Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban)
#MuslimahTimes — Kembali Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Oktober 2020 meningkat. Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi utang luar negeri pada bulan Oktober 2020 sebesar US$ 413,4 miliar. Posisi ini lebih tinggi daripada posisi bulan September 2020.
Dengan posisi tersebut, rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Oktober 2020 tercatat sebesar 38,8% atau meningkat dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya yang sebesar 38,1%.
Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengungkapkan, meski meningkat, tetapi struktur ULN Indonesia pada bulan Oktober 2020 masih tetap sehat. Didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya,” jelas Erwin dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Selasa, 15 Desember 2020.
Erwin juga mengatakan “Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.”
Seakan tak jera masuk ke dalam lubang yang sama, pemerintah Indonesia kembali menambah utang dan mengatakan ini adalah perilaku sehat untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Seakan memang hanya inilah jalan satu-satunya untuk sejahtera.Â
Sedangkan yang dimaksud dengan struktur ULN Indonesia tetap sehat adalah karena didominasi oleh utang luar negeri berjangka panjang dengan pangsa 88,9 persen dari total utang luar negeri. Artinya masih cukup banyak waktu untuk melakukan pembayaran pokok plus bunganya. Oleh karena itu solusi yang ditawarkan dan dianggap mampu menenangkan adalah memantau perkembangan utang luar negeri serta didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Sebenarnya, ULN tak bisa dianggap sepele selain karena belum terbukti memberikan kesejahteraan nyata kepada rakyat pertambahannya juga mengkhawatirkan selain utang harus dibayar, ULN juga mengandung riba. Terlihat sekali posisi Indonesia sangatlah lemah, karena ULN itu membawa posisi negara dengan kekayaan sumber daya alam melimpah tak berdaya, menghamba kepada negara pemberi utang.Â
Ironinya, ULN dianggap sebagai salah satu bentuk kepercayaan dunia kepada Indonesia. Inilah yang disebut dengan neokolonialisme (penjajahan gaya baru) tak perlu pakai senjata atau mesiu, cukup ikat dengan berbagai kerjasama ekonomi dan yang lain penguasa kita telah sukses menjadi budak.Â
Neokolonialisme mewariskan sikap ABS (Asal Bapak Senang). Sebab arah pandang kebahagiaannya hanyalah materi, di tingkat penguasa akhirnya menjadi sikap abai yang akut. Yang terpenting baginya adalah bagaimana mempertahankan kekuasaan. Sebab dengannya ia bisa “Bertahan hidup” meskipun hidup sebagai pecundang.Â
Sebaik-baiknya kehati-hatian pemerintah dalam pengelolaannya sebagaimana yang dijaminkan tetap saja hal itu hanya menjadi teori di atas kertas. Sebab faktanya hari ini pembangunan pesat, investasi meningkat namun nasib rakyat tak juga meningkat. Kemiskinan makin kentara, kurang gizi bahkan kerusakan moral menjadi-jadi.Â
Lantas kemana larinya manfaat ULN? Apalah artinya jika hanya menyenangkan segelintir elit pemilik modal dan oknum pejabat penjilat, sementara di mata dunia Indonesia tak lebih dari status negara peutang dan tak memiliki kewibawaan sebagai layaknya negara yang menjadi bagian dari wilayah dunia.Â
Mengapa pemerintah tak pernah menyinggung pengelolaan sumber daya alam yang berlimpah di negeri kita? Sebab perundang-undangan yang diresmikan telah sedikit demi sedikit mengurangi kewenangan negara mengelolanya. Meski ini artinya mengkianati amanah UUD 1945 namun atas nama investasi pemerintah menutup mata.Â
Pembiayaan operasional negara tak bisa jika hanya diandalkan kepada ULN dan pajak, bisa dibilang kita dalam keadaan tekor, sebab utang yang kita bayarkan hanyalah bunga belum pokoknya, dengan berbagai persyaratan tambahan lainnya para kreditur akan terus mengupayakan agar tak semudah itu lepas dari ikatan fasad.Â
Masihkah berharap pada sistem pengaturan ini jika kita memiliki sistem aturan yang lebih baik? Penguasaan pengelolaan sumber daya alam inilah yang semestinya kita kuasai, dengan aturan yang shahih yaitu syariat Islam.Â
Sebagaimana hadis Dari Ibnu Abbas RA berkata sesungguhnya Nabi saw bersabda,” orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu Said berkata: maksudnya: air yang mengalir.” (HR Ibnu Majah).Â
Jelas, disebutkan berserikat artinya setiap manusia invidu perindividu memiliki hak yang sama untuk mendapatkan manfaat langsung maupun tak langsung dari pengelolaan sumber daya alam yang diciptakan Allah Swt. Maka tak boleh diserahkan kepada individu maupun investor asing pengelolaannya dan meninggalkan rakyat di belakang.Â
Terutama jika sifat sumber daya alam tersebut sangat pokok, hingga jika langka rakyat akan mengalami kesulitan bahkan perselisihan. Prinsip mengurusi hajat hidup orang banyak ini yang tak ada hari ini dan sebaliknya justru dalam Islam menjadi kewajiban setiap kepala negara. Wallahu a’lam bish showab.Â