Oleh: Ari Sofiyanti
(Alumni Biologi Universitas Airlangga)
#MuslimahTimes — Peringatan world mental health day pada tanggal 10 Oktober 2020 mengingatkan kita pentingnya memiliki mental yang sehat dan kehidupan yang bahagia. Menurut WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.
Namun, jauh dari kehidupan ideal yang didambakan manusia, kini dunia menghadapi berbagai masalah sistemik. Ditambah lagi masalah pelik berupa pandemi makin menjadi beban masyarakat. Beban yang bertumpuk ini pun akan berpengaruh pada kesehatan mental, tak terkecuali pada mahasiswa.
Adanya pandemi mengharuskan adanya perubahan sistem perkuliahan dari tatap muka menjadi kuliah onlinesehingga menuntut mahasiswa untuk beradaptasi dengan kuliah online ini. Kuliah online memungkinkan mahasiswa mengikuti pembelajaran dimanapun dan kapanpun, namun sistem pembelajaran ini tidak lepas dari permasalahan.
Berdasarkan hasil survey dari Mahasiswa Unindra (http://lpmprogress.com) serta penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Akper Dharma Wacana, mahasiswa Telkom University Bandung (Tel-U) dan Universitas Islam Sunan Gunung Djati Bandung (UIN) yang terdapat pada jurnal penelitian menyatakan berbagai keluhan mahasiswa selama menjalani kuliah online di masa pandemi, yaitu:
Pertama, mahasiswa merasa kuliah kurang efisien, diskusi dalam kuliah online lebih sulit dipahami dan lebih rentan terjadi kesalahpahaman dengan dosen maupun antarmahasiswa. Hal ini membuat mahasiswa merasa cemas akan kurangnya ilmu yang didapatkan dari suatu mata kuliah.
Kedua, beberapa dosen yang sangat sibuk sering meninggalkan kelas, lalu digantikan kuliah dihari yang lain secara dadakan. Atau dosen akan menggantinya dengan memberikan tugas dadakan dengan waktu pengumpulan di hari yang sama. Hal ini membuat mahasiswa merasa kesal.
Ketiga, tugas yang diberikan di masa kuliah online lebih banyak dibandingkan kuliah tatap muka. Banyak mahasiswa yang mengeluhkan banyaknya tugas diberikan dalam jangka waktu yang singkat. Hal ini membuat mahasiswa merasa tertekan dan mudah emosi. Mahasiswa tidak bisa mengendalikan emosinya saat mengerjakan banyak tugas dengan deadline yang mepet, serta konsentrasi yang kurang karena kondisi sedang di rumah sehingga mudah marah.
Keempat, masih banyak mahasiswa yang terkendala fasilitas. Terutama mahasiswa asal daerah. mahasiswa panik ketika sedang kuliah online terjadi kendala jaringan dan akses perkuliahan yang tiba-tiba terputus. Memang, masih banyak daerah yang sulit sinyal.
Kelima, meskipun kini pemerintah telah memberikan bantuan kuota conference, kuota internet yg dibutuhkan tetap banyak agar bisa mengikuti perkuliahan dan mengerjakan tugas-tugas kuliah.
Keenam,Âsmartphone harus stand by agar tidak ketinggalan informasi, dengan penggunaan smartphone dan pengoperasian perangkat komputer yang berlebihan dalam pelaksanaan kuliah online membuat mahasiswa merasa jenuh.
Ketujuh, kurangnya kemampuan untuk menguasai teknologi dan menggunakannya dengan benar. Kemudian tidak semua mahasiswa memiliki fasilitas gadget yang memadai. Banyak mahasiswa yang terkendala smartphone dengan kapasitas penyimpanan kecil, baterai tidak tahan lama dan agak rusak.
Kedelapan, beban biaya kuliah di tengah pandemi. Beberapa universitas tidak menurunkan UKT bahkan ada yang menaikkan UKT.
 Sebelum pandemi pun mahasiswa rentan mengalami stres, apalagi ditambah dengan kondisi wabah makin menambah dan meningkatkan stres. Dampaknya, mahasiswa semakin merasa tertekan, cemas, malas, bosan, jenuh, mudah lelah, mudah marah, dan emosional.Â
Inilah keadaan kita sekarang. Tentu saja kita ingin lepas dari beban yang membelit ini, bukan? Lalu, bagaimana Islam mencegah dan mengatasi hal ini?
Masalahnya, kini kita berada dalam sistem kapitalisme liberal yang individualis. Tentu saja sistem buatan manusia yang hanya bertujuan memperoleh kenikmatan duniawi ini membawa kerusakan yang harus ditanggung semua orang. Semua beban tanggung jawab masalah ini memberat di pundak masing-masing individu kita, mulai dari masalah skala individu hingga negara. Kita pun seperti berjuang sendiri menghadapi segala permasalahan sehingga mempengaruhi mental kita. Maka, sistem Islam yang tanpa trial and error lah yang seharusnya kia terapkan. Sistem Islam telah dijamin oleh Sang Pencipta Allah SWT sebagai sistem yang akan membawa rahmat ke seluruh alam.
Islam mewajibkan negara Khilafah menjadi tulang punggung rakyat. Khilafah dapat menyelesaikan seluruh problem sistemik yang tidak dapat diselesaikan oleh sistem kapitalisme. Termasuk masalah pandemi akan ditangani dengan mekanisme Islam yang cepat, efektif dan efisien. Sebagaimana yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab. Beliau melakukan kebijakan lock down, memenuhi kebutuhan daerah yang dilock down, mencontohkan hidup sederhana, hingga mengajak seluruh manusia bertaubat kepada Allah. Semuanya dilakukan dengan amanah karena memahami konsekuensi hisab di hari kiamat di hadapan Allah. Dari teladan beliau kita melihat betapa Khalifah menjadi pelindung umat dan memikul beban tanggung jawab rakyat di pundaknya. Maka, kita tidak akan stres karena tidak memikul semua beban permasalahan sendiri.
Memiliki mental dan jiwa yang kuat tidaklah sulit dalam Islam karena sistem pendidikan Islam membina manusia untuk memiliki karakter yang kuat. Pendidikan Khilafah berbasis akidah Islam menanamkan pada kita tujuan hidup yang shohih, yaitu beribadah untuk meraih ridho Allah SWT.
Mengkaji Islam secara keseluruhan membuat kita mampu mengetahui akar-akar masalah dan mengetahui solusi segala problem kehidupan. Dari sinilah kita mendapatkan pikiran yang kuat, ikhlas dan mampu menghadapi segala bentuk permasalahan. Ditambah lagi masyarakat Islam adalah masyarakat yang paham Islam dan peduli dengan sesama. Bukan individualis yang hanya mengejar kebahagian fisik duniawi, tetapi masyarakat yang ikhlas dalam membantu sesama manusia. Membagi masalah dengan orang lain, meminta nasihat dan solusi adalah hal yang mudah dilakukan dalam masyarakat Islam.
Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental. Hal tersebut adalah wajar terjadi. Maka, Islam memiliki sistem kesehatan yang menangani masalah mental illness.
Inilah keadaan ideal bagi seluruh manusia untuk mewujudkan mental yang sehat. Semua mekanisme yang dijalankan berdasarkan Islam ini insya Allah akan menciptakan individu, masyarakat dan negara yang tangguh dalam menghadapi segala cobaan.
Wallahu a’lam.