Oleh: Hana Rahmawati
(Pegiat Literasi Tangerang)
Muslimahtimes– Miris. Pemberitaan beberapa hari lalu, seorang ibu tega membunuh anak kandungnya yang dinilai tidak pintar saat belajar online. Sang anak dianiaya sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Ibu kandungnya yang berinisial LH merasa kesal karena sang anak sulit diajarkan pelajaran online. Tak pikir panjang, LH lalu menganiaya buah hatinya yang masih duduk di kelas 1 SD, berusia 8 tahun tersebut dengan mencubit, memukul dengan tangan kosong hingga gagang sapu.
Akibat penganiayaan tersebut, korban sempat tersungkur dan lemas, namun dianggap berpura-pura oleh pelaku. Penganiayaan kemudian dilanjutkan LH dengan memukul bagian belakang kepala korban sebanyak tiga kali. Ternyata LH kerap menganiaya korban, dan memfoto sejumlah luka yang ada ditubuh bocah tersebut.
Untuk menghilangkan jejak, LH dan suaminya IS kemudian membawa jenazah korban ke pedalaman Banten di Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak dengan menggunakan sepeda motor. Di sana korban dimakamkan di TPU Gunung Kendeng dengan pakaian lengkap. (Serambinews.com 15 sept 2020)
Ditengah pandemi saat ini, pembelajaran jarak jauh yang dilakukan oleh para siswa memang terkadag membuat sebagian orangtua merasa stres. Beban pendidikan anak yang mulanya hanya diserahkan kepada tenaga pendidik di sekolah, kini berpindah alih menjadi di rumah. Tentunya dengan pendampingan mereka. Kecerdasan secara akademik selalu menjadi tolok ukur orangtua dalam menilai kemampuan anak. Pandai atau tidaknya seorang anak dilihat dari kemampuan anak menjangkau pelajaran akademik mereka.
Seharusnya, orangtua menjadi tempat seorang anak berlindung, merasa aman dan nyaman saat bersama orangtua, menjadi tempat mereka bertanya dan mencurahkan keresahan serta menjadi contoh yang baik bagi mereka. Pandai atau tidaknya anak dalam bidang akademik tidak seharusnya menjadi tolok ukur dalam mengukur kecerdasan seorang anak. Sebab, sejatinya manusia terlahir telah Allah karuniakan akal masing-masing untuk difungsikan dengan baik. Artinya setiap insan yang terlahir telah memiliki bakat msing-masing yang harus terus digali. Tinggal bagaimana orangtua mampu mengarahkan anak untuk bisa menggali potensi tersebut dengan sebaik-baiknya.
Dalam Islam, pendidikan orangtua di rumah untuk anaknya tidak kalah pentingnya. Maka dari itu, ibu disebut sebagai madrosatul ula bagi anak-anaknya. Madrasah pertama yang mengajarkan tauhid serta memperkuat keimanan anak.
“Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muslim)
Untuk itulah setiap pasangan yang ingin membina rumah tangga harus mengetahui peranan nya masing-masing. Seorang ibu sebagai pengatur rumah tangga haruslah mengetahui peran atau fungsi dirinya sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Ayah sebagai kepala keluarga hendaklah memiliki tanggung jawab berupa pendidikan agama untuk keluarga sebab ia juga berperan sebagai nahkoda yang akan membawa kemana bahtera akan berlayar.
Umumnya, manusia banyak yang beranggapan bahwa kecerdasan itu semata dilihat dari kemampuan seseorang dalam bidang akademik atau dalam sains dan teknooginya. Mereka lupa mengaitkan kecerdasan dengan pengamalan agama. Walhasil dunia yang seharusnya hanya menjadi sarana malah dijadikan tujuan. Memaksakan anak untuk sesuai dengan apa yang diinginkan demi menjaga gengsi dihadapan publik adalah suatu bentuk kedzaliman. Seperti mengharuskan anak berprestasi agar status di masyarakat dapat dibanggakan karena memiliki anak cerdas di bidang akademiknya. Tidak salah memang, namun akan menjadi masalah ketika hal tersebut berhujung pada penganiayaan yang meregang nyawa anak seperti yang terjadi di Lebak beberapa hari lalu.
Rasulullah bersabda, “Orang cerdas adalah orang yang mau mengoreksi dirinya dan berbuat untuk (kehidupan) setelah kematian.” (HR. Tirmidzi)
Memperkuat keimanan kala mengahadapi ujian adalah senjata paling ampuh. Sebab hanya dengan keimanan yang kokohlah, amarah kita dapat diarahkan. Terus menimba ilmu dalam mendidik anak adalah suatu keharusan. Sebab, anak merupakan sebuah amanah yang Allah berikan untuk dijaga sedemikian rupa dan dididik untuk menjadi insan terbaik. Memang, selalu ada tantangan dari setiap perbuatan yang kita lakukan pada anak. Tapi yakinlah ketika kita benar-benar merawat dan menjaga mereka dengan penuh keimanan, niscaya pahala berlipat sedang menunggu di hadapan.
Kesabaran yang amat sangat diperlukan dalam memberikan pendidikan bagi mereka. Memperkenalkan tauhid serta menumbuhkan rasa cinta di hati mereka kepada Allah dan RasulNya. Ini semua membutuhkan pemikiran yang jernih serta kekuatan iman yang kokoh, bukan dengan amarah yang justru menimbulkan kerugian dan penyesalan di masa mendatang. Ilmu tentu diperlukan, menyadari akan tugas sebagai pendidik terbaik bagi generasi mendatang. Terlebih ditengah terjangan pandemi saat ini yang membuat tidak hanya siswa menjadi stres akibat tugas yang menumpuk tetapi juga orangtua yang kini lebih banyak menghadapi anak dengan segala kompleksitasnya di rumah.
Dengan kesabaran dan terus menimba ilmu untuk menjadi pendidik generasi terbaik, semoga tidak ada lagi kasus orangtua yang mudah menghilangkan nyawa anak hanya karena anak dinilai tidak cerdas dalam bidang akademik. Menemani anak dalam menggali potensi yang terpendam akan membantu ia menemukan kelebihan dirinya. Sehingga anak akan mampu memanfaatkan potensi diri ke arah yang baik, serta berguna bagi agama dan umat serta kebangkitan Islam kelak.
Wallahu A’lam bi Ash Shawab. []