Oleh. Mela Ummu Nazry (Pemerhati Generasi)
Muslimahtimes – Mendengar kabar, jika utusannya yang membawa surat dakwah kepada Heraclius dibunuh, segeralah Rasulullah Saw menyiapkan pasukan perang. Sebab pembunuhan terhadap seorang utusan atau duta adalah pernyataan perang. Pun demikian dengan Romawi di bawah kepemimpinan Heraclius, meraka pun menyiapkan pasukan perang yang akan melumat Rasulullah Saw dan kaum Muslimin. Bertemulah dua pasukan perang dengan kekuatan yang sangat tidak seimbang. 3000 pasukan kaum Muslimin bertemu dengan 200.000 pasukan Heraclius.
Perang pun berkobar di medan Mu’tah. Tiga jenderal terbaik, komandan pasukan kaum Muslimin syahid di medan perang, Zaid bin Haritsah ra, anak angkat Rasulullah Saw, Ja’far bin Abu Thalib ra, sepupu Rasulullah Saw, dan Abdullah bin Rawahah ra, sahabat terbaik Rasulullah Saw.
Pasukan Heraclius mampu meluluhlantakkan pasukan kaum Muslimin. Di tengah kebingungan luar biasa, sebab gugurnya para komandan perang yang ditunjuk lansung oleh Rasulullah Saw, bersegeralah kaum Muslimin yang tersisa bermusyawarah dan bersepakat untuk menunjuk Khalid bin Walid ra sebagai komandan perang kaum Muslimin di tengah tekanan pasukan musuh yang luar biasa dan siap membinasakannya.
Dengan kecerdasan dan pengalaman tempur luar biasa di medan perang, Khalid bin Walid ra segera menyusun strategi yang bisa menyelamatkan seluruh pasukannya yang tersisa.
Dibuatlah strategi luar biasa, hingga Khalid bin Walid ra mampu menyelamatkan panji (bendera perang) kaum Muslimin beserta segenap pasukannya yang tersisa, kembali ke Madinah dengan selamat.
Pasukan Heraclius tidak melakukan pengejaran terhadap pasukan kaum Muslimin yang mampu menyelamatkan diri dengan baik, kembali pulang ke Madinah dengan selamat. Mereka pun pulang kembali ke negerinya.
Jauh sebelum pasukan Khalid bin Walid ra, sampai ke Madinah. Allah Swt, telah mengabarkan kepada Rasulullah Saw perihal gugurnya tiga komandan perang terbaik milik Rasulullah Saw dan kaum Muslimin melalui wahyunya.
Rasulullah bersabda :
“Zaid memegang panji, kemudian gugur. Panji itu diambil oleh Ja’far dan ia pun gugur. Panji itu diambil oleh Ibnu Rawahah dan ia pun gugur…” Saat itu, beliau meneteskan air mata seraya melanjutkan sabdanya, “… Akhirnya panji itu diambil oleh ‘Pedang Allah’ (Khalid bin Walid) dan akhirnya Allah mengaruniakan kemenangan kepada mereka (kaum Muslimin).” (HR.Bukhari)
Sehingga kepulangan Khalid bin Walid ra beserta seluruh pasukannya mendapatkan pujian dari Baginda Rasul Saw. Baginda sangat bersyukur atas keberhasilan Khalid bin Walid ra menyelamatkan pasukan kaum Muslimin yang masih tersisa walaupun hatinya perih sebab harus merelakan orang-orang yang dicintainya syahid di medan laga.
Prestasi kaum Muslimin di medan Mu’tah sungguh memberikan efek positif luar biasa bagi keberhasilan dakwah Rasul Saw. Kabilah-kabilah besar yang senantiasa merongrong Rasul Saw dan kaum Muslimin seketika tunduk dan bergabung masuk kedalam barisan kaum Muslimin, kekuatan kaum Muslimin semakin kokoh. Selain juga kekuatan kaum Muslimin mulai diperhitungkan oleh dua negara adidaya saat itu yaitu Persia dan Romawi.
Perang Mu’tah telah membelalakkan mata semua orang, menyisakan tanya, bagaimana mungkin pasukan kecil berasal dari gurun gersang dengan persenjataan seadanya mampu meluluhlantakan barisan pasukan negara adidaya Romawi yang memiliki persenjataan tercanggih dan terlengkap di zamannya. Show of force yang dilakukan pasukan kaum Muslimin di medan Mu’tah, sungguh telah menyiutkan nyali orang-orang kafir di bawah bendera Imperium Persia dan Kekaisaran Romawi saat itu. Mereka melihat dan menyaksikan sendiri bagaimana seorang Muslim berjuang dimedan tempur. Semangat tempur yang tidak bisa ditandingi, sebab seorang Muslim yang bertempur adalah seorang yang nyata mencari celah kematian agar syahid.
Hal ini terlihat jelas dalam pertempuran selanjutnya antara imperium Romawi dan pasukan kaum Muslimin dalam perang Tabuk. Dimana pasukan Romawi pada akhirnya menarik mundur pasukan yang sudah dipersiapkannya untuk melumat habis pasukan pasukan kaum Muslimin, demi mendengar bahwa Rasulullah Saw sendiri yang langsung menjadi pemimpin dan komandan perangnya.
Mereka ingat pengalaman di perang Mu’tah, bagaimana seorang Muslim bertempur. Sebuah peperangan yang tidak dikomandani langsung oleh Rasulullah Saw, dapat meraih kemenangan gemilang di medan Mu’tah. Karenanya mereka langsung menarik pulang pasukannya saat mendengar Rasulullah Saw sendiri yang memimpin langsung pasukan tempurnya. Mereka berfikir, tanpa Rasulullah Saw di tengah-tengah mereka saja kaum Muslimin begitu bersungguh-sungguh dalam peperangan demi meraih kemenangan. Apalagi jika Rasul Saw ada di tengah-tengah kaum Muslimin, tentu daya tempurnya akan jauh lebih dahsyat lagi.
Akhirnya pasukan Heraclius mundur, sebab lebih mencintai dan telah terpedaya dengan kehidupan dunia. Sehingga mereka lebih mencintai dunia dan seisinya daripada harus menunaikan kewajiban tempur yang nyawa menjadi taruhannya.
Sedangkan kaum muslimin dibawah bimbingan Baginda Rasul Saw, begitu sangat mengerti dan memahami apa itu dunia dan seisinya, sehingga mampu mendudukannya sesuai porsi yang seharusnya. Sehingga kaum Muslimin dibawah bimbingan Rasulullah Muhammad Saw tidak terpedaya dengan gemerlap materi duniawi. Bagi seorang muslim bahagia bukanlah dengan mendapat dunia dan seisinya, namun bahagia bagi seorang Muslim adalah jika mendapatkan rida Allah Swt, walaupun nyawa menjadi taruhannya.
Karenanya, menjadi sangat wajar jika kaum Muslimin mendapatkan kemenangan dalam perang Mu’tah juga perang Tabuk, walapun harus menghadapi jumlah pasukan musuh berkali lipat.
Terlihat jelas di sini bahwa jumlah besar tidaklah menjadi penentu kemenangan, namun tekad bulat untuk meninggikan kalimat Allah Swt di muka bumi inilah yang menyebabkan turunnya pertolongan Allah Swt dalam setiap pertempuran antara keimanan dan kekufuran. Antara kaum Muslimin dan orang-orang kafir. Sehingga semakin besar tekad untuk meninggikan kalimat Allah Swt, Allah semakin rida, dan rida pula untuk memberikan kemenangan kepada kaum Muslimin.
Inilah fakta sejarah yang terjadi dimasa Rasulullah Saw. Sebuah peristiwa besar, yang merupakan tonggak keberhasilan dakwah Rasulullah Saw di muka bumi ini, sebuah tugas besar yang Allah Swt bebankan di pundaknya, agar menyampaikan risalah Islam keseluruh umat manusia keseluruh penjuru dunia.
Gaung kemenangan kaum m
Muslimin di perang Mu’tah dan Tabuk membuat manusia tersadar, bahwa ada kekuatan besar yang sedang tumbuh. Kekuatan yang pasti akan melipat dan melibas setiap kezaliman yang dibuat oleh manusia-manusia zalim, yaitu manusia-manusia yang berani mengaku sebagai tuhan sehingga berani berbuat semena-mena terhadap manusia yang lain.
Sungguh dakwah Rasulullah Muhammad Saw, telah sampai ke berbagai penjuru dunia. Para sahabatlah saksinya, pun dengan kami kaum muslimin akhir zaman, yang merasakan keteduhan dan indahnya ajaran Islam.
Maka, bagaimana mungkin kita bisa melupakan sejarah yang telah dibuat oleh manusia-manusia yang hebat di zamannya. Baik hebat dalam kekufurannya, sehingga Allah membinasakannya. Ataupun hebat dalam ketaatannya kepada Allah Swt, sehingga Allah senantiasa menolongnya dalam setiap urusannya.
Maka adalah hal yang sangat tidak arif jika kita melupakan sejarah. Bahkan berusaha untuk menghapus sejarah. Sebab, dari sejarahlah kita bisa mengetahui perilaku manusia di zaman dulu, dan akibat dari perilakunya. Dan kita bisa mengambil banyak pelajaran berharga dari setiap peristiwa sejarah yang terjadi dimuka bumi ini.
Wallahualaam.