Oleh: Asfian Nurrabianti
(UMM)
Muslimahtimes– Bentuk cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya ditandai dengan ketaatan terhadap syariat-Nya. Tiada kecintaan yang hakiki di atas kecintaan hamba terhadap Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt berfirman;
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ
“Katakanlah, ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran [3]: 31)
Dalam ayat di atas, Allah mengajarkan bahwa cinta tak hanya keluar dari lisan saja, namun cinta lahir dari keimanan kepada Allah dalam artian taat terhadap Allah dan Rasul-Nya yang diwujudkan dengan menaati syariat-Nya. Cinta akan mendorong seorang hamba berjalan di atas kebenaran dan istiqomah di atasnya serta berhak mendapatkan ganjaran baginya yaitu rahmat dan ampunan dari Allah Swt. Rasulullah juga bersabda;
مَنْ أَحْيَا سُنَّتي فَقَدْ أَحَبَّنِي, وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ
“Siapa saja yang menghidupkan Sunahku, sungguh ia telah mencintaiku. Siapa saja yang mencintaiku pasti akan bersamaku menjadi penghuni surga.” (HR. At-Tirmidzi dan ath-Thabarani).
Rasulullah mengabarkan bahwa siapa saja yang mengaku cinta Rasul maka wajib menghidupkan sunnahnya. Sunnah dalam artian mempelajari, mengamalkan, meneladani, mendakwahkan seluruh ajaran yang telah beliau ajarkan kepada umatnya baik berupa ucapan maupun perbuatannya, serta membelanya dari segala bentuk kejahatan dan penyimpangan. Rasulullah juga mengabarkan kabar gembira bahwa siapa saja yang menghidupkan sunnahnya maka akan menjadi penghuni surga bersamanya.
Namun, sulit untuk umat Muslim saat ini untuk mewujudkan kecintaannya kepada Allah dan Rasul. Pergolakan antara kebenaran dan kebatilan yang terjadi pada sistem saat ini menghambat kita untuk taat dan patuh kepada seluruh syariat Allah. Sistem ini justru memisahkan kehidupan dunia dengan agama, sehingga menjadi benteng besar bagi umat Islam untuk menjalan syariat-Nya.
Stigma-stigma negatif yang memojokkan Islam bermunculan, sehingga umat Islam sendiri pun takut akan agama sendiri dan memilih menjauh dari syariat bahkan ikut mensyiarkan stigma-stigma miring mengenai Islam, yang tiada lain dan tiada bukan sikap dan stigma-stigma tersebut merupakan ciptaan musuh-musuh Islam. Kebencian dan permusuhan akan selalu ada di hati kaum kafir terhadap kaum Muslim dan berusaha sekuat mungkin agar kaum Muslim bisa menjauh dari syariat agama meraka sendiri.
Allah juga telah menerangkan bahwa;
قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ
“Sungguh telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat lagi.” (TQS al-Imran [3]: 118).
Untuk itu, umat Islam tidak boleh hanya berdiam diri. Kita harus bersungguh-sungguh untuk mempelajari ajaran Islam secara keseluruhan agar tidak terjebak dalam propaganda-propaganda kaum kafir. Bersungguh-sungguh mengikuti ajaran Rasulullah Saw yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah, mencintai segala yang disunnahkanya serta mendakwahkan Islam seperti yang dilakukannya, yakni dalam mengajak manusia untuk menerapkan risalah yang dibawanya.
Oleh karenanya, wajib bagi umat Islam untuk mengajak umat untuk menerapkan Islam secara kaffah sebagai bentuk kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan hanya dengan sebuah institusi negara Islam lah seluruh aturan dan syariat Islam dapat diterapkan.