Oleh. Eri
(Pemerhati Masyarakat)
Muslimahtimes– Ramadan tinggal menghitung hari. Semua orang mempersiapkan diri baik fisik maupun batin untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Selain keberkahan yang dinanti, biasanya Ramadan selalu mempunyai kekhasan tersendiri dari bulan-bulan lainnya. Mulai aktivitas bangun malam untuk sahur sampai makanan khas berbuka yang jarang kita temui.
Selain aktivitas tersebut, Ramadan selalu punya cerita lain yang unik. Masyarakat sudah hafal dengan tradisi di bulan suci ini, mulai bahan pangan yang selalu naik sampai banyaknya pengemis di setiap tempat keramaian ibukota.
Suku Dinas Sosial Jakarta Pusat akan mengantisipasi penyandang masalah kesejahteraan sosial atau PMKS seperti gelandangan, pengemis hingga pengamen pendatang dari luar Jakarta menjelang bulan Ramadan. ‘Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Pusat, Ngapuli Paranginangin mengatakan bahwa menjelang bulan Ramadan, biasanya jumlah gelandangan di Jakarta Pusat mengalami peningkatan’. (suara.com 27/3/21)
Biaya hidup yang tinggi, pendidikan yang rendah, sulitnya mencari pekerjaan, tidak ada keterampilan menyebabkan sebagian orang memilih untuk menjadi pengemis. Namun, ada juga alasan lainnya yaitu faktor lingkungan, yakni terinspirasi dari banyaknya contoh pengemis yang mereka lihat dengan mudah meraup rupiah dan tergiur dengan hasil yang besar, terutama di bulan Ramadhan. Maka akan banyak pengemis dadakan yang mengharapkan sedekah dari orang-orang yang ingin beramal.
Ironis, untuk mengatasi lonjakan pengemis, pemerintah hanya memberikan sanksi tanpa melihat akar permasalahannya. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Arifin mengingatkan warga soal larangan memberikan uang kepada pengemis hingga pengamen. “Orang yang memberikan uang kepada pengemis itu bisa dikenakan sanksi di dalam peraturan daerah,” kata Arifin, Sabtu (27/3/2021), seperti dilansir Tribun Jakarta. (kompas.com 28/3/21)
Sanksi yang diterapkan tidak relevan, mengingat mereka tidak mampu membayar dendanya. Pengemis, pengamen, gelendangan dan sebagainya, dianggap memberikan dampak buruk, seperti masalah kebersihan kota, ketertiban umum, mengganggu kenyamanan dan stabilitas keamanan masyarakat. Maka, tak heran solusi pragmatis lebih disukai untuk menyelesaikan masalah sosial masyarakat.
Kemiskinan yang menimpa masyarakat, memiliki akar masalah yang kompleks. Miskin bukan karena mereka tidak ingin berusaha. Justru, kemiskinan yang melanda sebagian besar masyarakat karena sistem rusak dan kufur yang memiskinkan mereka. Melalui kebijakan zalim, penguasa selalu mempermudah para kapital, sedangkan rakyat dipersulit.
Masyarakat sulit untuk memenuhi kehidupannya secara layak. Biaya sekolah yang tinggi, harga bahan pokok kian mahal, subsidi listrik dan BMM yang dicabut, bahkan angsuran BPJS terus naik di saat pandemi. Tak ada yang gratis, kalaupun ada masyarakat harus melewati aturan yang berbelit. Nampak jelas, pemerintah dengan sistem kapitalis demokrasi telah gagal mewujudkan kesejahteraan dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyat.
Inilah akar permasalahan dari kemiskinan yang harus diselesaikan secara tuntas. Bila kemiskinan terjadi akibat sistem kapitalis, masih berharapkah kita terhadap sistem kapitalis menuntaskan kemiskinan? Lantas, bagaimana dengan Islam menyelesaikan masalah kemiskinan?
Islam hadir dengan sempurna dari Sang Pencipta, Allah Azza wa Jalla. Islam sangat terperinci mengatur pemasukan dan pengeluaran harta rakyat, berbeda jauh dengan sistem pemerintahan demokrasi. Sistem pemerintah Islam memisahkan kepemilikan dalam tiga aspek, yaitu pribadi, umum, dan negara.
Terutama sumber-sumber pemasukan dari kepemilikan negara, wajib didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat (pangan, sandang, papan). Termasuk mendistribusikan kekayaan individu di tengah-tengah masyarakat. Salah satu contohnya negara bisa memberikan sebidang tanah, baik berasal dari milik negara atau individu yang ditelantarkan untuk diambil manfaatnya atau dikelola. Syariat Islam tidak hanya mendistribusikan harta tetapi juga menciptakan produktivitas.
Negara akan menjamin kebutuhan pokok berdasarkan syariat Islam. Negara wajib menciptakan mekanisme pasar, dengan mengantisipasi kelangkaan barang sampai lonjakan harga bahan pangan. Serta memenuhi kebutuhan lainnya, seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan. Selain itu, menyediakan lapangan kerja bagi rakyat terutama laki-laki sebagai tulang punggung keluarga.
Pemerintah perlu menjaga keimanan setiap individu masyarakat, menjauhkan dari sifat meminta-minta kepada manusia. Untuk itu dibangun kontrol sosial agar masyarakat lebih peduli terhadap sekitarnya yang kesulitan ekonomi.
Seperti kisah laki-laki Anshor yang mendatangi Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam untuk meminta-minta. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menyuruh laki-laki tersebut menjual barang yang ia miliki. Salah seorang sahabat membelinya dan laki-laki Anshar tersebut memiliki dua dirham.
“Belikanlah yang satu dirham makanan, lalu berikan kepada keluargamu. Lalu belikanlah satu dirham yang lain sebuah kapak, lalu bawakan kepadaku,” perintah Rasul sambil menyerahkan dua dirham kepada lelaki peminta dari Anshar. (Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam, Raghib As-Sirjani, 2011)
“Pergilah, cari kayu bakar dan juallah. Dan aku tidak ingin melihatmu selama 15 hari,” perintah Rasul. Setelah 15 hari berlalu, ia baru menemui Rasul dengan membawa uang 10 dirham dari hasil penjualan kayu bakar. Rasul berkata, “ Ini lebih baik untukmu dari pada engkau datang meminta-minta.”
Begitulah sikap pemimpin terhadap permasalahan rakyatnya. Langsung menyelesaikan secara tuntas dalam memenuhi kebutuhan dasar dan memberikan pekerjaan. Kontrol sosial juga berperan penting menggerakkan masyarakat memperhatikan lingkungan sekitar dan menciptakan kepedulian terhadap sesama.
Demikianlah, Islam mengatur secara rinci dan menyelesaikan permasalahan rakyat. Saatnya sistem kufur diganti dengan sistem kehidupan yang menjamin kesejahteraan. Mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dalam sistem Islam yang diterapkan melalui bingkai Khilafah.
Waallahu a’lam bis shawwab.