Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
MuslimahTimes.com – Salah satu jaring pengaman perekonomian yang dicanangkan pemerintah adalah kartu prakerja. Dan ternyata, hingga hari ini belum juga mampu mengentaskan kemiskinan, terutama mereka yang terdampak pandemi Covid-19. Sebab, kartu prakerja ternyata hanya berisi serangkaian modul pelatihan yang masyarakat umum bisa mengaksesnya, tanpa menggunakan kartu prakerja, gratis pula.
Yang dibutuhkan masyarakat adalah modal kerja. Bukan sekadar pelatihan. Sebab, ketika pelatihan usai, alumni penerima kartu prakerja masih menganggur sebab tak bisa bekerja atau mengaplikasikan pelatihan online yang dia dapatkan karena kendala modal.
Dilansir dari detiknews. Com, 21 Maret 2021, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rudy Salahuddin mengatakan Tim Pelaksana Kartu Prakerja mengapresiasi kebijakan pemberian KUR kepada Alumni Kartu Prakerja yang terkena PHK ini karena juga mendukung pertumbuhan dari Program Kartu Prakerja ke depannya.
“Acara ini menjadi program keberlanjutan bagi teman-teman yang sudah menjadi alumni Kartu Prakerja yang saat ini berwirausaha dan ingin naik kelas, bukan hanya ke kelas mikro tetapi juga ke kelas kecil dan menengah,” katanya (detikNews.com,21/3/2021).
Benarkah tambahan modal yang dimaksud ini benar-benar mampu menumbuhkan perekonomian dan menyelamatkan mereka yang terdampak pandemi? Kita harus menggali lebih dalam fakta KUR itu sendiri.
Modal Usaha berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disediakan untuk tambahan modal ini senilai Rp 10 Juta. Ada harapan pemerintah, program ini dapat membantu pertumbuhan wirausaha nasional sehingga mencapai target yang dicanangkan dalam RPJMN tahun 2020-2024 yaitu rasio kewirausahaan nasional sebesar 3,9%; dan pertumbuhan wirausaha baru sebesar 4% pada tahun 2024.
Asisten Deputi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Kewirausahaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Chairul Saleh mengatakan, tidak semua alumni penerima kartu prakerja bisa mengakses KUR ini, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelumnya. Syarat tersebut juga sudah diatur dalam Permenko Nomor 15 Tahun 2020 tentang Perubahan Permenko Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
Ada empat syarat, dua di antaranya adalah pelaku usaha mikro dan belum pernah menerima KUR. Semakin jelas menunjukkan ini adalah kredit, bukan modal yang diberikan tapi dipinjamkan. Penerima KUR harus mencicilnya begitu usahanya berjalan.
Terbukti juga adanya analisa kelayakan terhadap calon debitur sesuai ketentuan perbankan yang berlaku. Atau yang disebut harus sesuai kriteria dari sisi prudential dan governance perbankan terkait tingkat kelayakan penyaluran kredit.
Lantas di mana letak jaminan negara atas kesejahteraan rakyat? Jika yang terjadi adalah negara hanyalah fasilitator penyaluran kredit dari Bank kepada nasabahnya. Pengantar rakyat untuk ambil kredit beriba dan di sisi lain melancarkan cash flow bank karena perputaran investasi baru. Dengannya, bank akan bisa membayar “kewajibannya” kepada nasabah yang uangnya disalurkan dengan akad investasi.
Sungguh jahat dan tak manusiawi bukan? Alih-alih membantu rakyat memajukan perekonomiannya, namun ujungnya tetaplah manfaat, RPJM hanyalah kedok pemerintah dalam melayani kapitalis. Di dalamnya berisi serangkaian investasi yang ditanamkan para pemilik modal, adakah hubungannya dengan kewirausahaan? Ya, dari sisi permodalan.
Kapitalis akan selalu mengarahkan bisnis kepada riba, sebab asas yang dibangun adalah manfaat, jika menolong pun harus ada imbalannya. Maka demikianlah yang terjadi, sebab negara mengambil sistem ini, maka perannya bukan periayah (pengurus) rakyat.
Bagaimana Islam mampu menyelesaikan persoalan perekonomian ini?
Syariat sebagai hukum positif Daulah, memberikan jaminan bagi rakyatnya baik Muslim maupun Dzimmi untuk mendapatkan pekerjaan. Melalui dua mekanisme, langsung dan tidak langsung.
Pertama, mekanisme langsung. Negara akan membuka lapangan pekerjaan, memberikan bantuan modal berupa barang bergerak maupun tidak bergerak, statusnya sebagai pemberian negara dan bukan pinjaman. Negara juga akan memberikan penyuluhan dan edukasi terkait beberapa aspek seperti misalnya pertanian dengan menggaji tenaga ahli.
Kedua, mekanisme tak langsung. Negara bertindak sebagai wakalah (wakil) bagi rakyat untuk mengelola sumber daya alam (SDA) yang menjadi kepemilikan umum dan negara. Hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat, baik dalam bentuk zatnya, misal BBM dan dalam bentuk pembiayaan seluruh kewajiban yang harus ditunaikan negara, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Baik itu berupa infrastruktur umum, sarana dan prasarana yang mendukung aspek-aspek yang berkaitan dengan kebutuhan rakyat.
Negara hadir secara riil, memastikan maslahat bagi seluruh rakyat , menghadapi seluruh ancaman, baik dalam dan luar negeri, sehingga kesejahteraan akan terwujud. Kunci perekonomian dalam Islam adalah bisnisnya riil, tanpa bunga dan standar perbuatan adalah halal dan haram. Selain itu, Baitul Mal sangat berperan penting, kantong belanja negara ini memiliki pos-pos yang baku, terdiri dari pendapatan dan pengeluaran. Semua rinciannya diatur syariat.
Saat menginginkan perubahan terbaik, kiranya kita harus memusatkan perhatian pada satu hal, yaitu kembali kepada pengaturan Al -Muddabir, Allah Swt. Wallahu a’ lam bish showab.