Oleh : Ummu Azka
Muslimahtimes– Penghinaan terhadap Islam kembali terjadi. Kali ini seorang pengunjuk rasa anti Islam merobek Al-quran dalam sebuah unjuk rasa di kota Oslo, Ibukota Norwegia. Unjuk rasa yang berlangsung di dekat Gedung parlemen Norwegia tersebut diadakan oleh kelompok Stop Islamisasi Norwegia (SIAN). Situasi memuncak saat salah seorang wanita anggota SIAN merobek halaman Alquran dan meludahinya. Wanita itu sebelumnya pernah didakwa atas ujaran kebencian. Kelompok rasis anti islam direspon reaktif oleh kelompok lain yang kontra menyebabkan bentrokan tak lagi terhindarkan. (disarikan dari republika.co.id)
Insiden serupa juga terjadi di kota Malmo, Swedia dimana terjadi bentrokan antara apparat dengan pengunjuk rasa pasca kelompok ekstrimis sayap kanan melakukan aksi membakar alquran.
Pelecehan terhadap Islam yang terbaru pada awal September terjadi di Prancis. Majalah Charlie Hebdo kembali memuat ulang kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad saw.
Berulangnya kasus pelecehan terhadap Islam disebabkan karena beberapa faktor.
Pertama, pelecehan terhadap Islam yang terjadi tak lepas dari semakin akutnya penyakit islamofobia di Barat.
Menurut wikipedia, Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi pada Islam dan Muslim. Fenomena ini lahir dari sebuah ketakutan akut bahwa Islam akan bangkit dan mengancam eksistensi Barat. Ketakutan yang bersumber dari pemikiran sekuler ini membawa kepada sebuah pandangan bahwasanya jika agama mengatur dunia maka yang terjadi adalah kemunduran yang nyata. Jelas ini premis historis ala sistem sekuler. Trauma yang panjang terhadap pengaturan agama (pada saat itu katolik) telah melahirkan pandangan tersebut.
Namun jelas keliru jika hal yang sama disematkan kepada Islam. Keterikatan terhadap Islam akan membawa kemajuan. sebaliknya meninggalkan ajaran Islam adalah penyebab kemunduran. Islam telah membuktikan keberhasilannya dalam kancah dunia. 13 abad lamanya adalah pembuktian bagi Islam dalam menghadirkan kehidupan yang penuh harmoni.
Kedua, pelecehan Islam di Barat meruntuhkan teori kebebasan yang selama ini digaungkan.
Berbekal klaim tersebut, barat dicitrakan menjadi pahlawan internasional. Ada di setiap negara, menampilkan imej baiknya. Namun belakangan , dunia semakin memahami bahwa kebebasan hanyalah topeng bagi barat untuk meraih tujuan yang mereka kehendaki. Diperparah dengan minimnya sanksi bagi pelaku pelecehan terhadap Islam,membuat barat seperti mengaku bahwa kebebasan hanyalah jargon semu.
Hal yang sebaliknya terjadi saat Islam dan kaum muslimin berkuasa. Selama kurang lebih 13 abad lamanya, Islam telah berhasil menjadi role model kehidupan umat beragama dalam lingkup kekuasaan yang luas. Dari semenanjung Eropa hingga ujung nusantara, Islam dengan kekuasaannya berhasil menciptakan kehidupan yang harmonis, baik antara umat Islam maupun dengan umat lain di luar Islam. Lebih jauh dari itu, kejayaan Islam pada masa itu telah melahirkan peradaban gemilang yang membuat dunia modern banyak berhutang kepadanya. Betapa banyak sumbangsih yang diberikan islam baik dalam hal pemikiran, maupun inovasi alat kehidupan.
Semuanya tak mungkin dicapai kecuali dengan menerapkan aturan kehidupan yang sempurna. Baik dalam meriayah umat islam, serta menjaga kerukunan dengan umat lainnya. Sebagai agama yang toleran, Islam menjunjung tinggi keadilan bagi siapa saja, termasuk non-Muslim. Islam melarang keras berbuat zalim serta merampas hak-hak mereka. Allah Swt. berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam urusan agama dan tidak pula mengusir kalian dari negeri kalian. Sungguh Allah menyukai kaum yang berlaku adil.” (TQS al-Mumtahanah [60]: 8).
Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahulLah di dalam tafsirnya mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap pemeluk agama.
Islam pun melarang keras membunuh kafir dzimmi, kafir musta’min, dan kafir mu’ahad. Rasulullah saw. bersabda,
مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Siapa saja yang membunuh seorang kafir dzimmi tidak akan mencium bau surga. Padahal bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR an-Nasa’i)
Dalil di atas merupakan dasar bagi Islam sebagai sistem kehidupan agar mampu melahirkan keharmonisan hubungan antar individu umat beragama. Perbedaan suku, warna kulit dan juga keyakinan tak menjadi hambatan untuk hidup berdampingan.
Hal ini dicontohkan oleh Rasulullah saw. Beliau melakukan transaksi jual-beli dengan non-Muslim. Rasulullah saw. juga memimpin Negara Islam di Madinah dengan cemerlang walau dalam kemajemukan agama. Umat Islam, Nasrani, dan Yahudi hidup berdampingan satu sama lain.
Meski hidup dalam naungan pemerintahan Islam, masyarakat non-Muslim mendapatkan hak-hak yang sama dengan kaum Muslim sebagai warga negara. Mereka memperoleh jaminan keamanan. Mereka juga bebas melakukan peribadatan sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing.
Demikianlah Islam memberikan solusi atas disharmonisasi hubungan antar agama dan juga antar warga negara. Berhasil dengan jejak gemilang, Islam menjadi satu satunya jawaban agar manusia bisa hidup berdampingan tanpa dihinggapi ketakutan. Wallahu alam bishshowab