Penulis : Felix Y. Siauw
Penerbit : AlFatih Press
Tahun terbit : 2013
Halaman : 320 Halaman
ISBN : 978-602-17997-0-3
Genre : sejarah
Peresensi : Intan H.A
Di tengah minimnya teladan di tengah-tengah kaum millenial saat ini. Felix siauw seorang muallaf beretnis Tionghoa-Indonesia, tergugah untuk menerbitkan sebuah buku yang mengisahkan salah seorang tokoh yang menjadi idolanya. Sosok ini pun menjadi perbincangan kaum muslimin dikarenakan kepiawaian, kegigihan dan taktik perangnya yang menawan. Beliau adalah sosok yang pernah dikabarkan oleh Rasulullah dalam sebuah haditsnya yang kelak akan menaklukan Konstantinopel. Sosok ini tidak lain adalah Muhammad al-Fatih.
Jauh sebelum kelahirannya, Rasulullah sudah memprediksinya. “Sungguh, konstantinopel akan ditaklukan oleh kalian. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah yang menaklukannya.” (HR. Ahmad)
Konstantinopel merupakan kota terindah yang terletak di sebelah barat selat Bosphorus yang memisahkan antara benua Eropa dan Asia. Di kota ini terdapat teluk Tanduk Emas (Golden Horn). Sebuah pelabuhan alami yang sempurna. Diseberang selat Bosphorus terhampar daratan yang kaya dengan hasil bumi, semenanjung Asia kecil atau lebih dikenal dengan nama Anatolia.Â
Sebagai ibukota imperium terbesar pada masanya, Konstantinopel dihuni oleh berbagai etnis dan bangsa yang didominasi etnis Yunani. Kaisar Konstantin menjadikannya sebagai “kota yang paling diinginkan di seluruh dunia” dengan memperkeras seluruh jalan kota dengan batu porfiri dan gedung-gedung marmer di kanan kirinya. Tiang-tiang dan alun-alun disediakan disetiap sudut kota lengkap dengan taman-taman dan monumen-monumen kemenangan. Di situ juga, terdapat hippodrome yang dapat menampung ratusan ribu orang untuk menyaksikan pacuan kuda. Kota ini juga penuh dengan barang-barang berharga dari seluruh dunia yang terkumpul sebagai hadiah rampasan perang seperti kuda tembaga Alexander, emas dan perak yang berlimpah dan uang pajak dari negara-negara jajahan. (Muhammad al-Fatih. hal: 13)
Meski begitu, untuk menaklukan konstantinopel bukanlah perkara yang mudah. Tidak sedikit darah para syuhada telah menyirami tanah ini. Namun, keberhasilan belum jua ditakdirkan oleh Allah SWT.Â
Hingga akhirnya, masa itupun datang. Lahirlah seorang anak laki-laki yang kelak menjadi ahlu bisyarah yang akan membuktikan ucapan Rasulullah. Mehmed II, anak yang kelak ditakdirkan untuk menjadi sebaik-baik panglima. Ia merupakan anak ketiga dari sultan Murad II.Â
Murad II menaruh harapan besar pada anak-anaknya, agar kelak diantara mereka menjadi panglima penakluk Konstantinopel. Setelah kepergian kedua putranya, harapan Murad II tertumpu pada putra bungsunya, Mehmed II. Maka, ia pun menyiapkan segala sesuatunya dengan matang. Murad II mencarikan sejumlah ulama yang hanif untuk membimbing Mehmed II. Tersebutlah dua ulama masyhur yang membentuk kepribadiannya menjadi seorang panglima. Ia adalah syaikh Ahmad al-Kurani dan syaikh Aaq Syamsudin, merekalah para ulama yang ditugasi mengajari Mehmed II.
Hingga tiba masanya di mana Mehmed II menggantikan tampuk kekuasaan ayahnya yang meninggal dunia. Ia dipilih menjadi sultan Utsmaniyah yang kelak menjadi panglima yang akan mewujudkan bisyarah Rasulullah. Di mata kaum Kristen di Eropa dan Konstantinopel, Mehmed II tidak lebih hanya sebagai anak kecil yang lalai, polos, lemah dalam kepemimpinan dan tidak berpengalaman. Namun penilaian mereka mengenai kepribadian Mehmed II melesat jauh dari apa yang diperkirakan. Mehmed II merupakan anak muda yang memiliki sikap optimis, dewasa, memiliki jiwa kepemimpinan, dan ambisius. Kelak mereka akan dibuat tercengang dengan kepiawaian yang dimiliki sang sultan.
Di buku yang ditulis ustadz Felix Siauw inilah, kita akan dibuat terpesona akan kisah heroik sang penakluk Konstantinopel, Muhammad al-Fatih. Kecintaannya pada ilmu sejarah dan bahasa mengantarkannya menjadi sosok panglima yang memiliki siasat perang yang tidak pernah diduga oleh lawan-lawannya.
Inilah gambaran sosok pemuda yang sangat yakin akan janji Allah dan Rasul-Nya. Dengan ketakwaan dan kesungguhannya, maka ia pun mampu mewujudkan apa yang diucapkan Rasulullah SAW.Â
Muhammad al-Fatih adalah sebaik-baik teladan bagi generasi saat ini. Dengan mencontoh sikap dan kepribadian Muhammad al-Fatih, maka kelak akan muncul para generasi yang mampu mewujudkan peradaban gemilang. Disamping itu, dengan mempelajari sirah para nabi, sahabat, dan orang-orang shalih lainnya, kita akan mampu menemukan jati diri yang sesungguhnya. Sebab, kemampuan berfikir seseorang dan kreativitasnya sangatlah tergantung dari informasi-informasi yang dimilikinya.Â
“Ketahuilah, bahwa membaca kisah-kisah dan sejarah-sejarah tentang orang yang memiliki keutamaan, akan memberikan kesenangan dalam jiwa seseorang. Kisah-kisah tersebut akan melegakan hati serta mengisi kehampaan. Membentuk watak yang penuh semangat dilandasi kebaikan dan menghilangkan rasa malas.” (Ali bin Abdurrahman bin Hudzail al-Fazari).[]