Oleh. Salis F. Rohmah
(Alumnus Statistika UNAIR)
Muslimahtimes – Bulan Oktober 2020 hampir usai, menandakan satu tahun berlalu kepemimpinan Jokowi-Maruf ‘Amin. Namun sepertinya buah manis kepemimpinan tak pernah muncul dan tidak dirasakan oleh rakyat bawah. Justru bulan Oktober menjadi saksi bahwa rakyat merasa terkhianati. Bulan ini hampir berlalu dipenuhi dengan aksi menolak UU Omnimbus Law Cipta Kerja di berbagai wilayah di Indonesia. Aksi tanpa komando yang satu ini tergerak sebab kegelisahan yang memuncak dan ketidakpercayaan rakyat kepada penguasa yang dirasa tidak berpihak pada rakyat bawah.
Sementara itu dilansir dari tempo.co, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko mengakui masih banyak kekurangan dalam satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin. “Ada beberapa hal yang menjadi koreksi dan masukan, tentu kami pemerintah tidak bisa bekerja secara sempurna karena kesempurnaan bukan milik manusia. Tapi pemerintah selalu ingin memperbaiki dari waktu ke waktu,” ujar Moeldoko di kantornya, Rabu, 21 Oktober 2020.
Memang tidak mudah mengatur negara dengan berbagai hal besar yang harus dipikul sebagai amanah. Begitulah amanah menjadi pemimpin negara, apapun resikonya dia tetap harus menjalankan amanah yang diberikan rakyat. Sejak diambil sumpah di bawah kitab suci seharusnya seorang pemimpin telah berkomitmen memberikan yang terbaik untuk rakyatnya. Namun nyatanya rakyat kembali dikecewakan dengan UU Omnimbus Cipta Kerja. Entah sudah berapa kalinya, undang-undang yang menindas rakyat tetap saja disahkan.
Beginilah penguasa yang lahir dari sistem demokrasi. Sistem yang meletakkan kedaulatan di tangan manusia ini menjadikan aturan yang dibuat adalah seenak hatinya. Tentunya kebijakan yang diketok palu adalah kebijakan yang menguntungkan bagi dirinya dan golongannya. Terbukti rezim sekuler demokrasi hanya berpihak pada kroninya bahkan membentuk koorporatokrasi. Janji-janji selama kampanye yang melelehkan hati rakyat tak lagi dapat ditagih. Nyatanya penguasa telah bermain mesra dengan koorporasi dari dalam maupun luar negeri yang menjaga hegemoni mereka atas negeri ini. Kekuasaan demokrasi hanya menjadi alat mereka mengeruk kekayaan dan kembali menindas rakyat lemah. Maka lebih tepat jika jargon demokrasi adalah kepemimpinan dari, oleh, dan untuk koorporasi.
Pemerintahan demokrasi dengan kapitalisme yang menjadi mindset dunia saat ini tak terkecuali Indonesia, telah menghilangkan peran negara sebagai penjamin dan pelindung rakyat.
Negara ada hanya sebagai fasilisator yang lepas tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Faktanya negara lebih ada untuk korporat, dibandingkan untuk rakyat. Maka jangan heran jika rakyat menjadi korban. Selamanya demokrasi selamanya kesengsaraan hidup semakin menjadi. Apalagi sistem demokrasi yang menjadikan keterbatasan akal sebagai satu-satunya pembuat keputusan. Alhasil kelemahan akal ini tidak akan mampu membuat aturan yang mampu mengatasi problem hidup dengan baik dan benar. Sepertinya yang dikatakan Kepala Staf Kepresidenan bahwa kesempurnaan bukan milik manusia. Karena manusia hanyalah makhluk lemah yang sejatinya membutuhkan guideline yang sempurna untuk mengatur jalannya kehidupan. Tentunya guideline yang benar dan sempurna hanyalah bersumber dari Zat Yang Maha Sempurna pula, yaitu Allah Swt. Itulah Islam yang memiliki segenap aturan kehidupan yang dicontohkan manusia paling mulia, Rasulullah Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Saw, seorang negarawan handal telah menegaskan bahwa syariat Islam mampu mengatasi problem kehidupan jika diterapkan secara kaffah dalam bingkai daulah Islam. Senada dengan yang dilakukan para Khulafaur rasyiddin yang memimpin umat Islam dengan mempertahankan bentuk negara khilafah Islam. Khilafah akan menghadirkan negara sebagai pelayan rakyat sepenuhnya dengan menjalankan syariat Islam.
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa,” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Penguasa yang lahir dari sistem Islam yang disebut khilafah inilah yang mampu melahirkan pemimpin yang amanah, bahkan takut jika rakyatnya sengsara atas kebijakannya. Maka tidak heran muncul sosok Umar bin Khattab ra, pemimpin yang mampu memikul sendiri gandum untuk rakyatnya di pinggiran ibu kota karena takut rakyatnya tersebut kelaparan. Benar-benar menggambarkan pemimpin yang sedia untuk rakyat.
Bahkan pengakuan dari sejararahwan barat Will Durant dalam bukunya Story of Civilization mengatakan, ”Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka”.
Inilah kesempurnan Islam yang tidak dapat dibandingkan dengan demokrasi sekuler yang sudah rusak dari awal. Harus beberapa kali lagi kita melihat bukti kerusakan demokrasi yang menumbalkan rakyat lemah? Sudah saatnya kejahatan sistem ini harus segera dimusnahkan dengan sistem Islam, Khilafah Islamiyyah. Selain solusi dari Allah Sang Pencipta kehidupan, Khilafah adalah ajaran wajib ditegakkan. Maka kaum Muslimin harus berjuang bersama melawan kezaliman demokrasi dan mengggantikannya dengan khilafah Islam. Wallahu a’lam bishawab.