Oleh. Mariyam Sundari
Muslimahtimes.com – Saat duduk di bangku kuliah beberapa tahun silam aku membaca sebuah hadits riwayat Abu Dawud yang diriwayatkan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan ra, yang maknanya berisi tentang 73 golongan yang terpecah dalam Islam. Namun, hanya satu golongan yang selamat yaitu ‘waljamaah’. Aku pun ingin menjadi bagian dari golongan itu.
Berawal dari perjalanan hidup, aku terlahir dalam keadaan muslim karena memang kedua orang tuaku juga muslim. Sejak kecil aku diajarkan salat 5 waktu, puasa senin kamis dan puasa Ramadan. Aku juga diajarkan mengaji hingga akhirnya aku mampu mengkhatamkan Al-Qur’an pada usia 8 tahun. Namun semua tidak terhenti sampai di situ, pada usia remaja aku disibukkan dengan kegiatan remaja masjid, menjadi guru Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) di beberapa masjid dan menjadi pengurus Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Sumatra Selatan. Karena memang tempat tinggalku saat itu di Kota Pempek, yaitu Palembang. Kegiatan ini berjalan hingga aku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai tamat sekolah.
Seiring berjalannya waktu aku meneruskan sekolah di bangku kuliah. Karena kesibukanku belajar dan berorganisasi di kampus, aku tidak sempat untuk mengajar lagi menjadi guru TPA dan pengurus BKPRMI, sehingga kegiatan ini digantikan oleh pengurus lain. Menjadi mahasiswi banyak sekali kegiatan yang aku ikuti di kampus, mungkin bisa dikatakan aku mahasiswi paling aktif dalam berorganisasi, sampai-sampai pernah dijuluki permata kampus bahkan pernah meraih mahasiswi berprestasi di kampus.
Sampai pada suatu hari aku membaca satu hadits tentang golongan yang selamat
di perpustakaan kampus. Hadits itu berbunyi, ‘Diriwayatkan dari sahabat Muawiyah bin Abi Sufyan ra, beliau menceritakan’, yang artinya: “Ketahuilah, ketika sedang bersama kami Rasulullah Saw bersabda, “Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahli kitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan dan umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga, yaitu Al jamaah.” (HR. Abu Dawud no. 4597, dinilai hasan oleh Al-Albani).
Membaca hadits ini aku termenung sejenak, mengingat dalam Islam banyak sekali golongan atau kelompok yang mengaku sebagai Ahlusunah Waljamaah bahkan banyak sekali bermunculan aliran-aliran yang dikatakan sesat.
Sebagai seorang muslim aku belum mempunyai pendirian yang tepat dalam memilih suatu jamaah di kalangan Islam untuk dibina serta meneruskan perjuangan Rasulullah Saw. Organisasi kampus yang aku ikuti hanya sebatas organisasi di dalam kampus semata, selepas dari kampus tidak ada kegiatan berlanjut.
Akhirnya aku memutuskan untuk mencari satu golongan yang selamat menurut hadits Rasulullah Saw. Hal ini diawali dengan bertemu teman di salah satu organisasi kampus, sebut saja Indah, dia mengajakku untuk bergabung dalam suatu organisasi Islam sebut saja organisasi X.
//Awal Mula Memasuki Beberapa Organisasi atau Kelompok//
Sebagai individu baru organisasi X, aku dibina oleh para kader-kader senior perempuan, banyak sekali kegiatan yang harus aku ikuti baik itu kajian dakwah Islam, Bahasa Arab, mengkaji Al-Qur’an, sampai bidang politik pun diajarkan. Hingga akhirnya kader-kader hasil binaan yang sudah mempunyai jabatan diminta untuk menjadi pemimpin-pemimpin di pemerintahan yang akan mewakili organisasi itu, baik laki-laki maupun perempuan.
Entah mengapa aku berpikir kenapa perempuan harus maju sebagai pemimpin selagi masih ada laki-laki yang bisa memenuhi syarat sebagai pemimpin rakyat apakah dalam Islam hal ini dibenarkan? Hingga aku bertanya kepada salah satu kader senior perempuan, tapi aku tetap tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan akal.
Dalam waktu beberapa bulan saja aku dibina dalam organisasi tersebut aku merasa tidak nyaman dengan keadaan, akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari jamaah organisasi itu.
Begitu selanjutnya aku pernah memasuki suatu jamaah yang menurutku itu adalah kelompok yang selama ini aku cari lewat teman kampus, sebut saja Yuyun, yang saat itu penampilannya berubah mendadak memakai cadar.
Setelah berbincang tanpa rasa ragu aku memutuskan untuk ikut jamaah temanku itu, satu minggu sekali aku aktif mengikuti kajiannya yaitu membahas tafsir hadits, bahasa arab, dan tanya jawab seputar masalah kehidupan sehari-hari.
Hingga suatu hari aku berkunjung kepada salah satu teman yang aku kenal dalam jamaah itu, dengan niatan membeli buku dan herbal. Setelah membeli buku, temanku berpesan supaya jangan membaca buku lain selain buku jamaah mereka dan aku melihat temanku sangat menutup diri terhadap tetangga di sekitar tempat tinggalnya. Aku merasa tidak nyaman dengan hal itu hingga akhirnya aku putuskan untuk keluar dari jamaah itu. Setelah keluar aku seperti tidak disukai oleh mereka, teman yang tadinya merangkul kini menghindar jauh.
//Menemukan Jamaah yang Tepat//
Setelah wisuda aku melanjutkan belajar bahasa Arab di Ma’had Saad bin Abi Waqas Palembang, di sinilah aku bertemu dengan teman satu kelas, sebut saja Siti orang nya lugu berdarah Jawa. Suatu hari Siti mengajakku berbincang dia menjelaskan tentang fakta keadaan negara, ekonomi, sosial, pendidikan dan masyarakat yang dikatakan sedang sakit saat ini. Penjelasannya begitu nyata sesuai fakta dan keadaan serta memuaskan akal dan aku tidak menyangka di balik keluguan temanku yang hanya lulusan SMA itu dia mampu menjelaskan problema kehidupan secara detail, bertahun-tahun aku kuliah aku tidak pernah diajarkan hal-hal seperti itu, hingga aku penasaran kajian apa yang dia ikuti.
Akhirnya aku ikuti arahannya aku dibina dalam pengajian umum, yang mulanya membahas tentang ‘Jilbab dan kerudung’. Inilah jamaah yang aku cari selama ini yang mengajarkan Islam secara menyeluruh. Aku diajarkan bahwa Islam itu tidak hanya sekadar ritual semata tetapi juga mencakup dalam segala bidang dalam suatu negara baik itu bidang sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan lain-lain.
Dari kisah pengalaman ini, aku ingin berpesan kepada sahabat semua bahwa, dalam memilih suatu jamaah sebaiknya harus dilihat dulu ide, pemikiran dan konsep yang ada di dalamnya yaitu berupa akidah syariah kemudian diterapkan sesuai syariat tidak menyimpang dari ajaran Islam.
Wallahualam bishowab.