Judul Buku: Sultan Abdul Hamid II
Penulis : DR. Ali Muhammad Ash-Shallabi
Penerbit : Aqwam
Cetakan ke: 1
Tahun terbit : 2018
Halaman : 352 Halaman
ISBN : 978-979-039-600-5
Genre: Sejarah
Peresensi : Intan H.A
Sepeninggal Rasulullah Shalalllahu ‘Alaihi Wasallam wafat. Kepemimpinan dilanjutkan oleh para khalifah. Khalifah lah yang akan menjaga dan menjamin hukum-hukum Islam tetap diterapkan di tengah-tengah kehidupan. Sehingga mengangkat seorang Khalifah adalah sebuah kewajiban. Hal ini sebagaiman ijma’ para sahabat, yang di mana mereka lebih mendahului mencari pengganti Rasulullah sebagai pemimpin daripada menguburkan jasad beliau.
Di bawah kepemimpinan para Khalifah yang dimulai dari masa Khulafaur rasyidin hingga dinasti terakhir yang terdapat di Istanbul, Turki. Tercatat Islam menorehkan kejayaannya selama 13 abad lamanya.
Di masa-masa akhir kejayaannya, Daulah Utsmaniyah dipimpin oleh seorang Khalifah yang terkenal cerdik, lemah-lembut, tegas dan sangat pencemburu terhadap agamanya, ia adalah Sultan Abdul Hamid II. Beliau merupakan sultan ke-34 dari para Sultan Daulah Utsmaniyah. Tidaklah mudah baginya memimpin sebuah Daulah yang di mana banyak sekali pergolakan yang terjadi. Berbagai upaya digencarkan oleh musuh-musuh Islam yang ingin memecah-belah Daulah Islam. Mereka memanfaatkan orang dalam Daulah yang telah didik untuk mengadakan pemberontakan dan pembangkangan terhadap Khalifah.
Di dalam buku karya dr. Ali Muhammad Ash-Shalllabi, beliau menggambarkan secara detail keadaan yang terjadi di masa kepemimpinan sultan Abdul Hamid II. Di mana muncul orang-orang munafik yang menjadi agen Barat untuk mengerat-ngerat Daulah. Di bagian pertama, penulis menjabarkan sedikit kisah perjalanan sang sultan sampai ia dibai’at. Hingga tragedi yang memilukan di mana Daulah Utsmaniyah terpaksa melakukan gencatan senjata dengan Rusia dan menyetujui melakukan perundingan dengan menandatangani perjanjian San Stefano. Perjanjian ini berisi klausul-klausul yang sangat merugikan Daulah Utsmaniyah.
Kemudian di bagian kedua, dijelaskan mengenai strategi sultan Abdul Hamid II menghadapi para pemberontak yang ingin menghancurkan negerinya. Dengan kecerdikan dan sikap lemah-lembutnya ia mampu menggagalkan upaya-upaya pemberontakan di dalam negeri. Di bagian-bagian selanjutnya, dijabarkan mengenai konflik klimaks yang menimpa Daulah Utsmaniyah. Khalifah Abdul Hamid II dihadapkan dengan orang-orang Yahudi Donmeh. Orang-orang Yahudi Donmeh melakukan peranan yang aktif dalam mendukung kekuatan-kekuatan melawan Sultan Abdul Hamid II dan yang bergerak dari Salonika untuk melengserkannya dari kursi kesultanan. Merekalah orang-orang yang meracuni pemikiran para perwira militer muda, dan sampai hari ini mereka senantiasa melakukan hal itu. Mereka memiliki koran-koran dan penerbitan-penerbitan buku. Mereka jauh masuk ke dalam perekonomian Utsmani dan seluruh sisi kehidupan di dalam Daulah Utsmaniyah. (Sultan Abdul Hamid II, hal-119)
Ketegasan sang Khalifah pun nampak ketika beliau menolak tawaran dari seorang tokoh Bapak Zionis Internasional Theodor Herzl. Ia sangat berimbisi ingin menguasai Palestina. Dengan tegas Sultan Abdul Hamid II berkata, “Jika Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Tetapi, bila aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah.” (Abdul Hamid II).
Setelah upaya ini mengalami kegagalan, orang-orang yang pro-Zionis melakukan konspirasi untuk menjatuhkan sang sultan. Mereka memanfaatkan para agen-agen yang menjadi pejabat-pejabat tinggi Negara untuk melengserkan sang sultan dari tampuk kekuasaan. Sebagaimana yang dikatakan Bernard Lewis, “Para anggota Freemasonry dan orang-orang Yahudi telah bekerja sama dalam bentuk yang rahasia untuk menyingkirkan sultan Abdul Hamid II. Sebab, dia adalah orang yang paling keras menentang Yahudi dan menolak secara tegas untuk memberikan satu jengkal pun tanah Palestina kepada orang-orang Yahudi.”
Inilah suasana bergejolak yang dialami Sultan Abdul Hamid II di masa pemerintahannya. Hingga akhirnya, sang sultan pun harus menyerah, dan ia pun dilengserkan pada bulan April 1909 M.
Tak lupa di bagian akhir, penulis menjabarkan secara rinci mengenai sebab-sebab runtuhnya Daulah Utsmaniyah, agar menjadi pelajaran bagi generasi selanjutnya untuk tidak melakukan kelalaian yang sama.
Buku ini disuguhkan dengan bahasa yang ringan dan sangat mudah dipahami. Jadi, sangat recomended bagi teman-teman yang ingin menggali sejarah lebih dalam lagi mengenai keruntuhan Daulah Utsmaniyah. Dengan membaca buku ini, kita dapat memahami betapa ambisiusnya musuh-musuh Islam mencerai-beraikan dan menghilangkan institusi yang menjadi perisai bagi umat Islam, yakni Khilafah.[]