Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban)
MuslimahTimes– 22 Oktober 2020 lalu diperingati sebagai Hari Santri Nasional, namun perayaannya dinodai dengan beredarnya film Merah Putih Versus Radikalisme yang tayang di NU Channel, 24 Oktober 2020 lalu. Tayangan itu telah ditonton sebanyak 6,8 ribu kali, sedang kolom komentar hampir semua berisi hujatan atas konten yang ditayangkan. Mungkin inilah yang menjadi alasan hingga pihak YouTube merasa perlu menutupi jumlah asli mereka yang like dan dislike.
Awalnya film itu bercerita tentang kehidupan santri sebagaimana umumnya, namun kemudian ada adegan pertarungan antar sesama santri bercadar dan tak bercadar. Digambarkan lebih lanjut santri yang bercadar terjatuh dan cadarnya direnggut dengan kasar. Ada narasi yang hendak digiring bahwa yang radikalisme adalah mereka yang bercadar, padahal cadar juga bagian dari syariat.
Adegan demi adegan berlanjut dan semuanya diarahkan pada satu jargon pembelaan atas nama bendera merah putih. Mengapa hanya demi bendera merah putih? Dan mengapa dipilih narasi usang yang justru menunjukkan kekerdilan pemikiran terkait Islam, sebab yang terjadi justru menghina saudara Muslim sendiri yang memilih mengenakan cadar, padahal dalam Islam itu tak haram dan bukan bagian dari terorism. Salah satu dari imam empat mazhab bahkan mengajarkan sebagai bagian dari beranekanya tsaqofah Islam.
Teringat pula dengan jargon NKRI harga mati, yang secara spesifik mengeliminasi apa yang menjadi tujuan diutusnya Rasulullah Saw, yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam. Apakah alam semesta hanya berisi NKRI sehingga hanya perlu mati untuk secuil wilayah sedangkan Islam ada di seluruh bumi Allah? Jika demikian mengapa bendera OPM dibiarkan terus berkibar? Padahal secara nyata OPM merongrong kedaulatan NKRI, namun hingga kini bak angin lalu tak ada tindakan tegas kearah pemberantasan gerakan makar tersebut.
Di sisi lain, film ini makin menegaskan kepada kita siapa musuh dan siapa kawan. Kapitalisme menyusup dalam tubuh organisasi terbesar dan tertua negeri ini sungguh hal yang patut disayangkan. Suksesnya film itu tayang sebab mereka hanya melihat keuntungan materi semata tanpa paham reaksi yang akan muncul, lebih parah dari sekedar perang fisik. Terlebih lagi, tak terjadi apa yang seharusnya menjadi aktifitas sebuah partai, kelompok masyarakat atau organisasi apapun membawa misi yang sama untuk kemuliaan Islam semata sebagaimana firman Allah Swr dalam Quran surat Ali Imran : 104 yang artinya:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
Maka inilah yang terjadi. Ketika segolongan orang yang diperintahkan menyeru kepada kebajikan justru mengadu domba, menggunting dalam lipatan. Tak peduli saudara seakidah asalkan “Bapak senang” tak akan peduli bahwa inilah yang secara harfiah menghalangi upaya kebangkitan yang semestinya sudah harus dilakukan oleh umat.
Kondisi kaum Muslim secara umum tak bisa dikatakan lebih baik. Masih saja dilecehkan, disudutkan dengan narasi sesat tanpa dalil demikian pula dengan tingkat kesejahteraannya. Butuh sebuah persatuan yang menuju pada satu tujuan, yaitu penerapan Islam secara Kaffah, sebab solusi dari keadaan-keadaan diatas hanyalah Islam. Hanya kekuatan akidah yang teguh yang bisa mendobrak kebengisan sekulerisme.
Salah satu yang terus diarusutamakan adalah Islam Washatiyah, dimana Islam digambarkan sebagai agama pertengahan saja, seluruh ajarannya dipaksakan sesuai dengan zaman dan luwes menerima pemikiran di luar Islam seperti sekulerisme, liberalisme meskipun pemikiran itulah yang menghancurkan Islam dan pemeluknya.
Upaya itu sangat masif, kita bisa lihat dari serangan Islamophobia akut, penghapusan pelajaran sejarah, sertifikasi dai, pelecehan Rasul dengan pembuatan karikatur, pelarangan burqa atau cadar, pemerkosaan muslimah di Xin Jiang, Uighur dan masih banyak lagi. Dampak global kelaparan, kemiskinan, rusaknya generasi juga mewarnai kehidupan kaum Muslim, padahal mereka punya Alquran yang menjadi mukjizat.
Kejahatan para pembenci Islam memang didanai secara besar-besaran, dan kini tak lagi menggunakan tangan mereka sendiri, ada banyak dari kaum Muslim sendiri yang bersedia menjadi agennya, tak peduli yang dibantai adalah saudara sendiri. Nikmat dunia yang sesaat telah melenakan mereka, jadilah mereka pun secara sukarela melakukan berbagai program busuk, salah satunya pemutaran film. Kafirlah yang tertawa lepas, sukses menjadi penyebab sesama Muslim saling lawan. Memalukan!
Siapa lagi yang mampu menghapus narasi basi warisan tak berisi ini selain kaum Muslim sendiri? Maka butuh kesadaran untuk melakukan perubahan sesuai firman Allah Swt dalam Quran surat Al-Hujurat 49:10 yang artinya:
” Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.
Wallahu a’ lam bish showab.