Oleh: Evi Shofia
MuslimahTimes– Anak adalah anugerah terindah bagi kita. Anak pelengkap bahagia dalam keluarga. Anak menjadi pelipur kala hati sedih. Anak menjadi penyemangat ketika lelah hayati. Anak pula menjadi investasi akhirat. Maka wajar dan sangat manusiawi jika orangtua menginginkan anaknya menjadi kebanggaan keluarga. Terlepas dari tingkat pemahaman orangtua tentang kehidupan, bangga karena sukses dunia atau bangga karena sukses dunia dan akhirat.
Orangtua, terutama ibu adalah sekolah pertama bagi anak, dari ibu, anak belajar segalanya, bertutur kata, bersikap dan bertingkah laku karena anak peniru ulung. Ibu yang menginginkan anaknya menjadi shalih/shalihah pastilah akan mendidik sesuai dengan aturan syariat. Yang namanya mendidik, tidak ada pilihan, harus tegas. Misal ibu mendidik anaknya untuk jujur maka tidak boleh ada pilihan tidak jujur. Mendidik untuk berkata baik, maka jika terlontar kata yang tidak baik, harus ada teguran dan peringatan supaya anak paham bahwa hal itu tidak baik.
Mengenalkan anak dengan syariat sejak dini adalah suatu upaya untuk membiasakan anak dengan aturan syara’, dengan harapan jika anak sudah mukallaf menjadi ringan melaksanakan syariat karena sudah terbiasa. Seperti pepatah mengatakan “ Alah bisa karena biasa” Pun membiasakan menutup aurat pada anak adalah pendidikan untuk taat syariat sejak dini.
Namun upaya mengenalkan syariat sejak dini pada anak, membuat gerah kaum feminis. Mereka berupaya menghadang penerapan syariat Islam dengan berbagai cara. Seperti yang viral baru-baru ini , media asal jerman Deutch Welle (DW) membuat konten video yang mengulas tentang sisi negatif anak pakai jilbab sejak kecil. Dalam video tersebut DW Indonesia mewawancarai perempuan yang mewajibkan putrinya menggunakan hijab sejak kecil. Seorang psikolog, Rahajeng Ika, juga tak luput dari wawancara DW Indonesia ,“Mereka menggunakan atau memakai sesuatu tapi belum paham betul konsekuensi dari pemakaian itu “ tandas Rahajeng ika menjawab pertanyaan DW Indonesia (jurnalGaya, 26/9/2020)
DW Indonesia juga mewawancarai Darol Mahmada, seorang feminis muslim, tentang dampak sosial anak yang diharuskan memakai hijab sejak kecil. Menurutnya, wajar-wajar saja seorang ibu atau guru mengharuskan anak memakai hijab sejak kecil. Namun dia khawatir pola pikir anak menjadi esklusif sejak kecil karena ditanamkan untuk berbeda dengan yang lain.
Pernyataan-pernyataan di atas adalah upaya dari kaum feminis untuk menjauhkan umat dari ajaran Islam. Bagi muslim yang tidak mempunyai sandaran yang kokoh pada syariat akan membenarkan pernyataan tersebut, bahkan akan mengikuti apa yang diserukan oleh kaum feminis tersebut. Maka semakin asinglah umat dengan ajarannya sendiri.
Apa yang diklaim kaum feminis tersebut sangat mengusik perasaan muslimah yang ingin mendidik anak agar layak menjadi investasi akhirat orangtuanya. Padahal membiasakan anak dengan syariat adalah ikhtiar ibu untuk mengenalkan anak pada aturan Rabnya dan ini dicontohkan oleh Rasul Saw yang mulia.
Membiasakan suatu hal pada anak sejak kecil bukanlah pemaksaan. Hanya sekedar mengenalkan dan membiasakan, kalaupun karena kondisi tertentu seorang anak bertingkah atau bersikap diluar pembiasaan yang diterapkan, tidak menjadi masalah karena anak yang belum baligh, belum terbebani hukum syara’. Seperti membiasakan anak perempuan menggunakan hijab ketika keluar rumah namun pada suatu kondisi si anak kegerahan, maka boleh dilepas. Pun membiasakan anak sholat sejak kecil,
Rasulullah Saw bersabda
عن عمرو بن شعيب، عن أبيه، عن جده -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: مُرُوا أولادَكم بالصلاةِ وهم أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، واضْرِبُوهُمْ عليها، وهم أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المَضَاجِعِ
Dari Amr Bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Perintahkan anak-anakmu melaksanakan sholat sedang mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena tinggal sholat sedang mereka berusia 10 tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya.”
Hadits ini menggambarkan bahwa pengenalan syariat dilakukan sejak dini untuk mengantisipasi pembangkangan terhadap aturan yang disyariatkan Allah Swt. Islam sudah preventif sejak dini. Apalagi dalam hal mendidik anak, sudah ada rambu-rambunya.
Mendidik anak dalam sistem sekarang memang harus ekstra kuat, tegas mengenalkan yang halal dan haram, jeli melihat peluang rusaknya moral dan harus ada filter yang kuat dari orangtua untuk menjaring paham-paham liberal yang disusupkan lewat berbagai media, seperti yang dipropagandakan kaum feminis. Produk sistem sekuler bisa dilihat pada remaja hari ini, mereka amat biasa meninggalkan sunnah, berinteraksi keblabasan dengan lawan jenis dan akrab dengan segala bentuk kebebasan.
Maka menjadi ibu yang ingin mengantarkan anaknya ke surga, haruslah cerdas. Membekali diri dengan ilmu yang memadai agar mampu membiasakan syariat sejak dini, memproteksi anak dari paham-paham sekuler liberalisme, membentenginya dari ideologi yang rusak dan mendoakannya tiada henti. Seorang ibu sangat berperan membentuk perilaku dan sikap anak, maka belajar agama secara intensif menjadi keniscayaan untuk mencetak anak seharga surga.
Wallahu a’lam bisshawab