Oleh. Nirmala Haryati
Muslimahtimes– Miras begitu terkenal akhir-akhir ini di dalam negeri. Bagaimana tidak, pemerintah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI).Sebelumnya, industri tersebut masuk dalam kategori bidang usaha tertutup. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang merupakan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Aturan ini telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
Sangat jelas jika kemudian kebijakan tersebut menuai keributan di tengah-tengah masyarakat. Beberapa tokoh pun lantang menolak perihal Perpres Investasi Miras ini. Di antaranya adalah Asrorun Niam selaku Ketua Bidang Fatwa MUI, Abdul Mu’ti selaku Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, KH Said Aqil, Ketua Umum PBNU, dan masih banyak lagi. KH Said Aqil mengatakan, “karena agama telah tegas melarang, maka harusnya kebijakan pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik”.
Kebijakan investasi miras ini tadinya akan diberlakukan di empat provinsi secara terbuka, yakni Bali, Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara. Namun yang terjadi akhirnya Presiden Joko Widodo mencabut lampiran dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang memuat izin investasi minuman keras tersebut. Beliau mengatakan bahwa dirinya telah menerima masukan dari berbagai pihak. Dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden, pada Selasa 2 Maret 2021, Jokowi menyatakan, “saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut.”
//Khamr Haram, Wajib Ditolak//
Dakwah menyuruh kepada kebajikan dan mencegah pada kemungkaran adalah suatu kewajiban. Sebagaimana sesuai dengan firman Allah Swt:
كُنۡتُمۡ خَيۡرَ اُمَّةٍ اُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡكَرِ وَتُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰهِؕ وَلَوۡ اٰمَنَ اَهۡلُ الۡكِتٰبِ لَڪَانَ خَيۡرًا لَّهُمۡؕ مِنۡهُمُ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَاَكۡثَرُهُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (QS Ali Imran ayat 110)
Kita tidak boleh diam ketika melihat kemungkaran yang ada di depan mata kita. Tanpa adanya kebijakan investasi miras saja, minuman beralkohol bisa kita temukan di mana-mana, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahaladia mengatakan sejak Indonesia merdeka sampai saat ini sudah ada 109 izin usaha minuman beralkohol yang telah dikeluarkan dan tersebar di 13 provinsi. Apatah lagi jika sampai kebijakan tersebut diberlakukan. Tiga belas provinsi akan bertambah dengan empat provinsi yang telah disebutkan di atas dan tidak menutup kemungkinan akan menyebar ke provinsi-provinsi lainnya di seluruh Indonesia.
Sebuah kisah tentang seorang pria yang pernah diceritakan oleh Utsman bin Affan dalam khutbahnya akan membuat orang yang beriman tidak akan pernah menyentuh miras. Dalam khutbahnya, Utsman bin Affan berpesan untuk waspada terhadap miras karena sesungguhnya miras merupakan induk segala perbuatan keji.
Pernah terjadi pada seorang pria salih yang dijebak dan dipaksa memilih oleh seorang perempuan di antara membunuh bayi, berzina dengannya, atau meminum khamr. Pria itu pun memilih untuk meminum khamr. Lantas yang kemudian terjadi adalah ia mabuk berat dan membuatnya hilang akal. Akhirnya pria tersebut berzina dengan perempuan tadi sekaligus membunuh bayinya.
Maka jelaslah apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Saw bahwa, “khamr (miras) adalah ummul khaba ‘its (induk dari segala kejahatan) dan dosa yang paling besar. Barang siapa meminumnya, dia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya”. (HR ath-Thabrani)
//Tak Hanya Lampiran, Sistemnya Pun Harus Dicabut//
Walau Perpres tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang memuat investasi miras akhirnya dicabut, tidak lantas membuat kita bernapas lega. Karena hanya lampirannya saja yang dicabut, Perpresnya tetap akan berjalan atau dengan kata lain usaha-usaha yang ada sebelumnya terkait minuman beralkohol tetap berjalan seperti biasanya. Selain itu, alasan lainnya adalah karena itu hanyalah sebagian kecil dari masalah yang sebenarnya. Karena masalah sesungguhnya adalah sistemnya itu sendiri.
Apabila negeri ini masih menerapkan sistem kapitalisme sekularisme yang mementingkan untung dan rugi tanpa melihat hukumnya apakah halal atau haram, maka jangan heran dan kaget jika nanti akan ada kebijakan yang menyerupai investasi miras tersebut dengan hanya sedikit perubahan diksi atau bukan hal yang mustahil akan ada kebijakan yang lebih parah dari itu.
Dicabutnya lampiran investasi miras jangan sampai membuat kita merasa puas dan berhenti sampai disitu. Umat Islam harus berjuang menyadarkan seluruh elemen masyarakat tentang akar permasalahan yang sesungguhnya yaitu kapitalisme sekularisme. Karena apa yang diharamkan oleh syariat Islam seperti miras tidak akan pernah benar-benar musnah jika negeri ini masih mempertahankan sistem bobrok tersebut. Asas yang dipegangnya saja haruslah berstandar untung dan rugi, juga menafikkan peran agama di dalamnya. Jadi, jika di kemudian hari persoalan miras ini ternyata bisa mendongkrak perekonomian bangsa maka pasti akan diusulkan kembali topik terkait investasi miras ini.
Satu-satunya yang bisa menerapkan syariat Islam secara sempurna hanyalah sistem Islam itu sendiri,yakni Khilafah Islamiyah. Aturan Islam sempurna akan terealisasi apabila khilafah diterapkan. Dalam Islam tidak mengenal untung rugi. Yang ada hanyalah halal dan haram. Jika telah jelas keharamannya seperti miras, maka tidak ada diskusi lagi mengenai hal tersebut. Maka jelas bahwa umat Islam harusnya sadar bahwa hanya khilafah yang mampu memberantas persoalan minuman keras dan seluruh keharaman yang lainnya.