Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban)
Muslimahtimes– Sejak peristiwa ghosting yang dilakukan Kaesang putra Sang Presiden Joko Widodo, kemudian beredar potret Kaesang bersama kekasih barunya, yakni seorang gadis berhijab yang diduga adalah pegawainya sendiri. Masyarakat pun makin kepo, mencoba menghubung-hubungkan berbagai peristiwa yang berkaitan mulai dari curcol Ibu Felisia Tissue mantan Kaesang hingga dugaan perselingkuhan yang dilakukan Kaesang, merembet kepada perselingkuhan pasangan lain yang berawal dari foto bertiga yang memang dalam mitos Jawa pamali untuk dilakukan. Karena entah mengapa pasti akan ada kejadian yang tak terduga.
Di antara mereka yang sukses “dibully” netizen adalah Nissa Sabyan, Ahok, dan Ahmad Dani. Bola panas bergulir makin kencang dengan pernyataan Mayangsari, menantu mendiang mantan Presiden Soeharto. Hal itu terjadi saat berbincang dengan Thomas Djorgi di YouTube , ia mengingatkan siapa pun pelaku selingkuh harus bertanggungjawab. “Tidak disarankan berselingkuh, setialah terhadap pasangan. Tapi kalaupun selingkuh, selingkuhlah yang bertanggungjwab,” kata Mayang. Bahkan dengan berani mengatakan bahwa selingkuh bagian dari iman.
Entahlah apa yang dimaksud, sebab selama ini yang penulis ketahui adalah kebersihan bagian dari iman. Atau mungkin yang dimaksud adalah kadar iman ketika selingkuh itu menurun. Bisa jadi, tapi menarik juga dikulik mengapa selingkuh makin marak dan menjadi gaya hidup.
Sebuah survei yang dilakukan JustDatting, sebuah aplikasi pencari teman kencan, di tahun 2017 menemukan Indonesia merupakan negara kedua di Asia paling banyak melakukan selingkuh. 40 persen lelaki dan perempuan di Indonesia pernah mengkhianati pasangannya.
Apabila dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, Thailand menempati posisi teratas dengan jumlah perselingkuhan terbanyak, dengan hasil 50 persen. Singapore dan Taiwan hanya 30 persen dan Malaysia mendapat predikat sebagai negara dengan penduduk yang paling setia dengan pasangannya karena hanya 20 persen yang nekat selingkuh.
Hasil survei ini juga menunjukkan bahwa perempuan di Indonesia lebih banyak yang melakukan perselingkuhan dibandingkan lelaki. Dengan angka presentase 60 persen
(Suara.com,02/12/ 2017).
Presentase ini membuat Indonesia makin mengenaskan. Sama-sama negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, namun mengapa Malaysia juara dan Indonesia hanya Runner up? Apakah Islam sudah tak ampuh mencegah perselingkuhan, padahal jelas di dalam Al-Qur’an, kitab pegangan kaum muslim banyak ditemukan ayat tentang haramnya perselingkuhan.
Menurut Dr. Jim Walkup, konselor pernikahan dan penulis buku A Marriage Counselor’s Secret To Making Your Marriage Sizzle, pasangan yang biasanya “selamat” dan berhasil menghindari perselingkuhan adalah mereka yang menyadari, mereka bisa kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Pasangan-pasangan ini menyadari, pernikahan bukanlah sesuatu yang abadi, dan bisa berakhir kapan saja, jika tidak dijaga dengan baik.
Selain itu, menurut Dr Walkup, kunci untuk mencegah perselingkuhan terjadi adalah dengan memahami, kenapa perselingkuhan sangat rentan terjadi. Menurutnya, ada lima alasan pasangan berselingkuh:
1. Pasangan Anda merasa Anda sudah tak peduli karena kewajiban sehari-hari sangat menyita perhatian yang berujung sibuk.
2. Kesempatan berujung peluang.
Menurut sebuah studi baru, “Lebih dari sepertiga (36 persen) pria dan 13 persen wanita mengatakan, mereka lemah terhadap godaan perjalanan dinas”. Sendirian di tempat asing, jauh dari pasangan, belum lagi ditambah godaan atau minuman beralkohol, bisa berujung pada perselingkuhan yang tidak direncanakan.
3. Selingkuh ada dalam riwayat keluarga, pernah orangtua dan generasi sebelumnya melakukan selingkuh.
4. Yakin tidak akan ketahuan.
Statistik mengungkapkan, 74 persen pria dan 68 wanita mengaku akan berselingkuh jika yakin tidak akan ketahuan. Dr Walkup mengatakan, zaman sekarang dengan segala kecanggihan teknologi yang ada, kemungkinan Anda tidak akan ketahuan berselingkuh sangatlah kecil.
5. Konsekuensi berselingkuh tidak pernah benar-benar terpikirkan.
Poin-poin di atas memang betul menjadi penyebab maraknya perselingkuhan, terlebih dengan kecanggihan teknologi, tak perlu bertemu fisik namun dengan media sosial yang mereka miliki banyak yang menawarkan saling melihat foto atau video berbau pornografi dan saling melempar kata tak senonoh dan erotis. Hanya satu akar persoalannya, yaitu sekuralisme yang menjadi asas pengaturan kehidupan manusia hari ini.
Bagaimanapun rasa suka dan cinta adalah fitrah dari Allah, karena tabiat manusia yang lemah terkadang bertindak hanya memperturutkan hawa nafsu maka Allah Swt menciptakan sekaligus aturannya . Semua itu agar manusia tak terjebak dalam dosa namun menjadi sejahtera.
Lagi-lagi manusia memang sulit diatur, maunya bahagia terus- menerus dengan memberikan kenikmatan sebesar-besarnya kepada jasadiyahnya. Bahkan mengupayakan sebab-sebab ia bisa memenuhi semua yang jasadiyahnya inginkan. Entah halal atau haram bukan lagi menjadi pertimbangan.
Sekularisme pula yang menyebabkan kesadaran hubungan dengan Allah Swt berkurang bahkan hilang, disebutkan di salah satu poin di atas bahwa ecanggihan teknologi turut mempermudah perselingkuhan itu, karena tak mudah diketahui. Putus sudah urat malunya, bahkan tak bisa berpikir sehat apa kelak akibat dari perbuatannya baik dunia maupun akhirat.
Teknologi yang sejatinya untuk mempermudah manusia memenuhi kebutuhannya, namun karena digunakan dengan asas sekularisme malah menjadi senjata makan tuan. Negara pun mandul, UU ITE yang diterbitkan pada praktiknya menjadi kebijakan lentur yang mudah didefinisikan oleh siapa saja. Mereka-mereka yang menyerukan untuk kembali kepada syariat Allah guna menebas habis perselingkuhan dan perzinahan, justru masuk delik dalam UU ITE tersebut, ironi! Padahal semua pejabat negara itu ketika dilantik disumpah dengan Al-Qur’an, artinya akan menjalankan tugas berdasarkan pada keimanannya, Islam.
Negara juga turut andil dalam menyebarkan mudharat ini kepada rakyatnya. Sebelum putra presiden yang melanggar hukum syara dengan kegiatan pacarannya, para pejabatnya baik tingkat provisi, kabupaten hingga desa pun sudah lebih dulu melakukan. Tak ada sanksi tegas guna memutuskan perkara ini, sehingga justru selingkuh makin marak, menjadi permainan bahkan komoditas. Asas manfaat begitu kental. Semua diukur diri sendiri tanpa peduli bahwa ia adalah bagian dari umat.
Jika bukan kita lantas siapa yang peduli? Mengubah masyarakat berikut pemahaman, pemikiran dan peraturan yang bertentangan dengan Islam. Sebab ketika selingkuh merajalela, kesempitan hidup itu makin menyiksa. Harus ada upaya edukasi kepada masyarakat bahwa kemuliaan hidup adalah ketika terikat, tunduk dan patuh kepada syariat Allah, bukan mengikuti perilaku di luar Islam. Wallahu a’ lam bish showab.