Oleh. Vera Carolina, SP (Komunitas Muslimah Menulis Jambi)
MuslimahTimes– Insiden penikaman yang menimpa Syekh Ali Jaber di sebuah acara di Bandar Lampung pada 13 september 2020 bukanlah penyerangan terhadap ulama pertama kali terjadi. Jauh sebelumnya, sudah ada sejumlah ulama menjadi korban serangan orang tak bertanggung jawab.Bahkan satu diantaranya harus meregang nyawa akibat penyerangan tersebut.
Dilansir dari Tribunnews.com(17/9/202) terdapat beberapa insiden penyerangan ulama. Pertama, KH Hakam Mubarok Pengasuh Pondok Pesantren Karangasem, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Minggu (18/2/2018) menjadi korban penyerangan oleh seorang pria yang diduga mengalami gangguan kejiwaan. Kedua, HR Prawoto (40), pengurus Persis Pusat meninggal dunia karena dianiaya seorang pria yang diduga mengalami ganguan jiwa.
Ketiga, KH. Umar Basri merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung mendapat penyerangan berupa pemukulan saat korban berada di dalam masjid pada 27 Januari 2018.
Maraknya kasusnya kekerasan yang dialami ulama menjadi keresahan bagi umat Islam karena kebanyakan kasus kekerasan pada ulama pelakunya di duga sakit jiwa(gila). Inilah yang membuat publik bertanya-tanya. Mengapa “orang gila” mendadak sasar ulama? Kebetulankah? Jika kita berpikir menggunakan akal sehat sangat aneh jika kasus-kasus kekerasan pada ulama hanya kebetulan semata. Apabila tidak diselesaikan secara tuntas kasus-kasus tersebut dampaknya adalah ulama tidak dapat menyampaikan dakwah kepada umat secara luas serta menciptakan teror bagi umat Islam.
Minimnya rasa aman bagi ulama di sistem sekuler saat ini menunjukkan bahwa peran negara nihil menjamin keamanan. Ulama menjadi sasaran penyerangan. Konten dakwah ulama pun menjadi penilai sasaran penyerangan. Ulama yang konten dakwah santun diserang secara fisik, Ulama yang konten dakwah tegas diserang secara verbal, seperti narasi radikal dan intoleran. Selain itu, Konten dakwah yang tegas dan tidak berkompromi terhadap kezaliman dianggap memecah belah. Narasi radikal ini juga dialami para ulama yang mengkritik kebijakan zalim penguasa. Alhasil, lahirlah persekusi sebagai akibat narasi dan stigma kepada ulama yang lantang Menlo paham-paham yang bertentangan dengan Islam.
Semakin tampak sistem sekuler memposisikan para ulama hanya sekedar formalitas, jika dibutuhkan diminta fatwa untuk legalitas kebijakan penguasa, jika tidak dibutuhkan maka pendapatnya diabaikan. Sistem sekuler juga tak bersungguh-sungguh mendengarkan pendapat para ulama, menerima masukannya, apalagi menjalankannya. Para ulama yang kritis dan menyampaikan nasihat dalam rangka amar makruf nahi mungkar kepada penguasa, malah dipersoalkan. Padahal ulama dalam pandangan islam adalah sosok yang Allah Swt muliakan. Tentu tak sepantasnya ulama mendapat kekerasan fisik dan dimanfaatkan hanya untuk kepentingan kekuasaan semata. Lantas bagaimaba pandangan Islam terhadap ulama dan urgensi ulama dalam sistem Islam dan bagaimana kesungguhan sistem melindungi ulama?
Ulama dalam pandangan Islam adalar sosok yang istimewa. Pertama: Para ulama dinaikkan derajatnya oleh Allah SWT beberapa tingkat di atas manusia lain:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Allah meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu di antara kalian beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (TQS al-Mujadilah [58]: 11).
Nabi saw. menyebutkan ketinggian derajat para ulama di dunia ini dibandingkan dengan segenap manusia. Sabda beliau:
إِنَّ مَثَلَ الْعُلَمَاءِ فِى الأَرْضِ كَمَثَلِ النُّجُومِ فِى السَّمَاءِ يُهْتَدَى بِهَا فِى ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ فَإِذَا انْطَمَسَتِ النُّجُومُ أَوْشَكَ أَنْ تَضِلَّ الهُدَاةُ
“Permisalan ulama di muka bumi seperti bintang yang ada di langit. Bintang dapat memberi petunjuk kepada orang yang berada di gelap malam, di daratan maupun di lautan. Jika bintang tak muncul, manusia tak mendapatkan petunjuk.” (HR Ahmad).
Kedua: Para ulama disebut oleh Rasulullah saw. sebagai pewaris para nabi. Sabda Nabi saw.:
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sungguh ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Siapa saja yang mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR at-Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Ketiga: Allah Swt berkenan memberi ulama kesempatan untuk memberikan syafaat pada Hari Kiamat. Sabda Nabi saw.:
يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلاَثَةٌ الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ
“Akan memberi syafaat pada Hari Kiamat tiga golongan: para nabi, ulama, lalu para syuhada.” (HR Ibnu Majah).
Keempat: Keberadaan para ulama menjadikan agama Islam terpelihara dan umat akan terjaga dari berbagai kesesatan. Jika para ulama telah tiada, ilmu akan lenyap dan umat pun akan mudah tergelincir dalam kesesatan. Sabda Nabi saw.:
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعَاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ
“Sungguh Allah SWT tidak mencabut ilmu dengan mencabut ilmu itu dari manusia. Namun, Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama.” (HR al-Bukhari).
Demikianlah sosok istimewa ulama, kehadirannya begitu urgennya bagi umat Islam agar agama dan umat terjaga dari berbagai kesesatan. Ulama istimewa adalah ulama sejati yaitu para ulama yang bukan sekadar orang yang berilmu namun lancang kepada Allah Swt, memutarbalikkan hukum-hukum-Nya dan bersekutu dengan kezaliman. Ulama bukan semata mereka yang faqih fiddin (paham agama), tetapi pribadi-pribadi yang punya rasa takut paling tinggi kepada Allah ‘Azza wa Jalla
Urgennya ulama dalam sistem Islam akan menempatkan para ulama ditempat terhormat sebagai penasihat yang menentukan kebijakan penguasa. ulama memiliki peran strategis yang akan memastikan penguasa selalu berada di jalan kebenaran dan hanya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Ulama senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar dengan lisan-lisan mereka, hingga keluarlah nasihat dan kritik kepada para pemimpin tanpa memperhatikan apakah hal itu menyelamatkan ataukah membahayakan mereka.
Dalam Kitabnya Maqamat al-‘Ulama Bain Yaday al-Khulafa’ wal al-Umara’ Imam al-Ghazali mengisahkan bagaimana sikap dan pendirian ulama di hadapan kekuasaan, ketika mereka harus berinteraksi dengan elite pemimpin. Kisah integritas Syabib bin Syaibah di hadapan Khalifah al-Mahdi, putra al-Manshur. Syabib menyampaikan petuahnya, “Wahai pemimpin umat Islam. Sesungguhnya Allah SWT ketika membagi rezeki, Dia tidak ridha untukmu dari dunia kecuali yang terbaik dan tertinggi. Maka, janganlah engkau berpuas diri dari akhirat, kecuali persis seperti apa yang telah Allah karuniakan kepadamu dari dunia. Bertakwalah kepada Allah. Bukalah pintu maaf dalam kuasamu. Lawanlah hawa nafsu”.
Sungguh mulia apa yang disampaikannya. Mengingatkan penguasa untuk lebih memperhatikan akhiratnya. Dan sebaik baik akhirat itu akan didapatkan penguasa ketika ia benar benar menjalankan kepemimpinannya dengan amanah. Menjalankan fungsi raa’in (pengurus dan pengatur) dan junnah (penjaga dan pelindung) dengan sebaik baiknya.
Adapun perihal jaminan keamanan dalam sistem Islam yaitu berangkat dari pandangan Islam tentang keamanan sebagai kebutuhan publik yang merupakan kebutuhan seluruh warga negara tanpa kecuali. Ulama, masyarakat semua membutuhkan jaminan keamanan. kebutuhan publik ini menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya agar terlaksana dengan sempurna, layak dan terbaik. Dalam sistem Islam Keamanan dalam negeri diurusi oleh penjagaan keamanan melalui satuan kepolisian (syurthah) sebagai sarana utama menjamin keamanan seluruh warga negara. syurthah ditempatkan baik di kota, desa, perbatasan, pasar, perkampungan, pantai, gunung, komplek pemerintahan, di jalan-jalan umum, komplek perusahaan, di mana saja sehingga warga negara tidak akan dibebani untuk menyewa atau membayar jasa keamanan. Kegiatan warga negara dijaga tanpa mengalami hambatan izin seperti kegiatan dakwah yang disampaikan ulama, semua dilakukan dalam rangka mewujudkan rasa aman, nyaman, dan tentram di tengah masyarakat. Jika ada tindakan kriminalitas terjadi maka pelaku akan ditetapkan di pengadilan dengan penerapan hukum pembuktian dan sistem sanksi Islam.
Sungguh, hanya sistem Islaml dalam bingkai daulah khilafah yang akan memuliakan para ulama. Menempatkan mereka pada posisi terhormat sebagaimana Allah telah tetapkan untuk mereka. Hanya sistem Islam saja yang sungguh-sungguh memberikan perlindungan kepada para ulama agar dakwah para ulama dapat membangun kesadaran umat berpegang teguh dengan syariat Allah SWT dan memberikan koreksi serta muhasabah kepada penguasa untuk menjalankan amanah mengatur dan mengurus rakyatnya dengan sebaik baiknya sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya dan membimbing penguasa agar selalu berada di jalan kebenaran dan menerapkan hukum Allah secara keseluruhan bagi rakyatnya.