Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban)
MuslimahTimes.com – Istilah baru yang akan tren beberapa minggu ke depan adalah itinerary wisata. Ternyata artinya adalah rencana perjalanan dengan destinasi yang ditentukan dalam dua atau tiga hari, semacam paket wisata. Bisa jadi itu istilah lama yang penulis baru mengetahuinya hari ini. Tapi ternyata, istilah paket wisata itu berganti istilah, lebih keren dan menggelitik rasa ingin tahu. Mau tak mau pembaca kemudian meng-klik dan mulai membaca hingga tuntas.
Pada dasarnya, itinerary adalah daftar kegiatan serta estimasi bujet yang akan dikeluarkan saat perjalanan. Itinerary mencakup daftar destinasi, jadwal perhari, akomodasi, transportasi, sampai keperluan lain-lain seperti belanja oleh-oleh.
Kata pebisnis, jangan lewatkan kesempatan meski sedikit peluang. Terlebih di era pandemi memaksa setiap orang memutar otak untuk bisa seattle menghadapi gilasan ganas virus Corona yang mematikan.
Pariwisata memang kini menjadi bisnis andalan pemerintah selain UMKM, guna menggenjot perekonomian. Setiap kepala daerah berlomba menciptakan kreatifitas dalam aspek pariwisatanya. Mulai dari membuka lahan baru hingga menghidupkan tradisi lama meski berbau klenik sekalipun.
Sekularisme menciptakan etos kerja yang tak berbatas, alias bebas tanpa memandang berdampak positif atau negatif kepada rakyat. Asalkan kepentingan pemodal bisa lancar terpenuhi, sedangkan urusan rakyat kecil dipikirkan nanti, jika sempat.
Maka, apa yang kemudian digagas Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno dengan Mantan Menparekraf yang kini menjabat sebagai World Bank Managing Director of Development Policy and Partnerships Mari Elka Pangestu, yaitu membahas dan menjajaki kolaborasi pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia adalah bukti dari sekularisme pariwisata itu.
Menteri Sandiaga Uno menyinggung peran World Bank dalam pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif nasional, terutama fokus quality dan sustainable tourism. Dari semula kuantitas dan pariwisata massal ke arah peningkatan kualitas dengan pariwisata yang berkelanjutan.
Lebih lanjut Sandiaga menjelaskan pariwisata yang dimaksud adalah berbasis data mengenai lokasi alam, tidak merusak alam, tatanan sosial dan lainnya, sehingga tidak menimbulkan kerumunan. Seperti eco tourism, sport tourism, bersifat hibrid (campuran) dengan menggunakan teknologi platfom vitrual.
Inovasi ini butuh stimulus fiskal atau insentif untuk memperbaiki kawasan hingga akses menuju destinasi pariwisata. Sandiaga Uno sudah berkoordinasi dengan kementerian lainnya seperti Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Mochamad Basuki Hadimuljono, serta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir dan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dan berharap bisa terbit SKB demi terciptanya pariwisata berbasis berkelanjutan, aspek ekonomi digital dan kreatif yang dimaksud.
Yang terdekat, program cash transfer atau bantuan langsung tunai kepada para pekerja informal di sektor ini, yang diperkirakan ada 30 juta lebih lapangan pekerjaan yang nantinya bisa terselamatkan jika program-program inovatif ini bisa segera diterapkan (kominfo.go.id, 3/1/2021).
Semoga saja pariwisata dengan inovasi ini berjalan sesuai rencana, sebab tidak lagi berbasis kerumunan atau umum, melainkan wisata yang membidik pedalaman dan daerah pedesaan yang kaya akan kearifan lokal sehingga lebih privasi. Namun tetap saja, nafasnya adalah sekularisme yang itu mengusung kapitalisme.
Dalam Islam, pariwisata adalah kegiatan mentaddaburi ciptaan Allah untuk semakin mendekatkan kita kepada sang Pencipta sekaligus menguatkan ketakwaan. Oleh karena itu, harus bebas dari hadlarah maupun madaniyah khusus. Hadlarah adalah kumpulan pemahaman tentang kehidupan yang ada faktanya, bisa khusus dan umum. Jika menyangkut pemahaman selain Islam maka sifatnya khusus maka kita tak boleh mengambilnya, misalnya ideologi.
Sedangkan madaniyah adalah bentuk fisik yang dapat diindra manusia, inipun bisa berbentuk umum maupun khusus, jika hasil dari sains dan teknologi seperti kendaraan atau gadget maka boleh diambil, sebab tidak mengandung hadlarah manapun. Menjadi hancur dan berdampak negatif jika kemudian pariwisata diatur dengan asas sekularisme bahkan dengan menggandeng asing.
Akibatnya seluruh aktifitas kita didikte asing, tak mandiri bahkan cenderung dieksploitasi. Contoh nyata, pariwisata yang kemudian dikreasikan menjadi berkelanjutan dengan menggandeng World Bank yang menjamin 30 juta lapangan pekerjaan adalah sesuatu yang jauh panggang dari api bisa benar-benar terealisasi hingga mewujudkan kesejahteraan. Bisa jadi itu hanyalah Jebakan asing yang manis. Sebab hanya satu target mereka, yaitu mengambil sebanyak-banyaknya manfaat atas SDA dan SDM Indonesia, bukan untuk kita tapi kembali untuk lestarinya hegemoni mereka. Semestinya kita lebih waspada, hari ini agenda Barat tak sekadar itenerary wisata, namun bagian dari pelepasan fungsi negara meri’ayah rakyat, mengalihkannya pada pariwisata sedangkan apa yang menjadi hak rakyat secara hakiki dinikmati asing dengan leluasa. Wallahu a’lam Bish Showab.