Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)
Muslimahtimes– Tak lama lagi kaum muslimin di seluruh dunia akan menghadapi bulan penuh keberkahan, rahmat, dan ampunan. Ya, Ramadan akan datang menyapa. Suasana religius pun otomatis akan tercipta di bulan tersebut seiring dengan meningkatnya kuantitas ibadah-ibadah mahdhah di bulan tersebut.
Ramadan memang istimewa, siangnya diisi dengan shaum dan malamnya diisi dengan salat Tarawih. Belum lagi tilawah Al-Quran pasti membasahi lisan tiap muslim, berlomba mengkhatamkan sebelum tiba hari raya. Ya, apa yang hendak dicapai kalau bukan takwa? Sebab memang itulah tujuan akhir dari ibadah di bulan Ramadan, yakni menjadi pribadi yang bertakwa.
Allah Swt berfirman:
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (TQS.Al-Baqarah:183)
Seiring dengan itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merilis surat edaran pada 17 Maret lalu. Isinya tentang pengetatan tayangan televisi selama bulan Ramadan 2021. Sebagaimana dilansir oleh Pikiranrakyat.com (24-03-2021) bahwa lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya.
Tak hanya itu, KPI juga mengimbau agar selama bulan Ramadan tidak menayangkan acara yang mengeskploitasi konflik, bincang-bincang soal ranah privat individu, misalnya seks. Serta tidak boleh menayangkan hal-hal yang melanggar norma kesusilaan dan kesopanan.
Secara rinci disebutkan dalam surat edaran tersebut beberapa ketentuan mengenai tayangan televisi selama Ramadan, di antaranya harus lebih memperhatikan busana yang dikenakan oleh host/presenter maupun pengisi acara. Tidak boleh busana yang mengumbar aurat agar tidak merusak suasana di bulan suci. Lebih banyak menayangkan konten dakwah. Serta tidak menyampaikan kata-kata kasar, makian, hinaan, maupun cabul.
Apa yang dilalukan oleh KPI layak kita apresiasi. Karena sejatinya memang suasana seperti itulah yang layak diwujudkan, yakni suasana islami, jauh dari segala bentuk kemaksiatan.
Namun satu hal yang perlu menjadi perhatian, yakni semestinya hal pengetatan tayangan televisi tersebut tak hanya dilakukan di bulan Ramadan saja, melainkan di setiap bulan lainnya. Sebab sudah jelas bahwa hal-hal yang tertuang dalam surat edaran KPI adalah ketentuan yang membawa pada kebaikan bagi masyarakat. Contohnya saja soal tayangan yang mengandung LGBT, jelas hal tersebut dilarang dalam Islam. LGBT sendiri merupakan orientasi seks menyimpang yang haram hukumnya dalam pandangan Islam. Begitu juga hal-hal yang membawa pada kesyirikan jelas haram hukumnya, tak boleh dikomersilkan atas nama hiburan. Karena hal itu akan merusak akidah umat.
Begitupun soal ketentuan berbusana yang sopan bagi host/presenter maupun pengisi acara. Jelas seharusnya memang begitu. Dalam ajaran Islam, setiap muslimah memang wajib menutup auratnya secara sempurna. Karena seluruh tubuh perempuan adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangan sampai pergelangan. Perintah itu adalah sebuah kewajiban, bukan pilihan. Maka, siapa saja muslimah yang tidak menutup auratnya, dia berdosa. Begitupun dengan laki-laki, ada aurat yang harus ditutupi, yakni dari pusar sampai lutut. Oleh karena itu, sudah selayaknya setiap orang menjalankan ketetapan syariat tersebut dalam kehidupan sehari-harinya, bukan hanya di bulan Ramadan.
Namun, tentu saja hal tersebut tak akan pernah bisa terealisasi selama sistem yang diadopsi negeri ini adalah sistem sekuler, yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Aturan yang berasal dari agama tentu tak boleh menjadi aturan baku bagi negara karena menyalahi prinsip sekularisme itu sendiri. Tak hanya itu, ada paham liberalisme yang kelak akan tertabrak, jika aturan Islam dijadikan standar dalam berperilaku.
Dengan demikian, kita membutuhkan payung bagi terciptanya ketakwaan hakiki di tubuh umat. Ya, harus ada institusi Islam yang menaungi penerapan syariat Islam secara kafah dalam kehidupan. Karena hanya dengan keberadaan institusi itulah penerapan aturan Islam secara kafah dapat terwujud. Kemudian, dengan itulah kelak akan tercipta kehidupan yang beradab dan berselimutkan kemuliaan. Wallahu’alam bi shawab.