Oleh. Sri Astuti, Am.Keb (Aktivis Muslimah Peduli Negeri)
Muslimahtimes.com – Atmosfer perpolitikan di Indonesia akhir-akhir ini terasa panas. Menjelang pemilu di tahun 2024 berbagai strategi dilakukan agar masing-masing partai dapat menguasai suara rakyat. Drama pun mencuat, mulai dari kisruh internal yang terjadi di beberapa partai politik hingga desas-desus amandemen UUD 1945 terkait aturan masa jabatan pemimpin negara.
Dilansir dari KOMPAS.com, (15/3/2021), tokoh politik, Amien Rais menduga, rencana amandemen UUD 1945 dengan mengadakan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). UUD 1945 telah menetapkan bahwa batas maksimal jabatan seorang pemimpin negara tidak boleh lebih dari dua periode. Adapun isi dari pasal 7 UUD 1945 amandemen pertama 19 Oktober 1999, “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya satu untuk satu kali masa jabatan.”
Akan tetapi, dugaan itu dibantah oleh Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Ali Mochtar Ngabalin. “Hingga saat di Istana Kepresidenan tak ada pembahasan soal masa jabatan Presiden Jokowi selama tiga periode,” (KOMPAS.com, 15/3/2021)
//Demokrasi Berikan Kebebasan//
Demokrasi merupakan sistem politik kapitalisme yang memiliki asas sekularisme.
Masyarakat lebih mengenalnya dengan slogan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Menjadikan suara mayoritas sebagai acuan dalam menentukan siapa yang berhak memimpin negara, sehingga berbagai upaya pun dilakukan guna menguasai suara mayoritas.
Sayangnya, selama beberapa kali pergantian sosok pemimpin yang telah dipilih dari suara mayoritas tak juga menghasilkan kehidupan yang lebih baik. Hak-hak rakyat seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, dll menjadi sesuatu yang mahal dan tak terjangkau sebagian kalangan.
Pergantian sosok pemimpin tak juga bisa membebaskan negara dari berbagai intervensi asing, berupa utang dan impor yang semakin bebas masuk ke dalam negeri. Oleh karena itu, demokrasi yang selama ini diterapkan dalam sistem perpolitikan kapitalisme tak akan memberikan solusi untuk mengatasi berbagai persoalan yang saat ini sedang terjadi.
Pergantian pemimpin bukan solusi dari persoalan yang ada. Sebab, sistem kapitalisme hanya menimbulkan persoalan baru. Ditambah dengan pengaruh liberalisasi sehingga membuka peluang kebebasan dalam bertingkah laku, perpendapat, berkepemilikan, dll. Maka, pergantian sosok pemimpin harus juga diimbangi dengan pergantian sistem, yakni sistem yang terbukti secara empiris dan historis mampu mewujudkan kesejahteraan selama 1300 tahun, yaitu sistem khilafah sesuai manhaj kenabian.
//Perubahan Secara Sistemik//
Khilafah merupakan kepemimpinan umum bagi kaum muslim di seluruh dunia, yang akan mengurusi seluruh urusan umat. Sosok pemimpin yang disebut sebagai khalifah, harus didukung dengan sistem khilafah.
Akidah Islam menjadi dasar dari berbagai kebijakan yang ditetapkan menjadi kunci kejayaan sistem khilafah dalam memimpin dunia. Seluruh aturan bersumber pada Al-Qur’an dan hadis, sehingga tak ada kebebasan yang mengikuti hawa nafsu.
Sejatinya konsekuensi keimanan seorang mukmin adalah tunduk pada syariat-Nya secara totalitas, tak boleh pilih-pilih. Sebagaimana Allah Swt. berfirman, “Barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-oang yang kafir.” (QS. Al Maidah : 44)
Kaum muslim harus memahami solusi dari berbagai persoalan yang terjadi di Indonesia, bukan terletak berapa lama seorang pemimpin menjabat atau bukan berapa kali berganti sosok pemimpin. Akan tetapi, solusi harus sampai menyentuh pada persoalan sistemik.
//Tegakkan Khilafah//
Maka, penerapan sistem khilafah yang mengikuti manhaj kenabian menjadi hal yang sangat penting. Membuang sistem kapitalisme-demokrasi di tengah-tengah kehidupan kaum muslim, baik yang berada di Indonesia maupun di negeri-negeri kaum muslim di seluruh dunia.