Oleh : Irayanti S.AB
(Relawan Media)
#MuslimahTimes — “Wanita adalah tiang negara. Jika ingin menegakkan negara, lindungilah wanita; dan jika ingin menghancurkan negara, hinakanlah wanita”.
“Wanita adalah tiang negara. Apabila wanitanya baik maka baik pula negara. Apabila wanitanya rusak maka akan rusak pula negara.”
Kalimat hikmah di atas menyimpan pesan tentang betapa pentingnya kedudukan wanita. Wanita harus dilindungi, tanpa wanita dunia hampa. Sayangnya, sebagian wanita harus menjadi pelacur demi memenuhi kehidupannya di sistem kapitalisme.
Pelacur Menjamur
Di balik motto Kendari Bertakwa, nampaknya belum tercapai esensinya. Betapa tidak, kehidupan malam seperti tempat hiburan malam, warung remang-remang, tempat penjual miras, narkoba, free sex telah mewarnai kehidupan kota. Bahkan beberapa perempuan menjadi kupu-kupu malam di kota bertakwa ini. Kalau sudah begini, kita patut bertanya-tanya mengapa kota bertakwa masih membiarkan adanya perempuan yang melakukan perbuatan tercela menurut agama, seharusnya kita meniadakan perbuatan tersebut karena menghancurkan wanita itu sendiri.
Dilansir dari telisik.id (17/7/2020), ditemukan fakta bahwa praktik pelacuran di kota Kendari tersebar di berbagai titik kawasan Kebi (Kendari Beach). Tempat mangkal para Pekerja Seks Komersial (PSK) atau pelacur sangat terbuka dan mudah ditemukan. Harga yang dipasok PSK bervariasi, mulai dari Rp 500.000 sampai dengan Rp 1 juta.
Ketua Aliansi Perempuan (Alpen) Sulawesi Tenggara (Sultra), Hasmida Karim menjelaskan, PSK yang bekerja di Kota Kendari berasal dari beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Sultra dan dari daerah luar Sultra. Para PSK tersebut bekerja di tempat lokalisasi dan tempat hiburan malam (THM). Namun, ada juga PSK yang bekerja sendiri secara freelance. Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan banyak perempuan memilih menjadi PSK di Kota Kendari. Pertama adalah masalah ekonomi, kedua gaya hidup dan ketiga beralih fungsinya sumber daya di daerah asal para PSK.
Penyubur ‘Pelacuran’
Kala pandemi pelacuran tetap ada dengan dalih perekonomian yang susah. Padahal tanpa pandemi pun dalihnya tetap sama yakni kesulitan perekonomian. Perlu diketahui, bisnis pelacuran di Indonesia masuk dalam urutan ke-12 dunia menurut Havocscop, sebuah perusahaan data pencatat pasar illegal. Melalui media sosial berlanjut di aplikasi pesan, para penjaja seks lebih leluasa memasarkan dirinya tanpa diketahui banyak orang, selain mucikari dan pelanggannya. Maka saat pandemi para pelacur bisa tetap mencari pelanggan dengan modal media sosial.
Maraknya Pekerja Seks Komersial (PSK) atau pelacur di Kota Kendari membuat Aliansi Perempuan (Alpen) Sultra, melakukan sosialisasi dan pendampingan tentang kesehatan reproduksi di tempat-tempat hiburan. Kegiatan yang dilakukan oleh Alpen Sultra ini, yakni memberikan edukasi mengenai penyuluhan kesehatan reproduksi yang aman.
Penyelesaian masalah PSK tidak bisa sekedar dengan penyuluhan reproduksi aman. Perlu adanya sanksi tegas karena sejatinya PSK bukanlah pekerjaan dan perbuatan yang butuh diapresiasi tapi perlu dibenahi ke jalan yang benar, ke arah takwa seperti motto kota Kendari. Apalagi diperparah dengan tidak adanya hukum yang jelas dalam menindak tegas PSK atau pengguna layanannya alias selama ini hukumnya hanya dikenakan kepada germo/mucikari. Hal ini akan menjadi bumerang tersendiri bagi berlangsungnya sistem sosial di masyarakat. Sebab dapat memunculkan masalah lain seperti aborsi yang meningkat, HIV-AIDS serta penyakit reproduksi lainnya bahkan rusaknya jalur keturunan karena tidak sah secara agama dan negara.
Suburnya pelacuran dari tahun ke tahun diakibatkan oleh sistem kapitalisme yang berasaskan sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan). Pada sistem Kapitalisme, nilai materi sangat diagung-agungkan hingga segala sesuatu dinilai dengan uang termasuk tubuh perempuan. Belum lagi negara kita yang tunduk dengan kapitalis, kekayaan alam bukan lagi menyejahterakan rakyat. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Sedangkan agama hanya menjadi aturan dalam ranah ritual ibadah bukan mengatur kehidupan. Tak heran, tempat hiburan malam dan tempat bermaksiat ataupun media yang mempermudah seseorang melakukan pelacuran/perzinahan tidak ditutup oleh negara selama menyumbang pajak dan memiliki hak izin operasi.
Pelacuran bukanlah masalah individu atau orang perorang. Pelacuran adalah masalah sistemik karena itu penanganannya juga harus sistemik. Munculnya aktivitas pelacuran bukan hanya karena satu alasan tertentu, misalnya faktor ekonomi. Dan berharap pada kapitalisme tidak mungkin menyelesaikan problem ini. Ia hanya membuat jejak-jejak kerusakannya.
Solusi Terbaik
Pelacuran berasal dari bahasa Inggris yakni Prostitusion yang berarti pelacuran. Sedangkan dalam Bahasa Arab prostitusi atau pelacuran diartikan dengan zina. Ketahuilah, Islam bukanlah agama yang hanya mengatur hubungan manusia dengan pencipta (hablu minallah) tetapi hubungan dengan manusia lainnya (hablu minannas) serta diri sendiri (hablu minafsih) di atur dengan sempurna. Islam jelas memiliki aturan tegas terkait pelacuran. Misal hukum rajam bagi yang telah menikah namun melakukan zina, dan hukum cambuk bagi yang belum menikah.
Lebih dari itu, dalam Al Quran juga disebutkan bahwa perlindungan kepada wanita harus diberikan secara menyeluruh. Islam mewajibkan pria menanggung nafkah bagi wanita. Wanita tidak wajib diberi beban mencari nafkah. Bahkan negara bisa membiayai wanita yang tidak memiliki keluarga. Tentu saja pembiayaan bagi wanita bahkan membuka lapangan pekerja bagi keluarga si wanita bersumber dari baitul mal dan kas negara, yang mana kekayaan alam dalam negara itu dikelola oleh negara dan digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya bukan dikelola oleh swasta apalagi asing.
Negara Islam menghargai kedudukan seorang wanita karena diperintahkan dalam sabda Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim: 3729)
Negara Islam juga mengetahui betapa pentingnya seorang wanita dalam negara yakni sebagai tiangnya. Dari rahim wanitalah lelaki ada dan dari wanitalah generasi emas suatu negara di didik. Jika suatu negara ingin menjadi baik maka baikanlah wanitanya, namun jika ingin negara menjadi baik dan superpower maka kembalilah kepada aturan Islam secara menyeluruh yang akan menjadikan wanita mulia. Bukan saja kaum wanita tetapi umat pun menjadi mulia menjadi khoiru ummah.Dan hanyalah Khilafah yang mewujudkannya.
Wallahu a’lam bishowwab.
Sumber Foto : Liputan6.com