Sebab sejatinya Khilafah merupakan harta berharga warisan Rasulullah Saw. Amat penting keberadaannya di tengah-tengah umat.
Maka sejak tahun 1924 Khilafah runtuh dan belum tegak hingga hari ini, kewajiban umat Islam lah untuk memperjuangkannya kembali. Karena hakikatnya Khilafah merupakan mahkota kewajiban, tanpanya begitu banyak hukum-hukum syara tak dapat diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan.
Khilafah adalah ajaran Islam. Menolaknya dapat menciderai keimanan. Karena sangat nyata bahwa Khilafah dapat dibuktikan secara historis, bukan utopia belaka. Bahkan nusantara pun pernah merekam jejak keberadaannya.
//Khilafah di Nusantara//
Islam masuk ke nusantara sejak awal abad ke 7 Masehi. Dalam sumber-sumber literatur Cina menyebutkan bahwa menjelang seperempat pertama abad ke 7 M sudah berdiri perkampungan Arab-Muslim di pesisir pantai Sumatera. Hubungan nusantara dan khilafah Islamiyah pun memiliki jejak sejarah, pada masa Khalifah Ummayah, terdapat dua pucuk surat yang dikirimkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Yang pertama adalah surat yang dikirimkan kepada Khalifah Muawiyyah dan yang kedua kepada Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Surat-surat tersebut ditemukan di sebuah diwan (arsip) Bani Umayyah.
Pada saat terjadi korespondensi tersebut, Raja Sri Indravarman (Raja Sriwijaya) belum memeluk Islam, melainkan masih beragama Hindu. Baru pada tahun 720 M, dua tahun setelah itu, Raja Sriindravarman masuk Islam. Setelah itu, kerajaan Sriwijaya pun dikenal dengan sebutan Sribuza Islam.
Jejak Khilafah begitu tampak, bahkan dakwah panjang yang dilakukan oleh Wali Songo atau Sembilan Wali dimulai sejak adanya kegiatan observasi yang dilakukan oleh sahabat Rasulullah Saw, yaitu Muawiyyah bin Abu Sofyan di Pulau Jawa. Kemudian berkat dakwah yang dilakukan oleh Wali Songo itulah terbentuk kesultanan-kesultanan Islam di tanah Jawa. Yang paling terkenal adalah Kesultanan Demak.
Banyak ulama-ulama yang ternyata merupakan para utusan yang dikirim langsung oleh Khilafah islamiyah untuk menyebarkan Islam di nusantara, termasuk beberapa orang yang dikenal dengan Wali Songo.
Pengiriman utusan tersebut berlangsung selama lima periode. Setiap periode ada utusan yang tetap, adapula yang diganti dengan utusan lainnya karena wafat. Diantara utusan-utusan tersebut adalah Maulana Malik Ibrahim, Ahli Tata Kota, dari Turki, Maulana Ishaq dari Samarkand (dikenal dengan Syeikh Awwalul Islam), Maulana Ahmad Jumadil Kubra dari Mesir, Maulana Muhammad Al-Maghrabi dari Maroko, Maulana Malik Israil dari Turki, Maulana Hasanudin dari Palestina, Maulana Aliyyudin dari Palestina, Syeikh Subakir dari Persia, Sayyid Ali Rahmatullah dari Samarkand atau lebih dikenal dengan Sunan Ampel, Sayyid Ja’far Shadiq dari Palestina atau lebih dikenal dengan Sunan Kudus, Syarif Hidayatullah dari Palestina atau lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati,
Sangat nyata bahwa terjalin hubungan politik yang sangat erat antara khilafah Islamiyah dengan nusantara. Puncak eratnya hubungan tersebut terjadi pada masa Kekhilafahan Turki Ustmani. Bahkan umat Islam menyebut Khalifah Turki Ustmani sebagai “Sultan Rum”, karena pada saat itu Turki Ustmani berhasil menakhlukkan Konstantinopel yang merupakan bekas kerajaan Romawi Timur.
Hubungan politik yang terjalin antara Khilafah Islamiyah dan nusantara pun tampak ketika angkatan perang Turki Ustmani turut membantu mengusir Portugis dari Pantai Pasai yang dikuasai sejak tahun 1521 M. Pada tahun 954 H/1538 M, Sultan Sulaiman 1, melepas armada yang tangguh di bawah komando seorang Wali Mesir, Khadim Sulaiman Pasha untuk membebaskan seluruh pelabuhan yang dikuasai oleh Portugis, guna mengamankan pelayaran para jamaah haji nusantara menuju Jeddah.
Selain itu, menurut catatan sejarah, sebanyak 500 orang pasukan Turki Ustmani tiba di Aceh pada tahun 979 H/1571M, diantara mereka ada para ahli senjata api, penembak, dan ahli teknik. Dengan bantuan itulah, Aceh menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1568 M.
//Kembalikan Harta Berharga Umat//
Demikianlah, amat nyata fakta historis keberadaan Khilafah di muka bumi, bahkan di atas tanah bumi pertiwi ini. Sesungguhnya tak ada alasan bagi setiap Muslim untuk mengingkarinya, sebab sejatinya Khilafah adalah kewajiban agung yang tanpa keberadaannya umat Islam bercerai berai bagaikan buih di lautan. Tak memiliki perisai, tak memiliki pemimpin.
Sungguh hanya mereka yang dibutakan mata hatinya dengan debu-debu kefasikan yang masih mengingkari bahkan mengkriminalisasikan Khilafah. Sudah saatnya kaum Muslim bersatu mengembalikan harta berharga warisan Rasulullah Saw yang telah puluhan tahun tercerabut dari kehidupan umat. Saatnya kejayaan Islam terlukis kembali di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Allahu Akbar!!!