Oleh. Tity maharani Swastika, S.si
(Ibu Rumah Tangga)
MuslimahTimes.com – Belum rampung kasus benih lobster yang melibatkan Edhy Prabowo, kini muncul kasus tentang dana bantuan sosial Covid-19 yang melibatkan Juliari P.Batubara. Juliari P.Batubara digelandang KPK dengan dugaan korupsi atas pengadaan dan penyaluran bantuan sosial penanggulangan Covid-19 senilai Rp17 miliar.
Kasus suap ini diawali adanya pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako untuk warga miskin dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun, dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dalam dua periode. Perusahaan rekanan yang jadi vendor pengadaan bansos diduga menyuap pejabat Kementerian Sosial lewat skema fee Rp 10.000 dari setiap paket sembako yang nilainya Rp300.000. (Kompascom, 7/12/2020).
Habis Edhy, terbitlah Juliari. Peribahasa tersebut sangat cocok untuk menggambarkan kasus korupsi yang terjadi di negeri ini. Satu pejabat tersandung korupsi, pejabat lain mengikuti. Sudah menjadi rahasia umum, jauh sebelum Edhy dan Juliari, telah banyak pejabat-pejabat negara yang terjerat kasus korupsi.
Demokrasi Lahirkan Pejabat Yang Tak Punya Hati
Tamak dan rakus, itulah sifat bawaan sistem politik demokrasi. Demi kepentingan pribadi, para pejabat tega mengambil uang rakyat. Padahal sebagai pejabat negara, mereka telah diberikan gaji yang tinggi. Selain itu, mereka juga mendapat fasilitas lain dari negara seperti jaminan kesehatan, mobil dinas, pengawalan VIP dan rumah dinas.
Ketamakan dan kerakusan itulah yang akhirnya melahirkan tikus-tikus berdasi yang doyan menggerogoti uang negara. Lembaga Transparansi Internasional Indonesia (TII) merilis hasil survei terbaru bertajuk Global Corruption Barometer 2020. Berdasarkan survei tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjadi lembaga paling korup sepanjang 2020. Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, setidaknya 586 anggota DPR/DPRD menjadi tersangka korupsi dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir.
Korupnya demokrasi berpangkal pada paham kebebasan (liberalisme) yang menjadi asasnya. Politik dipisahkan dari agama (sekularisme), sehingga pemerintahan dijalankan sesuai nafsu penguasa. Sistem sekuler inilah yang melahirkan pejabat-pejabat khianat dan tak punya hati. Dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat hanya ilusi untuk meraih simpati. Dalam demokrasi, suara rakyat dibeli secara murah, lalu dijadikan legitimasi atas peraturan yang rusak dan merusak.
Islam Lahirkan Pejabat Jujur dan Amanah
Tak seperti demokrasi yang mempunyai cacat bawaan, Islam memiliki mekanisme ampuh yang dapat menangkal terjadinya tindakan korupsi di kalangan pejabat negara. Islam telah memiliki instrumen pencegahan dan penindakan yang sempurna ketika didapati pejabatnya melakukan tindakan korupsi.
Pertama, pendidikan keimanan dan ketakwaan bagi setiap individu muslim. sistem pendidikan dalam Islam menanamkan dalam diri seorang individu untuk takut hanya kepada Alloh Swt. Rasa takut ini akan melahirkan sikap muroqobah (merasa selalu diawasi oleh Alloh). Sehingga akan menghasilkan manusia yang bertakwa.
Selain ketakwaan individu, Islam juga mendorong lingkungan keluarga dan masyarakat yang memahami syariat. Sehingga suasana amar makruf nahi mungkar serta saling mengingatkan akan tercipta di lingkungan keluarga dan masyarakat. Masyarakat akan melakukan pengawasan terhadap segala bentuk penyimpangan dan kemaksiatan.
Kedua, pemberian gaji yang layak. Para pejabat akan diberi gaji yang mencukupi, tunjangan serta fasilitas yang mampu memenuhi kebutuhan mereka. Dengan begitu, pemberian gaji yang cukup bisa memininalisir angka kecurangan dan penyalahgunaan jabatan.
Ketiga, penghitungan kekayaan. Kekayaan seseorang sebelum dan sesudah menjabat akan dihitung dengan teliti dan seksama. Jika ditemukan gelembung harta yang tidak wajar, maka yang bersangkutan diminta membuktikan bahwa kekayaan yang diterimanya didapatkan dengan cara halal. Cara ini efektif untuk mencegah korupsi.
Keempat, penerapan sanksi tegas oleh negara. Negara melarang para pejabat menerima suap dan hadiah. Mereka dilarang menerima hadiah selain dari gaji yang diterima. Jika ada pejabat negara terbukti menerima suap dan hadiah, maka penindakan hukum Islam akan diberlakukan. Yaitu, hukuman setimpal yang akan memberi efek jera bagi pelakunya sekaligus menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat.
Penerapan sanksi tersebut ditegakkan secara tegas tanpa pandang bulu. Sehingga keadilan dapat dirasakan oleh semua kalangan. Hal ini karena hukum yang diterapkan adalah syariat Islam. Bukan hukum demokrasi buatan manusia yang sarat kepentingan.
Dengan keempat mekanisme inilah Islam akan mampu melahirkan pejabat-pejabat yang jujur dan amanah. Bukan pejabat yang tak punya hati seperti dalam sistem demokrasi.
Wallahua’lam