Oleh: Uqy Chan
(Komunitas Pena Ngopi)
MuslimahTimes– Fenomena penerimaan Mahasiswa baru di tahun ini sangat berbeda. Di Universitas Indonesia (UI) salah satunya. Pada masa penerimaan mahasiswa baru tahun ajaran 2020, Mahasiswa baru beramai – ramai menanda tangani Pakta Integritas. Isi dari pakta Integritas akan menjamin bahwa mahasiswa UI tidak hanya mendapatkan Ilmu Pengetahuan dan keterampilan tetapi juga penguatan karakter dan kepribadian melalui berbagai kegiatan akademik dan non akademik. Diharapkan mereka belajar patuh dan sadar hukum serta bersedia menerima sanksi akademik atau sanksi pidana jika melakukan pelanggaran aturan kampus atau pelanggaran hukum.
Hanya saja, pakta integritas yang telah beredar telah menimbulkan pertentangan baik di kalangan Sivitas Akademika UI maupun masyarakat. Sebab ada beberapa poin yang dinilai mengekang kebebasan Mahasiswa dalam berdemokrasi, misalnya mahasiswa tidak boleh terlibat dalam politik praktis yang mengganggu tatanan akademik dan bernegara. Mahasiswa juga tidak boleh mengikuti kegiatan yang dilakukan sekelompok mahasiswa yang tidak mendapat izin resmi pimpinan fakultas atau kampus. Padahal pakta integritas tersebut bukan merupakan dokumen resmi. Seperti yang dijelaskan Kepala Biro Humas dan KIP UI, Amelita Lusi, bahwa “Dokumen berjudul “Pakta Integritas” yang telah beredar di kalangan mahasiswa baru UI bukan merupakan dokumen resmi yang telah menjadi keputusan Pimpinan UI,”. (m.cnnindonesia.com, 13/9/2020).
Jika ditelusuri, dikeluarkannya pakta integritas ini sangat jauh dari solusi menghadapi persoalan mahasiswa. Terlebih hanya akan mempersulit gerak Mahasiswa baik akademik maupun non akademik. Sejatinya mahasiswa tidak hanya belajar di perkuliahan. Dia tak hanya mengandalkan keintelektualnya untuk meraih nilai akademik dan kegiatan non akademik semata. Dia juga bukanlah robot yang bisa di dikte dan di doktrin. Tetapi ia bagian dari agen perubahan. Jika diteliti, sudah banyak Mahasiswa yang terlibat dalam perbaikan negeri ini. Mahasiswa sangat dibutuhkan di masyarakat untuk menjadi kontrol sosial bagi kebijakan pemerintah. Harusnya semangat muda mereka diarahkan pada kesadaran dalam menyelesaikan persoalan negeri ini. Bukan sebatas teori tanpa praktik. Sebaliknya ketika kebebasan berpendapat dibatasi, bagaimana kelak mereka akan menghadapi persoalan negeri ini?
Maka masalah ini menjadi perhatian serius dan harus dicari akar persoalannya serta jalan keluarnya, apalagi jika persoalan ini mengarah pada kekritisan (kebebasan berpendapat) mahasiswa yang tidak lain ditujukan pada umat Islam terlebih yang berkaitan dengan dakwah. Kekritisan ini distigma sebagai tindakan radikalisme yang perlu dibasmi. Maka perlu untuk didudukkan kembali bagaimana agama memandang kebebasan berpendapat serta ukuran benar dan salahnya. Sehingga umat Islam tidak lagi dituduh dan dipojokkan gegara persoalan kritisnya. Padahal sikap kritis merupakan salah satu kebebasan lahir dari sistem Demokrasi.
Semua ini bermula dari sistem Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Banyak mahasiswa yang terdiri dari umat Islam telah menjadi korban kezaliman sistem. Karena itu Pakta integritas tidak tepat dijadikan solusi bagi persoalan mahasiswa baik yang bersifat akademik maupun non akademik. Di era milenial, Kapitalisme menjadi alat bagi kalangan tertentu untuk memberangus kesadaran mahasiswa akan pentingnya perubahan. Pakta integritas yang dikeluarkan untuk Mahasiswa tidak lain hanya untuk membegal kebebasan berpendapat yang tujuannya agar tidak kritis terhadap persoalan yang dihadapi negeri ini. Karenanya Pakta integritas justru dinilai sebagai tindakan yang melampaui batas.
Semestinya hak kebebasan berpendapat mahasiswa tidak dikekang, ditindas, dizhalimi atau tindakan apapun yang dapat merugikan mahasiswa. Kebebasan berpendapat hendaknya diarahkan pada pemahaman yang benar terkait persoalan negeri secara sistemik. Yaitu mendorong dan melibatkan mereka dalam menyelesaikan berbagai persoalan negeri secara sistemik. Dengan begitu Mahasiswa akan tergugah nalarnya untuk menyumbangkan keahliannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan negeri. Pun kebebasan berpendapat harus diarahkan pada pendapat yang memiliki nilai baik secara agama maupun hukum. Terlebih untuk kemajuan pembangunan.
Maka agama Islam telah mengaturnya. Islam sebagai agama sekaligus aturan yang didalamnya terdapat solusi bagi masalah kehidupan. Islam sangat menghargai kebebasan berpendapat namun Islam juga mengarahkannya. Yaitu hendaknya kebebasan berpendapat ditujukan pada menyampaikan kebenaran Islam bukan yang lain. Mengajak untuk berfikir mencari solusi atas persoalan umat. Berpendapat harus memiliki hujjah di hadapan syariat Islam bukan semata berpendapat untuk memperturutkan hawa nafsu.
Persoalan negeri ini merupakan persoalan sistemik yang memerlukan solusi. Islam memberi tuntunan kepada manusia untuk berfikir mencari solusi berdasarkan syariat Islam. Sebab Islam tidak hanya mengurus masalah ibadah dan akhlak saja tetapi juga dalam hal urusan pemerintah sebagaimana yang dicontohkan oleh baginda Nabi Muhammad saw. Saatnya kaum intelektual didukung kebebasan berpendapatnya agar bangkit dan maju secara keilmuannya untuk membangun negeri ini. Maka ditunjukkan pula dalam sikapnya mencintai negeri ini. Dengan demikian akan menjadi negeri yang maju dan bermartabat oleh karena kemajuan berfikir dan baiknya sikap dari kaum intelektualnya.
Wallahu a’lam bisshowab.