Oleh Ummu Sansan
(Komunitas Pena Cendekia)
#MuslimahTimes — Anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021 kembali membengkak. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meningkatkan pagu anggaran PEN menjadi Rp 627,96 triliun. Peningkatan ini sudah yang keempat kalinya sejak Januari 2021. (kontan.co.id, 9/2/2021)
Kenaikan yang terus menerus ini diharapkan mampu menyelesaikan kondisi ekonomi yang terpuruk terutama karena pandemi. Ada lima bidang fokus dari anggaran PEN ini yaitu bidang kesehatan, perlindungan sosial, program prioritas, UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan pembiayaan, serta insentif usaha. Kelimanya diharapkan mampu mendongkrak ekonomi negeri ini.
Telah jamak diketahui bahwa pendapatan negara ini bertumpu pada utang dan pajak. Naiknya anggaran PEN bisa dipastikan bahwa pemasukan akan digenjot. Baik dengan menambah utang atau dengan menarik pajak ke masyarakat. Tak heran berbagai komoditas mulai dicari-cari pajaknya seperti yang terbaru yaitu pajak pulsa, voucher, dan token listrik. Semakin banyak produk yang harus dibayar pajak diasumsikan bertambahlah pendapatan. Namun tentu jua makin mencekik rakyat yang telah terpuruk perekonomiannya karena pandemi.
Adapun pajak, tahun 2021 ini pemerintah menargetkan utang baru sebesar Rp 1.654,92 triliun. Peningkatan jumlah utang ini dengan alasan untuk penanganan pandemi covid-19. Sayangnya hampir setahun berlalu tapi belum ada tanda pandemi akan berakhir. Dana yang digelontorkan untuk penanganan pandemi terlihat belum efektif mengakhiri pandemi secara tuntas. Kasus aktif masih ditemukan. Fasilitas kesehatan pun masih menerima pasien covid-19. Himbauan 5M belum sepenuhnya dijalankan masyarakat. Vaksin yang sudah berjalan seolah menjadi harapan untuk solusi pandemi ini. Dana vaksin ini saja mencapai 70 triliun rupiah. Akankah mengakhiri pandemi?
Ketika penanganan pandemi mengedepankan keuntungan materi dan untung rugi serta abai atas keselamatan dan nyawa rakyat sendiri, pastilah kebijakan yang diambil tidak menjadi solusi bagi pandemi. Sebaliknya, pandemi kian menjadi dan berdampak pada bidang-bidang lain. Pendidikan, ekonomi, menjadi bidang yang sangat terasa dampaknya.
Hal ini mestinya menjadi instropeksi atas kebijakan yang telah diambil. Namun selama berpatokan pada sistem kapitalisme yang mengedepankan keuntungan materi maka solusi akan selalu seperti ini. Solusi yang justru menimbulkan masalah baru dan membuat masyarakat kian terpuruk. Demikianlah bila mengambil solusi dari sistem kapitalisme, sistem buatan manusia, makhluk yang lemah dan terbatas.
Sebaliknya, ada sistem dari ilahi yang mampu menjadi solusi atas seluruh masalah yang terjadi. Itulah sistem Islam. Untuk persoalan pandemi, Islam telah memberikan tuntunan cara menyelesaikannya. Yaitu dengan mengkaratina wilayah yang terjangkit, menutup akses masuk dan keluar dari wilayah tersebut, masyarakat yang terinfeksi diobati dengan pengobatan yang maksimal oleh tenaga ahli sembari terus mencari obat yang mujarab untuk mengatasi. Adapun di luar wilayah terjangkit masyarakat tetap melakukan aktivitas seperti biasanya. Dengan demikian pendidikan dan perekonomian di luar wilayah terjangkit tidak terdampak. Untuk masyarakat yang sehat tapi berada dalam wilayah terjangkit maka segala kebutuhan akan dipenuhi negara.
Negara dalam sistem Islam memiliki dana yang jelas pos pemasukan dan pengeluarannya. Tidak ada utang sebagai sumber pemasukan. Yang ada dari zakat, ghanimah, fai, kharaj , khumus dll. Adapun pajak hanya diambil dalam kondisi tertentu dan hanya pada masyarakat yang tergolong mampu. Bukan dibebankan secara merata pada seluruh masyarakat.
Ketetapan pengelolaan keuangan negara ini berangkat dari landasan bahwa penguasa sebagai pelayan rakyat. Keselamatan rakyat menjadi hal yang utama. Tidak ada kamus mencari untung dalam pengelolaan negara. Hanya teraihnya ridlo Allah SWT lah yang menjadi tujuan utama semua pihak. Semata demi keberkahan dan kemaslahatan masyarakat. Maka selama berpegang pada sistem kapitalisme, pastilah pandemi tak jua tamat. Wallahua’lam bisshowab.