
Oleh. Eva Arlini, SE (Blogger)
#MuslimahTimes — Sejak periode kedua pemerintahan Jokowi, tampak bahwa pemerintah semakin serius menangani soal radikalisme. Hal ini ditandai dengan diangkatnya sejumlah menteri yang ditugaskan untuk concern terhadap masalah radikalisme. Hingga kini narasi radikalisme plus intoleran kerap didengungkan. Ciri yang mereka sebutkan sebagai radikal dan intoleran selalu lekat dengan gerakan Islam. Kampus menjadi salah satu target pemerintah menyosialisasikan program deradikalisasi (kontra radikalisme).
Inilah yang terlihat baru – baru ini di Kota Medan. Dalam agenda di Kampus UMSU yang bertajuk Silaturahmi Kebangsaan, Kepala BNPT Komjen Pol Dr Boy Rafli Amar MH mengajak hadirin waspada terhadap penyebaran paham radikal intoleran. Disamping acara tersebut juga memberikan pembelajaran literasi digital kepada warga kampus dan masyarakat.
Sebagai bagian dari masyarakat yang terus dijejali stigma negatif mengenai gerakan Islam sebagai radikal intoleran, penulis terus terang bosan. Pemerintah berupaya sekuat tenaga mengarahkan pikiran masyarakat untuk memandang bahwa radikalisme adalah masalah paling penting di negeri ini. Deradikalisasi tampak sebagai agenda utama rezim Jokowi – Ma’ruf Amin. Seolah – olah radikalisme adalah penyebab berbagai kekacauan di negeri ini.
Sementara pemerintah sendiri masih bermasalah dengan kekaburan makna radikalisme dan intoleran. Tidak jelas pula apa tolak ukur pemerintah dalam memaknai radikal dan intoleran. Jika radikalisme diartikan sebagai paham kekerasan, memecah belah persatuan negara, maka yang tampak nyata sesuai hal itu dihadapan kita adalah gerakan separatisme di Papua Barat, yang didukung pihak asing. Mengapa sikap pemerintah pada masalah separastisme di Papua tak segarang seperti kepada para aktivis Islam?
Jika yang dimaksud dengan radikalisme adalah semua tindakan yang merugikan dan membahayakan negara, maka tindak korupsi yang menggurita di negeri inilah nyata – nyata merugikan rakyat dan membahayakan keberlangsungan negeri ini. Masih ditambah dengan utang luar negeri yang semakin menumpuk, membahayakan eksistensi negeri ini. Bisa – bisa negeri kita jatuh ke tangan asing dan aseng jika tak mampu membayar utang yang terus membengkak. Sikap para koruptor dan sikap pejabat yang ramah terhadap kepentingan investor bukankah layak dikatakan intoleran terhadap hak – hak rakyat? Mengapa justru pemerintah tampak lebih sering mengulang – ulang narasi radikalisme ke berbagai lini masyarakat, ketimbang serius pada kasus kasus riil tersebut?
Sikap pemerintah yang demikian memunculkan tanya, mungkinkah spirit pencegahan paham radikal intoleran ini menjadi bagian dari upaya pemerintah menutupi kebobrokan kapitalisme hari ini?
Bau amis kecacatan kapitalisme demokrasi terasa semakin nyata. Kondisi pandemi tak tertangani dengan baik oleh pemerintah, yang masih harus diwarnai tindak korupsi bansos covid-19 oleh menteri terkait. Tingkat pengangguran dan kemiskinan semakin meningkat. Kondisi ekonomi makin menurun. Serta berbagai masalah lainnya makin membuka mata umat akan kegagalan rezim, berikut sistem yang dipakainya dalam mengurusi rakyat. Bisa jadi, ada upaya mengalihkan perhatian masyarakat dari masalah sebenarnya negeri ini.
Selain itu kita juga bisa menduga kuat bahwa deradikalisasi sama dengan deislamisasi (menjauhkan umat dari Islam). Ya, indikasi radikalisme ke arah deislamisasi kuat sekali. Sejak istilah radikalisme dimunculkan, sasarannya selalu mengarah pada aktivitas keislaman oleh para aktivis Islam. Salah satu yang menonjol, ada orang – orang yang wajahnya itu – itu saja, di media sosial yang konsisten menyerang ide – ide Islam. Gerakan 212 mereka kaitkan dengan gerakan radikal. Keinginan umat Islam untuk menjalankan syariah Islam selalu mereka tuduh sebagai gerakan radikal. Nasehat para aktifis Islam pada penguasa mereka anggap ancaman. Bahkan ada yang jelas – jelas mengatakan bahwa agama Islam mengajarkan terorisme. Anehnya pencela Islam seperti itu tak dipermasalahkan oleh pihak keamanan. Namun begitu ada muslim mengucapkan kalimat yang mereka anggap intoleran, lantas dengan mudah ditangkap.
Muslim yang sungguh – sungguh taat pada Allah akan memiliki kepedulian yang tinggi pada negerinya. Diantara perintah Allah swt adalah amar ma’ruf nahi munkar, yakni mengajak pada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran (QS. Ali Imran: 104).
Termasuk kepada penguasa. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah saw menyebut aktivitas menasehati penguasa sebagai sebaik – baik jihad.
Demikianlah sebenarnya yang dilakukan oleh para aktifis Islam. Mereka mengritik penguasa terhadap kebijakannya yang menzalimi rakyat. Para aktivis Islam hanya menasehati penguasa agar berhukum dengan syariah Islam. Para aktivis Islam hanya menjalankan kewajiban, mengajak seluruh umat Islam untuk menjalankan Islam secara kaffah sebagaimana yang Allah perintahkan. Maka kita harus bersabar menerima tuduhan – tuduhan keji terhadap gerakan dakwah ini. Sembari tetap konsisten melakukan gerakan kebangkitan. Kita butuh persatuan yang kokoh berlandaskan akidah Islam. Kebenaran Islam insya allah akan menang dan membawa kesejahteraan bagi seluruh alam. Wallahu a’lam.