Oleh: Sherly Agustina, M.Ag
(Pegiat literasi dan pemerhati kebijakan publik)
MuslimahTimes– Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
DKI Jakarta secara resmi akan memberlakukan kembali kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat di Ibu Kota mulai Senin besok (14/9). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam konferensi persnya di Balai Kota pada Minggu (13/9/2020) mengatakan bahwa di bulan September terjadi peningkatan kasus COVID-19 secara signifikan. Sementara lain halnya dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa memastikan pihaknya mengantisipasi dengan memberlakukan skenario khusus yaitu PSBM (Pembatasan Sosial Berskala Mikro). Tujuannya untuk menghadapi lonjakan kasus baru agar melokalisir wabah sehingga tidak semakin menyebar dan menular (Liputan6.com, 13/9/20).
Namun, kebijakan Anies terkait PSBB ketat di Jakarta menuai kritik dari orang terkaya di negeri ini yaitu Budi Hartono. Konglomerasi pemilik Djarum Group dan BCA itu menolak langkah Gubernur DKI Anies Baswedan dengan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo. Budi menyampaikan keinginannya untuk memberikan masukan terkait dengan rencana Gubernur DKI Jakarta memberlakukan PSBB mulai 14 September 2020.
Alasan pemberlakukan PSBB itu sendiri karena semakin besarnya kasus positif Covid-19 di di DKI Jakarta dan kapasitas rumah sakit di DKI Jakarta akan mencapai maksimum kapasitasnya dalam jangka dekat (Solopos.com, 13/9/20). Menurut Budi, PSBB yang pernah diterapkan di Jakarta kurang efektif. Selain ternyata kasus covid-19 tetap meningkat, sisi lain mematikan sektor ekonomi.
Kritik PSBB ala Kapitalisme
Mengapa PSBB dianggap kurang efektif dalam upaya mitigasi covid-19? Enam bulan pandemi di negeri ini belum berakhir, pemerintah sudah melakukan segala upaya agar kasus tidak semakin bertambah. Namun, kebijakan di bidang kesehatan ini sering berbenturan dengan sektor ekonomi. Maka pemerintah Indonesia mengambil kebijakan dengan istilah PSBB. Sayangnya, PSBB yang dilakukan oleh pemerintah mengikuti pola dunia kapitalisme.
PSBB atau lockdown total di zona merah (wabah) praktis mematikan semua aktifitas sosial dan ekonomi. Maka tak heran, jika akhirnya berefek pada krisis bahkan resesi. Tidak hanya di Indonesia bahkan dunia, upaya PSBB yang dilakukan dengan asumsi menekan kasus covid-19 nyatanya belum efektif. Lalu, kebijakan new normal diambil agar ekonomi tidak mati suri. Hal ini pun menjadi dilema karena kasus kian meningkat.
Lalu apa yang salah dengan negeri ini? Diberi virus oleh Allah selama 6 bulan belum mendapat solusi yang tepat agar pandemi ini berakhir. Masalah lain, bagaimana caranya ekonomi kembali bangkit karena bagaimanapun ekonomi penting untuk menopang eksistensi suatu bangsa. Benarkah solusinya dengan PSBB atau PSBM?
Islam Satu-satunya Solusi
Sebagai muslim panutan kita adalah Baginda Nabi Saw., di masa Nabi pernha terjadi wabah. Hingga Nabi Saw. bersabda: “Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada di daerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya .” (HR. Bukhari & Muslim) .
Dari hadis tersebut difahami bahwa daerah wabah harus diisolasi atau karantina. Sebelumnya, dicari terlebih dahulu asal mula penyebaran wabah di mana. Tempat tersebut segera diisolasi agar virus tidak menyebar. Ditambah penjelasan Nabi Saw., bahwa orang sakit tidak disatukan dengan orang sehat. Kalimat ini pun difahami sebagai karantina atau isolasi tempat wabah. Hanya di tempat awal mula wabah saja, tempat lain bisa beraktifitas seperti biasa dengan jaminan dari negara bahwa virus tidak menyebar ke tempat lain.
Lalu, pemerintah bertanggung jawab penuh pada pasien yang terkena virus. Dengan penanganan yang cepat dan optimal, hal ini berkorelasi dengan kualitas kesehatan suatu negeri. Di antaranya fasilitas kesehatan, rumah sakit dan para dokter. Pemerintah juga bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang terkena virus baik di daerah wabah ataupun di luar daerah wabah. Hal ini dilakukan karena di dalam Islam, pemimpin adalah pelayan rakyat yang bertanggung jawab atas rakyatnya.
Dorongan para pemimpin di dalam Islam adalah akidah, bahwa ini amanah dan tanggung jawab yang harus dijaga dan ditunaikan dengan baik. Karena pertanggung jawabannya tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Maka semua elemen dalam Islam, berlomba-lomba dalam kebaikan semata karena Allah Swt. Karena karantina hanya di daerah wabah saja, maka aktifitas ekonomi tidak mati terutama ekonomi riil. Tak pernah didengar dalam Islam saat wabah terjadi krisis hingga resesi.
Dalam Islam, pengaturan tentang kesehatan saat wabah jelas. Dana yang dibutuhkan negara dalam menangani wabah dan kebutuhan pokok rakyat yang membutuhkan yaitu dari Baitul Mal. Di dalamnya diatur dengan rapih dan jelas pos pengeluaran dan pemasukan.
Dalam sistem Islam, terkait dana yang digunakan untuk urusan darurat atau bencana alam termasuk penanganan wabah diambil dari pendapatan fa’i dan kharaj, serta dari harta pemilikan umum. Apabila tidak terdapat harta dalam kedua pos tersebut, maka kebutuhannya dibiayai dari harta kaum Muslim (sumbangan sukarela atau pajak). (Sistem Keuangan di Negara Khilafah, hal. 16-18).
Pemasukan baitul mal (kas negara) bagian fa’i dan kharaj di antaranya: seksi ghanimah (ghanimah, anfal, fa’i dan khumus), kharaj, status tanah, jizyah, fa’i (dari ‘usyur harta rikaz dan barang tambang, tanah yang dijual dan disewakan), harta waris yang tidak ada pewarisnya) dan pajak. Jenis harta pemilikan umum: minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan dan mata air, hutan dan padang rumput gembalaan dan tempat khusus (yang dipagar dan dikuasai negara). (Sistem Keuangan di Negara Khilafah, hal. 13-14).
Jika memang masih kurang dari dua pos di atas, Islam membolehkan dari harta kaum Muslim. Apalagi di Indonesia banyak sekali pengusaha, kalau saja mereka bersatu membantu dalam penanganan covid-19 tentu bisa segera diatasi. Sayangnya, jiwa kapitalis yang rakus dalam diri pengusaha di negeri ini lebih dominan sehingga yang difikirkan keuntungan mereka saja. Sistem yang ada mengkondisikan mereka seperti itu berbanding terbalik dengan sistem Islam. Sangat berbeda jauh dengan Islam, saling berlomba dalam kebaikan dan sibuk berebut pahala Allah Swt.
Konsep karantina yang Rasul Saw. gambarkan di dalam hadis memang hanya cocok dengan sistem yang menerapkan aturan Allah Swt. secara kaafah. Karena wabah ini dari Allah maka solusinya adalah dari Allah melalui sistem yang pernah Rasul Saw. contohkan. Lalu, masih bertahan dengan sistem yang tidak solutif bahkan merusak?
“Telah sempurnalah syariat Rabbmu (Al-Qur’an) sebagai syariat yang benar dan adil. Tidak ada satu pihak pun yang mampu mengubah syariat-syariat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-An’am: 115)
Allahu A’lam Bi Ash Shawab.