Oleh: Eka Putri Azzuhra
(Praktisi Pendidikan)
#MuslimahTimes –– Tanaman ganja adalah sebuah tanaman yang bernama ilmiah Cannabis sativa.Tanaman semusim ini memiliki tinggi mencapai 2 meter. Dalam sebuah laman website hellosehat.com menyebutkan bahwa tanaman ini memiliki 100 bahan kimia berbeda yang disebut dengan cannabinoid. Masing-masing bahannya memiliki efek berbeda pada tubuh. Beberapa negara menggolongkan tumbuhan ini sebagai narkotika.
Tanaman ganja menjadi kontroversi setelah Kementerian Pertanian (Kementan) menetapkannya sebagai salah satu tanaman obat komoditas binaan. Keputusan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia (Kepmentan) Nomor 104 Tahun 2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menandatangani aturan tersebut pada 3 Februari 2020. (https://nasional.kompas.com)
Tak berapa lama setelah putusan tersebut dilegalkan, Mentan mencabut sementara keputusan yang telah ditandatangani untuk direvisi, sebab ada kontroversi dalam beleid tersebut, yaitu masuknya ganja (Cannabis sativa) sebagai salah satu komoditas binaan pertanian. (https://www.cnbcindonesia.com)
Ada apa sebenarnya dengan para pembuat kebijakan? Adanya kasus diatas bukanlah hal yang pertama kali terjadi di negeri ini, mengeluarkan sebuah kebijakan yang kontroversi dan membuat masyarakat resah. Bagaimana tidak? Jikalau tanaman ganja masuk sebagai komoditas obat maka penggunaan tanaman ini akan menjadi bebas tanpa kendali. Saat muncul berbagai macam kontroversi, barulah para pembuat kebijakan segera untuk merevisi kembali. Apakah saat kebijakan tersebut dibuat tidak ada pendetilan yang dilakukan? Ataukah ini hanya kesalahan tanpa disengaja? Masyarakat hanya bisa menyaksikan dengan penuh kebingungan kebijakan-kebijakan politik yang diterapkan saat ini.
Indonesia adalah negeri Gemah ripah loh jinawi. Negeri yang sangat subur yang tersimpan beribu-ribu Tanaman dan hewan. Lantas mengapa ganja yang ingin ditetapkan sebagai komoditas obat? Apakah tidak ada tanaman yang lain? Sebagaimana kita ketahui bahwa tanaman ganja telah ditetapkan sebagai salah satu jenis narkotika golongan I yang menurut UU Nomor 35 Tahun 2009 dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Meski dalam jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupi), Yenti Garnasih menegaskan bahwa melegalkan ganja apa pun peruntukannya baik untuk pengobatan, apalagi tidak/belum memiliki payung hukum yaitu undang-undang baru tentunya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang sebelumnya atau yang lain, tentu ini sangat disayangkan. Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor tersebut juga menilai pasang cabut kebijakan atau peraturan seperti ini akan membuat rakyat bingung dan menimbulkan banyak pertanyaan hingga publik menduga apakah aturan Kepmentan ini karena pesanan? Apakah ini semacam “tes” untuk melihat reaksi masyarakat? (ekonomi.bisnis.com, 2/9/2020).
Bukanlah sesuatu yang mengherankan jika publik beranggapan bahwa keluarnya kebijakan pelegalan ganja sebagai komoditas obat akan menghasilkan pundi-pundi uang yang sangat menguntungkan, mengingat tanaman ini menjadi komoditas ekspor-impor yang menggiurkan karena di negara-negara yang melegalkan ganja, ganja menghasilkan pundi-pundi uang. Bahkan, Kanada sebagai salah satu negara yang melegalkannya, memiliki perusahan-perusahan budidaya ganja yang sudah masuk bursa.
Kasus diatas semakin membuktikan bahwa sistem sekuler hari ini tidak mampu menghasilkan kebijakan yang menjamin terwujudnya rasa aman dan kemaslahatan fisik. Sebagaimana kita ketahui bahwa system sekuler adalah system yang memisahkan kehidupan dunia dengan agama. Termasuk dalam pengambilan sebuah kebijkan yang jauh dari prinsip-prinsip beragama. Inilah system yang mengedepankan asas manfaat dan keuntungan tanpa memperdulikan kemaslahatan rakyat.
Didalam islam, menanam, memperjual belikan dan mengkonsumsi barang haram sama hukumnya yaitu haram. Sekretaris Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI, Noor Ahmad menegaskan bahwa ganja termasuk barang haram. Jika barang haram diperjualbelikan tentu hukumnya juga haram. Kita tidak boleh bermain-main pada sesuatu yang sudah dilarang. Meskipun dengan alasan untuk pengobatan, untuk kecantikan dan sebagainya. (news.detik.com, 1/2/2020).
Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna juga mewajibkan negara harus tegas bahwa benda yang diharamkan tidak boleh ditetapkan sebagai komoditas yg diambil keuntungannya. Tentu kita berharap bahwa para pembuat kebijakan serta pemimpin dinegeri ini untuk mengontrol dan menetapkan sebuah kebijakan agar sesuai dengan prinsip-prinsip keagamaan bukan menggunakan prinsip-prinsip atas dasar ‘kepentingan’.