Oleh. Erwina (Member Revowriter)
MuslimahTimes.com –“Pesawat terbang kategori transport untuk angkutan udara penumpang paling tinggi berusia 20 (dua puluh) tahun.” Demikian ketentuan pesawat terbang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No KM 115 Tahun 2020 tentang Batas Usia Pesawat Udara yang digunakan untuk kegiatan angkutan udara niaga. Sayangnya keputusan tersebut telah dicabut.
Karenanya jatuhnya Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta-Pontianak Sabtu, 9 Januari 2021 lalu sempat menimbulkan kontroversi. Pasalnya pesawat jenis Boeing 737-500 yang pertama kali beroperasi pada Mei 1994 ini telah berumur 26,7 tahun dan masih beroperasi hingga kini. Ternyata aturan baru yang berlaku adalah mengembalikan batasan maksimal usia pesawat angkutan penumpang/niaga sesuai aturan dari pabrikannya. (m.liputan6.com, 10/1/2021)
Jatuhnya Sriwijaya Air menambah daftar panjang kecelakaan pesawat di negeri ini. Wajar jika standar keselamatan penerbangan di Indonesia kembali disorot. Mengingat di tahun 2007 lalu, maskapai penerbangan Indonesia pernah dilarang terbang ke Uni Eropa. Hal ini karena hasil audit Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) menyatakan standar kelayakan pesawat di Indonesia buruk lantaran banyaknya pelanggaran. Maka tahun 2009 dimulailah periode perbaikan maskapai dan regulasi. Perubahan nampak pada standar keselamatan penerbangan pesawat sipil tahun 2014 dengan turunnya laju kecelakan dari 2,94 menjadi 0,76. (bbc.com, 13/1/2021)
Upaya pembenahan di dunia penerbangan ini membawa hasil. Pada 2018, Uni Eropa mencabut larangan terbang semua maskapai penerbangan Indonesia dari daftar yang tidak memenuhi standar keselamatan internasional. Regulator penerbangan sipil di Amerika Serikat (FAA) bahkan menetapkan keselamatan Indonesia masuk kategori 1. Artinya keselamatan penerbangan Indonesia telah mencapai standar FAA.
Lantas mengapa kecelakaan masih terjadi? Mantan Kepala Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Tatang Kurniadi, mengatakan penyebab pertama kecelakaan adalah karena faktor manusia, berikutnya adalah faktor mekanis. Selain itu faktor cuaca juga memberikan pengaruh.
Namun sejatinya asas yang mendasari sistem penerbangan memegang peranan penting. Ketika asas yang mendasari masih berorientasi pada keuntungan materi seperti yang dianut oleh sistem kapitalisme, tentu menghilangkan rasa aman. Karena keselamatan penumpang akan terkalahkan oleh materi yang didapat. Kondisi ini dapat berdampak pada menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan materi. Termasuk peluang diubah-ubahnya regulasi sebagai legitimasi tanpa peduli jika akhirnya nyawa rakyat menjadi korban. Di sisi lain, negara hanya sebagai regulator semata.
Sebaliknya, kondisi tersebut berbeda bila asas yang mendasari berasal dari sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara senantiasa mengedepankan keselamatan dan memprioritaskan pelayanan pada masyarakat. Sebagaimana disampaikan dalam hadits “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.’” (HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim).
Juga berangkat dari pemahaman bahwa paradigma negara dalam Islam adalah untuk melindungi dan memelihara jiwa, akal, agama, nasab, harta, kemuliaan, keamanan dan negara. Materi bukan yang utama. Karenanya segala cara dilakukan agar pemeliharaan poin-poin tersebut berjalan sempurna.
Dengan demikian dalam segala pelayanan publik termasuk transportasi, keamanan dan jiwa diutamakan. Untuk faktor manusia misalnya, dilakukan pengaturan jumlah jam terbang dari kru pesawat agar tidak kelelahan, pelatihan berkala untuk peningkatan kompetensi dan sebagainya. Untuk faktor mekanis, upaya pengadaan pesawat secara mandiri dan baru, perawatan berkala untuk pesawat yang sudah lama, aturan laik terbang dan sebagainya. Tentunya pengaturan ini tidak bisa berdiri sendiri pada satu sistem, tapi berkaitan dengan sistem lain seperti sistem ekonomi, sistem politik dan sebagainya.
Sejatinya keseluruhan sistem saling menopang. Karenanya jika ingin keselamatan dan keamanan rakyat senantiasa terjaga, maka haruslah menjadikan sistem Islam sebagai asas yang mendasari dalam seluruh sistem. Wallahua’lam bisshowab.