Oleh : NS. Rahayu
#MuslimahTimes — Duuar! Boom waktu bernama percerian sedang meledak di saat pandemi covid-19. Percaya tidak percaya, fakta banjir berkas permohonan perceraian terus mengalir Pengadilan Agama (PA). Tidak hanya terjadi di kota-kota besar, namun juga telah melanda kota-kota kecil.
Hampir di setiap kota mengalami limpahan berkas perceraian di PA. Ambil contoh saja kota Blitar. Sebanyak 3.229 duda baru ada di Blitar saat pandemi covid-19. Mereka kehilangan pasangan tahun 2020. Rata-rata kasusnya karena faktor penghasilan si suami lebih rendah dari sang istri. (Detik.com, 7/9/20)
Angka tingginya perceraian itu, terjadi juga di pusat kota di Jawa Timur, Surabaya. Bahkan perhari dapat mencapai 50 pengajuan perceraian.
Sebagaimana yang dilansir media Detik.com (7/9/20). Setelah sempat lockdown dua minggu, pengajuan perceraian di PA Surabaya membludak. Per hari diperkirakan 40-50 cerai gugat dan meningkat tiap bulannya. Dan kebanyakan adalah cerai gugat atau gugatan dari pihak istri. Panitera PA Surabaya Abdusalam Syakur Widodo mengatakan, pihaknya mencatat sejak bulan Juni dan Juli, kenaikan yang signifikan.
Maraknya perceraian saat ini tidak hanya terjadi di Jawa Timur. Namun hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Beberapa saat yang lalu juga viral tayangan video antrian panjang gugat cerai di PA Soreang, Bandung.
//Faktor ekonomi dominasi alasan perceraian//
Alasan perceraian juga beragam, ada yang karena salah satu pasangan murtad, poligami, KDRT, perselingkuhan dan yang paling mendominasi adalah faktor ekonomi.
Angka perceraian di Ponorogo cukup tinggi. Dari data PA Ponorogo tercatat ada 1.317 perceraian yang telah diajukan, selama kurun waktu awal tahun sampai bulan Agustus kemarin. Kata Panitera PA Ponorogo Ishadi, faktor penyebab perceraian didominasi permasalahan ekonomi. (Beritajatim.com, 16/9/20)
Ibarat gunung es, hal ini menjadi problematika rumah tangga secara nasional. Yang perlu penanganan serius. Terlebih saat pandemi covid-19 ini, goncangan ekonomi menjadi pemicu ketidak harmonisan rumah tangga.
Bangunan ikatatan keluarga yang rapuh dan minimnya pemahaman agama di tengah masyarakat, membuat pertahanan rumah tangga mudah hancur saat ada ujian besar seperti  pandemi saat ini.
Pandemi memang menimbulkan tekanan ekonomi pada sebagian besar keluarga. Pemasukan berkurang, sementara kebutuhan hidup cenderung meningkat. Problematika ketidaknyamanan  ini acapkali dituntaskan dengan pikiran pendek, yakni perceraian.
Meski perceraian dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang halal, tetapi dibenci Allah SWT. Namun, sekarang menjadi perkara yang digampangkan. Kata talak dipilih menjadi akhir dari percekcokan. Bahkan fenomena hari ini justru lebih banyak talak gugat istri.
//Mengapa terjadi dan terus meningkat?//
Pandemi covid-19 saat ini sangat mempengaruhi ekonomi masyarakat secara umum. Namun, pandemi hanya sebagai ujian ketahanan keluarga yang sesungguhnya. Keluarga yang dibangun dengan landasan agama sejak awal, ternyata lebih adem ayem dari percekcokan di banding yang tanpa bekal agama.
Ada pergeseran pandangan terhadap nilai ikatan pernikahan baik sebelum terjadi akad atau setelah akad nikah. Pandangan ini disebabkan sistem sekuler kapitalis yang diterapkan saat ini. Sistem ini telah membuat manusia merasa berhak mengatur hidupnya sendiri.
Ikatan keluarga acapkali terjadi karena cinta buta yang diharamkan dalam Islam, sehingga bangunanya tidak berlandaskan untuk menunaikan ibadah pada Allah SWT. Tidak ada bekal agama yang mereka miliki untuk memahami ada hak dan kewajiban suami-istri dalam keluarga, bahkan  untuk menjaga keutuhan keluarga.
Kondisi keluarga yang demikian, tak semata karena kelalaian pasangan suami istri, tekanan ekonomi, tidak pahamnya hak dan kewajiban, dan bodohnya dari hukum syara’ seputar pergaulan dalam rumah tangga saja.
Semua terjadi disebabkan tidak berfungsinya peran negara dalam membentuk ketahanan keluarga. Sistem sekuler menempatkan urusan keluarga pada ranah individu sehingga negara lepas tangan begitu saja ketika boom perceraian meledak.
//Solusi dalam Islam//
Berbeda dengan sistem Islam, yang mengatur kehidupan dengan aturan yang telah diturunkan oleh Allah SWT, sebagai pencipta dan pengatur segalanya. Sistem Islam mumpuni dalam menyelesaikan permasalahan dan memberi kemlasahatan secara menyeluruh.
Negara Islam menganggap segala urusan adalah tanggungjawabnya dan amanah yang rakyat berikan kepadanya. Sehingga tugas khilafah, juga memberi perhatian khusus masalah keluarga, agar menjadi ikatannya utuh dan kokoh.
Perhatian itu antara lain dengan membekali setiap individu dengan aqidah Islam. Sehingga dalam menjalani kehidupan, akan selalu menggunakan tolok ukur Islam sebagai sebuah konsekuensi keimanan.
Negara juga memberikan bekal pada masyarakat tentang sistem pergaulan dalam Islam. Agar terjaga kehormatan baik laki-laki dan perempuan hingga terjadi aqad nikah, yang bertujuan untuk menjalankan ibadah. Sekaligus pasangan nikah saling tahu hak dan kewajiban suami istri dalam bangunan keluarga. Hasilnya menjadikan ikatan yang kuat, tidak mudah rapuh oleh badai rumah tangga.
Adapun untuk menjamin seluruh kepala keluarga agar mampu menafkahi keluarga, maka negara membuka dan menyediakan lapangan kerja yang luas, gaji yang pantas, dan pemenuhan sarana publik yang baik.
Keterjaminan ini juga dilakukan negara Islam meski dalam kondisi perekonomian yang sulit seperti saat pandemi saat ini. Khilafah akan memberi biaya penuh untuk keluarga sebagai kebijakan lockdown yang diterapkan hingga pandemi berakhir.
Kondisi ketahanan keluarga yang saat ini rapuh bisa menjadi kuat kembali dengan mengambil syariat Islam sebagai pengatur kehidupan. Sebab khilafah akan memastikan pelaksanaan hukum syariat oleh keluarga dan akan menerapkan sistem kehidupan yang diperlukan oleh keluarga. Wallahu a’lam bishshawab.Â