Oleh Indriani, SE, Ak
Kondisi Kaum Perempuan dalam Gurita Kapitalisme
Kampanye emansipasi kian marak dari kaum gender. Hal ini disebabkan atas kebingungan di kalangan masyarakat Barat mengenai pembagian peran antara kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam kehidupan. Bahkan di masa lalu, kaum perempuan dipandang mempunyai kedudukan yang lebih rendah dibandingkan kaum laki-laki, hingga pernah disejajarkan dengan hewan atau dipandang sebagai “aib”, dan dianggap hanya sebagai ‘alat pemuas’ bagi kaum laki-laki. Kondisi yang melatarbelakangi kaum gender bersama dengan berbagai pergerakan dan organisasi perempuan berjuang melawan status quo untuk mendapatkan status dan hak-hak yang sama sebagaimana kaum laki-laki.
Dua puluh lima tahun setelah Deklarasi Beijing dan Platform Aksi Perserikatan Bangsa-Bangsa berjanji untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk “menghilangkan semua hambatan terhadap kesetaraan gender dan kemajuan serta pemberdayaan perempuan,” dukungan untuk kesetaraan gender kuat di seluruh dunia. Di 34 negara yang disurvei oleh Pew Research Center, rata-rata 94% menganggap penting bagi perempuan di negara mereka untuk memiliki hak yang sama dengan laki-laki, dengan 74% mengatakan ini sangat penting. Di banyak negara, perempuan lebih mementingkan kesetaraan gender daripada laki-laki.
Di sisi lain, digiringnya kaum perempuan ke ranah publik telah menghantarkan mereka pada sebuah eksistensi semu. Bahkan banyak kasus kriminal yang akhirnya harus dihadapi oleh kaum perempuan di luar sana. Salah satunya adalah pelecehan seksual. Dilansir dari pewsocialtrends.org, bahwasanya sekitar tiga perempat orang Amerika mengatakan negara memiliki pekerjaan yang harus dilakukan terkait kesetaraan gender melihat pelecehan seksual sebagai hambatan utama. Di antara mereka yang menganggap negara masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan dalam mencapai kesetaraan gender, 77% menunjuk pelecehan seksual sebagai hambatan utama bagi perempuan untuk memiliki hak yang sama dengan laki-laki.
Kondisi emansipasi kaum perempuan ini ternyata juga berdampak besar bagi keluarga dan generasi. Sebagaimana dikutip dari pewresearch.org, bahwa selama beberapa decade persentase anak-anak AS yang tinggal dengan orang tua tunggal telah meningkat, disertai dengan penurunan tingkat pernikahan dan peningkatan kelahiran di luar pernikahan. Sebuah studi Pew Research Center baru di 130 negara dan wilayah menunjukkan bahwa AS memiliki tingkat tertinggi anak-anak yang tinggal dalam rumah tangga dengan orang tua tunggal. Hampir seperempat anak-anak A.S. di bawah usia 18 tahun tinggal dengan satu orang tua dan tidak ada orang dewasa lainnya (23%), lebih dari tiga kali lipat jumlah anak-anak di seluruh dunia yang melakukannya (7%).
Demikianlah sekelumit fakta kondisi kaum perempuan hari ini, di bawah gurita sistem Kapitalisme yang begitu menyayat hati. Kaum perempuan yang terkooptasi dengan tawaran manis beracun ala feminis, yang sejatinya menggiring mereka pada kehancuran fitrah. Negara yang mengadopsi sistem kapitalisme tidak pernah memosisikan perempuan layaknya mahkota yang kehormatannya wajib dijaga. Sistem buatan manusia ini memandang perempuan sebagai faktor produksi, bahkan sebagai barang komoditas. Peraturan perundangan dan kebijakan ramah perempuan dibuat bukan dalam rangka menjaga kehormatannya, namun semata untuk meningkatkan nilai ekonomis perempuan. Sistem kapitalisme-liberal sangat licik dalam mengeksploitasi perempuan sekaligus menghancurkan institusi keluarganya.
Gelora Perjuangan Muslimah Menuju Islam Kaffah
Banyak kalangan yang berpendapat -khususnya kaum feminis gender- bahwa sebagai kaum perempuan di dalam Islam akan terbatasi perannya hanya di ranah domestik saja. Bahkan ada yang berkesimpulan, kaum perempuan setelah berumah tangga maka perannya hanya sebatas urusan kasur, dapur, dan sumur. Berbagai upaya lantas gencar diserukan oleh kaum gender dalam mempropagandakan kebebasan kaum perempuan.
Padahal sejatinya ini adalah masalah kaum perempuan di dunia Barat yang dipaksakan atas muslimah di negeri-negeri Islam. Bahkan kampanye kaum gender ini menjadi proyek global yang dibawa Barat untuk mengaburkan dan menjauhkan kaum muslimah dari aturan Islam Kaffah. Karena faktanya, kemunduran para muslimah terjadi manakala dijauhkan dari Islam.
Ibarat racun berbalut madu. Demikianlah propaganda gender yang berupaya mengangkat harkat dan martabat perempuan agar dapat diakui dan sejajar dengan laki-laki. Sekalipun hal tersebut harus bertentangan dengan fitrah sejatinya sebagai seorang perempuan, isteri dan ibu. Dari sinilah kemudian berbagai masalah terhadap kaum muslimah mulai bermunculan. Bukannya mendapatkan kemuliaan sebagai muslimah, melainkan berbagai pelecehan bahkan kekerasan kerap dihadapi.
Padahal apabila mundur ke belakang, periode abad pertengahan oleh para ahli sering dikonotasikan sebagai “Zaman Kegelapan Eropa”. Di saat Eropa sedang berada di masa-masa gelapnya, Islam telah memberikan perhatian yang luar biasa terhadap kaum perempuan. Bahkan tidak ada yang memuliakan dan menghormati perempuan secara khusus selain Islam dengan aturan-Nya yang sempurna melalui Institusi Khilafah.
Hanya saja, semenjak runtuhnya institusi Khilafah oleh para penjajah, kaum muslimah seakan kehilangan induk dan perisai yang melindunginya. Maka, upaya untuk memperjuangkan dan mengembalikan tatanan kehidupan di bawah naungan Islam pun menjadi kewajiban bagi kaum muslimah. Karena tanpa adanya negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah, kaum muslimah lemah tidak berdaya.
Di dalam Islam sendiri, perempuan tidak hanya memiliki kewajiban di ranah domestik sebagai ummu wa rabbatul bayt. Melainkan pun di ranah publik dengan aktivitas menuntut ilmu dan amar ma’ruf nahi munkarnya. Hal ini lantas membantah tuduhan miring kaum gender yang mengatakan Islam hanya mengekang dan membatasi ruang gerak kaum perempuan. Bahkan hari ini, seiring maasifnya aktivitas dakwah dan pencerdasan di tengah-tengah kaum perempuan, banyak muslimah yang pada akhirnya menyadari akan pentingnya aturan Islam sebagai satu-satunya solusi dan aturan hidup bagi mereka.
Berbagai konferensi perempuan diadakan, tidak hanya dalam skala lokal –di Indonesia-, bahkan hingga tataran global. Seperti konferensi perempuan internasional, dan berbagai konferensi serupa yang membongkar mitos-mitos populer di Barat bahwa perempuan muslim menolak hukum Islam, kemudian mengedukasi kaum perempuan sehingga memiliki keinginan yang besar untuk diatur dalam sebuah sistem Khilafah.
Konferensi ini mengumpulkan aktivis politik perempuan, penulis, akademisi, wartawan, guru, tokoh masyarakat, perwakilan organisasi wanita. Melalui acara konferensi ini, kaum perempuan dari seluruh dunia mempresentasikan secara rinci tentang sistem Khilafah berupa pemerintahan berdasarkan hukum Islam murni dengan prinsip-prinsip yang melindungi serta memuliakan hak-hak, status, dan kehidupan perempuan,
Kaum Muslimah Mulia Hanya dengan Khilafah
Demikianlah, luar biasanya Islam dalam menjawab berbagai masalah perempuan. Dimana syariat Islam secara rinci menempatkan perempuan dan memberi mereka perhatian dan penjagaan untuk memenuhi hak-hak mereka. Oleh karenanya penerapan syariat kaffah berkaitan dengan perempuan mutlak memerlukan institusi negara. Maka dalam Islam, tanggung jawab penjagaan kehormatan dan kemuliaan perempuan secara pasti dibebankan kepada Negara.
Perlu adanya kesadaran bahwa tanpa Khilafah, kondisi muslimah saat ini jauh dari kemuliaan, baik di Indonesia maupun di negara lain. Khilafah sebagai perisai umat telah terbukti mampu memuliakan perempuan dan melindungi martabat kaum wanita. Salah satunya adalah pada masa Khalifah Al-Mu’tasimbillah, yang menyelamatkan kehormatan seorang wanita yang dilecehkan orang Romawi.
Saat itu, kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya. Mendengar seruan minta tolong dari perempuan tersebut, maka Sang Khalifah mengirimkan pasukan yang panjangnya adalah dari kota Amuriah sampai kota Baghdad untuk mengepung kota Amuriah yang dikuasai orang Romawi. Begitulah Khilafah membela kemulian dan martabat seorang muslimah dan tentunya juga membela Islam.
Peran muslimah sangatlah penting untuk mendukung dan berkontribusi demi tegaknya khilafah ‘ala min hajin nubuwah. Salah satu peran para pengemban dakwah adalah menyampaikan kepada para muslimah lain dengan mengajak mereka untuk taat syariat dan berupaya agar mereka paham pentingnya khilafah serta berjuang mewujudkannya. Sungguh, perempuan hanya akan dimuliakan dan sejahtera dengan tegaknya Islam dalam sebuah institusi negara bernama Khilafah Islamiyah. Maka, menjadi kebutuhan mendesak untuk diperjuangkan oleh para muslimah hari ini, agar kehormatan dan kemuliaan kaum perempuan kembali dapat dirasakan. Wallahua’lam bishawab.