Oleh. Aya Ummu Najwa
MuslimahTimes – Istidraj diambil dari bahasa Arab yaitu kata ‘daraja’ yang berarti naik satu tingkatan ke tingkatan berikutnya. Namun, lebih dikenal sebagai istilah azab yang berupa kenikmatan.
Ketika seorang Muslim banyak melakukan maksiat dan jarang beribadah, namun hidupnya terus dilimpahi kenikmatan, atau orang yang jauh dari Allah namun semua usahanya selalu lancar, atau bahkan dia seorang yang sekuler, ibadah ruhiyahnya luar biasa rajin, namun terhadap hukum Islam yang lain dia abai bahkan menentang namun semua urusannya dimudahkan oleh Allah, jabatan naik, kekayaan melimpah, maka ini adalah tanda istidraj dari Allah Subhanahu Wata’ala. Ia terjebak dalam kenikmatan hidup, padahal dia semakin lalai dari menunaikan ibadah serta kewajiban lainnya.
Hidup dalam sistem kapitalis seperti sekarang ini, dengan semua kehidupan yang distandarkan pada materi telah menyihir manusia untuk melakukan segala cara agar bisa mendapatkan tahta dunia. Mereka menganggap bahwa materi adalah jalan menuju kebahagiaan dan bahkan puncak dari kebahagiaan. Akhirnya halal-haram dihantam, koridor syariah dilanggar, tak peduli hukum agama apa lagi hak sesama. Maka tidak jarang kita dapati mereka gelap mata melakukan segala cara untuk dapat menguasai dunia.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ
“Bila kamu melihat Allah memberi hamba suatu (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad)
Jebakan kenikmatan yang apabila tidak disyukuri dengan hakikat syukur yang benar, bahkan hamba itu meninggalkan peringatan yang diberikan kepadanya, tidak mau mengindahkan peringatan tersebut, hingga dia berbangga akan hal itu dengan kesombongannya. Niscaya siksa Allah akan mendatanginya secara tiba-tiba. Allah berfirman,
(فَلَمَّا نَسُوا۟ مَا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ فَتَحۡنَا عَلَیۡهِمۡ أَبۡوَ ٰبَ كُلِّ شَیۡءٍ حَتَّىٰۤ إِذَا فَرِحُوا۟ بِمَاۤ أُوتُوۤا۟ أَخَذۡنَـٰهُم بَغۡتَةࣰ فَإِذَا هُم مُّبۡلِسُونَ)
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan dunia untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’am: 44)
Dalam Tafsir Al Jalalain (hal. 141) disebutkan, Ketika mereka meninggalkan peringatan yang diberikan pada mereka, tidak mau mengindahkan peringatan tersebut, Allah buka pada mereka segala pintu nikmat sebagai bentuk istidraj pada mereka. Sampai mereka berbangga akan hal itu dengan sombongnya. Kemudian kami siksa mereka dengan tiba-tiba. Lantas mereka pun terdiam dari segala kebaikan.
Syaikh As Sa’di berkata, Ketika mereka melupakan peringatan Allah yang diberikan kepada mereka, maka dibukakanlah berbagai pintu dunia dan kelezatannya, hingga mereka pun lalai. Sampai mereka bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka, akhirnya Allah menyiksa mereka dengan tiba-tiba.
Mereka pun berputus asa dari berbagai kebaikan, dan hal itu adalah lebih berat siksanya. Mereka terbuai, lalai, dan tenang dengan keadaan dunia mereka. Namun hal itu sejatinya adalah jebakan (istidraj) yang lebih berat hukumannya dan menjadi musibah yang besar.” (Tafsir As Sa’di).
Sungguh jebakan azab berupa kenikmatan itu jauh lebih berat dan bahkan jarang orang akan selamat karena mereka terlanjur terlena. Yang harus kita lakukan adalah senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, menjauhi maksiat, terus menuntut ilmu syar’i, dan berjuang agar syari’at Islam bisa diterapkan secara sempurna dalam sistem Islam untuk menjadi payung kontitusi penjaga akidah umat.
Wallahu a’lam