Oleh. Mimin Nur Handayani
Muslimahtimes – Gelombang resesi semakin nyata akan melanda Indonesia. Resesi merupakan penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II minus 5,32. Sementara Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memproyeksikan ekonomi Indonesia di kuartal III-2020 tumbuh minus (CNBC, 2/9/2020).
Bahkan Menkopolhukam Mahfud MD menyebut 99,9 persen Indonesia akan dilanda resesi ekonomi bulan depan (detikfinance, 30/8/2020).
Terlebih jika pertumbuhan ekonomi turun hingga 10 persen secara berkepanjangan dapat mengakibatkan depresi ekonomi.
Meskipun resesi dinilai sebagai kondisi wajar terjadi dalam siklus bisnis maupun berjalannya ekonomi suatu negara. Namun, dampak resesi dapat mengguncang memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan berimbas pada peningkatan angka pengangguran, produktivitas bisnis turun yang mengancam perusahaan kecil gulung tikar (bangkrut), serta pendapatan masyarakat akan turun drastis hingga tingkat kesejahteraan masyarakat lemah.
//Resesi buah kapitalisme//
Resesi ekonomi yang hampir terjadi di berbagi negara bahkan Indonesia disinyalir akibat adanya pandemi covid yang menghambat berputarnya roda perekonomian. Namun, jauh sebelum adanya pandemi, bayang-bayang resesi telah menghantui setiap negara. Hal ini tidak lepas pula dari kesalahan penerapan sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negara-negara dipenjuru dunia saat ini.
Pondasi sistem ekonomi kapitalisme amat rapuh, karena dibangun dari struktur ekonomi ekonomi sektor non-riil bukan ekonomi sektor riil. Dilansir dari Al-Wa’ie, pakar ekonomi, Dwi Chondro menyatakan bahwa sistem ekonomi kapitalisme bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu: Pertama, sistem mata uang kertas, yang hanya berbasis pada kepercayaan (trust), bukan pada nilai intrinsiknya. Kedua, sistem utang-piutang yang berbasis pada bunga (interest) yang bersifat tetap (fix rate). Ketiga, sistem investasinya yang berbasis pada perjudian (speculation). Konsep ekonomi non-riil beserta ketiga pilar ekonomi kapitalis ini bersifat semu, bahkan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang semu. Hingga menjadi bubble economic yang sewaktu-waktu dapat meletus dan memicu terjadinya krisis ekonomi.
Menurut Sekretaris Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Raden Pardede, kunci agar ekonomi Indonesia bisa bangkit dan keluar dari jurang resesi adalah anggaran pemerintah. Termasuk perlu melaksanakan fiskal policy (detikfinance, 10/8/2020).
Kebijakan fiskal adalah kebijakan keuangan yang dikeluarkan negara untuk memengaruhi perekonomian demi meningkatkan PDB dan pertumbuhan ekonomi, memperluas lapangan kerja dan mencegah inflasi.
Namun, lagi-lagi kebijakan fiskal dalam kacamata sistem kapitalis tidak mampu mengentaskan krisis ekonomi secara tuntas karena bertumpu pada pajak dan utang. Termasuk dana Rp 695,2 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional yang hendak digelontorkan pemerintah (CNNIndonesia, 6/8/2020) belum pasti sumber dana sepenuhnya apakah dari APBN. Sangat berbahaya jika dana tersebut berasal dari utang berbunga, karena Indonesia dapat masuk dalam jeratan dept trap dan membuat kebijakan negara mudah disetir oleh pemilik modal.
//Sistem Ekonomi Islam Atasi Resesi//
Islam memiliki solusi tuntas atas berbagai masalah di segala bidang. Termasuk sistem ekonomi Islam mengatasi resesi ekonomi. Sistem ekonomi Islam dibangun atas dasar sektor riil, yakni investasi pada sektor yang terlihat secara fisik seperti sektor produksi, properti, perkebunan, manufaktur, jasa dan teknologi. Pertumbuhan sektor riil akan berperan penting dalam proses pertumbuhan ekonomi.
Islam pun memiliki aturan yang jelas dalam memecahkan problem ekonomi melalui pengaturan kepemilikan, pengelolaan kepemilikan dan distribusi kekayaan di tengah-tengah manusia.
Dalam buku Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam dicantumkan bahwa syariah Islam membagi kepemilikan menjadi tiga bagian, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
Pengelolaan ketiganya sesuai koridor hukum syara’. Termasuk mekanisme distribusi kekayaan berdasarkan transaksi yang wajar. Islam melarang perputaran kekayaan hanya diantara orang kaya saja dan mewajibkan perputaran di antara semua orang.
Terdapat pula beberapa prinsip sistem ekonomi Islam diantaranya pertama mengharamkan transaksi riba, pasar modal, keuangan, komoditas berjangka yang dibangun atas transaksi-transaksi yang bertentangan dengan Islam. Kedua, Islam menjadikan mata uang emas dan perak sebagai standar moneter, yang dapat mencegah inflasi. Ketiga, Islam mengharamkan konsep liberalisme ekonomi, termasuk dalam aspek kebebasan memiliki dan pasar bebas (free market).
Terakhir, pada masa pandemi seperti saat ini, Islam mewajibkan pemerintah berperan secara aktif dalam menangkal dampak buruk resesi ekonomi. Serta memberikan pelayanan penuh terhadap pemenuhan kebutuhan hajat hidup rakyat.