Oleh: Intan H. A
(Pegiat Literasi Tangerang)
Muslimahtimes– Kala pagi menjelang siang menyapa, nampak seorang wanita paruh baya menyandang keranjang kecil berisi barang dagangannya berjalan menghampiriku yang sedang duduk melepaskan lelah di depan sebuah kios yang masih terkunci rapat.
“Neng, ibu ikut duduk sebentar di sini ya,” ujar si ibu dengan suaranya yang agak sedikit melemah.
Aku pun sedikit menggeser posisi duduk, mempersilahkan si ibu ini untuk beristirahat sejenak menghilangkan penat yang menggelayutinya.
Teriknya matahari mulai mengguyur ke arah kami yang sedang menikmati suasana sejuk di pelataran kios kecil itu. Sesekali percakapan diantara kami berdua hadir mencairkan suasana. Di tengah-tengah obrolan kami. Si ibu yang kulit wajahnya sudah mulai nampak keriput, mengeluhkan sulitnya mencari sesuap nasi di tengah ancaman pandemi seperti sekarang ini.
“Dagang di musim corona begini sepi banget, Neng. Nggak dagang dapur nggak ngebul, pergi dagang malah nggak ada yang beli. Ini jualan ibu dari tadi masih utuh aja,” ujar si ibu sembari menunjukkan keranjang kecil yang dipangkunya.
Sontak aku pun terperanjat mendengar keluhannya. Menatap pilu sayuran yang masih nampak utuh terbengkalai di dalam keranjang mini itu. Nampak guratan-guratan halus menghiasi wajahnya, seakan menyiratkan rasa lelah menanggung beban hidup yang tak kunjung usai.
Ini hanya salah satu jeritan yang mewakili mereka-mereka yang berjuang mencari rizki di tengah ancaman virus membahayakan yang terus mengintai. Masih banyak di luar sana yang harus berjuang mempertahankan nyawa. Bukan sekadar menghindar dari virus corona yang terus mencari mangsa. Namun, mereka harus berjuang bertahan hidup di tengah wabah yang entah kapan sirna.
Keluhan dan penderitaan rakyat hadir mengiringi kebijakan yang diberlakukan. Keputusan untuk meminimalisasi aktivitas masyarakat di luar rumah, nyatanya tidak mampu memberikan solusi atas problema yang tengah dihadapi. Malah sebaliknya, rakyat dihadapkan pada problema baru yang menghampirinya. Tersebab gelombang PHK terjadi di mana-mana. Alhasil, pendapatan masyarakat pun berkurang. Dampaknya daya beli masyarakat semakin melemah. Ibarat solusi tambal sulam, inilah pemecahan permasalahan yang ditawarkan dalam sitem kapitalisme.
Jeritan rakyat di dalam sistem ini ibarat alarm bisu. Slogan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat nyatanya hanya penghias di bibir yang menghiasi kontestasi perpolitikan. Rakyat diposisikan sebagai kasta kedua setelah kaum kapital (para pemilik modal).
Ketika sistem Islam tidak lagi diterapkan dalam kehidupan. Umat ibarat anak ayam yang kehilangan induknya. Tidak ada lagi institusi yang melindunginya, memahami keinginan dan memenuhi hak-haknya. Sehingga, semua keluh kesah yang menimpanya hanya bisa ia rasakan sendiri tanpa ada seorang pun yang mampu memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapinya.
Dengan adanya pelbagai persoalan yang menimpa umat, terlebih saat pandemi saat ini yang mempertontonkan ketidakseriusan para penguasa dalam mengurus rakyatnya. Sudah selayaknya umat tersadarkan untuk memperjuangkan agar sistem Islam kembali diterapkan di bumi ini.
Sehingga, rakyat pun tidak lagi menjadi korban akan kesalahan dalam mengambil kebijakan yang diberlakukan. Sebab, Islam memiliki aturannya yang bersifat tegas dan tidak menyulitkan rakyatnya. Seorang Khalifah akan mengambil kebijakan yang tepat untuk menyelesaikan problema yang tengah menghimpit rakyatnya. Terlebih kala corona tengah mewabah seperti saat ini. Kebijakan untuk menutup akses yang berpotensi menyebarkan virus akan segera diambilnya. Disamping itu, Khalifah akan menjamin pemenuhan kebutuhan hidup bagi rakyatnya yang terdampak kebijakan lockdown yang diberlakukannya. Alhasil, rakyat pun tidak dibuat pusing memenuhi kebutuhannya sendiri selama pandemi ini. []
Wallahu’alam.