Oleh: Ragil Rahayu, SE
Muslimahtimes.com – Alhamdulillah, bulan Ramadan akan segera tiba. Tamu Agung nan dinanti telah “tercium harum aromanya”. Ramadan ini ibarat penghibur hati dan pelipur lara bagi kaum muslimin.
Betapa tidak, di tengah pandemi yang tak kunjung berujung, di dalam kondisi ekonomi yang lunglai, Ramadan datang membawa rahmat dan ampunan Allah Swt. Ini seperti ketika Sayyidah Fathimah radhiyallahu anha dan Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhahu mengadu tentang beratnya kehidupan mereka pada Rasulullah saw. Sang Rasul Mulia tidak memberi mereka pelayan yang diminta, tapi mengajarkan mereka zikir untuk dibaca tiap malam.
Demikianlah seorang muslim. Ketika ujian hidup begitu berat, mendekat kepada Ilahi adalah pusat dari segala solusi.
Apalagi yang dibutuhkan seorang muslim, jika dia telah “punya” Allah Swt? Dialah Rabb yang memberikan penyakit dan sekaligus obatnya, dia pula yang memberikan ujian dan sekaligus penyelesaiannya. Aduhai, adakah yang lebih membahagiakan hati selain ini?
Ramadan, Ramadan, Ramadan, mendengar namanya saja kita gembira. Setiap mukmin pasti gembira menyambut bulan mulia ini, hatta dia anak kecil sekalipun. Tengoklah, ketika Ramadan masjid menjadi semarak. Aneka kegiatan digelar, dari tarawih hingga tadarus. Bahkan karpetnya pun dicuci hingga wangi.
Tak hanya di masjid, rumah-rumah pun semarak dengan tilawah. Juga ibu-ibu yang membujuk anaknya agar kuat latihan puasa. Tak lupa harum masakan yang semerbak setiap jelang berbuka. Bahkan televisi pun lebih menyejukkan mata. Aurat dijaga, ucapan pun dipikirkan terlebih dulu. Tayangan islami saling berlomba memberi inspirasi. Andai Ramadan hadir sepanjang tahun…
//Takut Bermaksiat//
Hikmah puasa adalah mewujudkan takwa. Bukan takwa sementara (selama Ramadan saja), tapi takwa yang sebenarnya (sepanjang masa).
Kalimat (لعلكم تتقون) pada QS Al Baqarah: 183 menunjukkan hikmah dari ibadah shaum yakni untuk mewujudkan ketakwaan. Ditandai oleh keberadaan huruf la’alla yang dinilai Syaikh Atha bin Khalil sebagai petunjuk “hikmah”.
Seperti apakah takwa itu? Sebagian Sahabat menggambarkan takwa sebagai berikut:
الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والاستعداد ليوم الرحيل
“Rasa takut terhadap al-Jalîl (Allah Yang Maha Mulia), beramal dengan al-Tanzîl (al-Qur’an al-Karîm) dan mempersiapkan diri untuk Yawm al-Rahîl (akhirat).”
Rasa takut terhadap siksa Allah diwujudkan dalam ketaatan demi mengharap keridaan-Nya. Namun ketaatan tak mungkin terwujud kecuali dengan menunaikan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi apa yang Allah larang, dimana itu semua hakikatnya merupakan bekal untuk menapaki Hari Perjumpaan. Hal ini terwujud dengan menerapkan Al-Qur’an dan al-Sunah dalam kehidupan (media umat, 21/5/2018).
Imam ath-Thabari, saat menafsirkan QS Al Baqarah: 183, antara lain mengutip Al-Hasan yang menyatakan, “Orang-orang bertakwa adalah mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang telah Allah haramkan atas diri mereka dan melaksanakan perkara apa saja yang telah Allah titahkan atas diri mereka.” (Lihat: Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan li Ta’wil al-Qur’an, I/232-233).
Umar bin Abdul Aziz pernah mengatakan bahwa takwa kepada Allah bukan ditandai oleh seringnya puasa di siang hari dan seringnya salat malam atau kedua-duanya. Akan tetapi, takwa kepada Allah adalah meninggalkan apa saja yang Allah haramkan dan melaksanakan apa saja yang Allah wajibkan.
Sekularisasi Ramadan
Siapakah yang wajib bertakwa? Saat ini, dalam kehidupan yang sekuler, takwa telah dikerdilkan hanya dalam urusan ibadah ruhiyah yang bersifat personal. Sementara aspek publik seperti politik, ekonomi, hukum, dan lain-lain diatur dengan hukum kufur buatan manusia. Orang-orang yang ingin bertakwa dalam aspek publik justru dituding intoleran, radikal, dan bahkan dianggap kriminal.
Sebagai contoh pegiat dinar dirham yang ditangkap penguasa. Juga larangan banyak-banyak mengajarkan akidah dan syariah, karena dianggap bisa memicu radikalisme. Mendakwahkan Khilafah pun dianggap kriminal, padahal Khilafah adalah ajaran Islam.
Di sisi lain, koruptor melenggang bebas. Para mafia pemburu rente berpesta pora di atas impor pangan yang sangat merugikan petani. Hukum jungkir balik, yang salah dilindungi, sementara ulama dipersekusi.
Ini semua adalah kemaksiatan. Dan semua kemaksiatan ini terus terjadi meski bulan Ramadan. Bulan suci telah disekularisasi. Jauh dari taat, jauh dari takwa. Yang ada adalah pengabaian aturan agama.
Sungguh, kita butuh Islam kafah. Agar kemuliaan Ramadan tidak terkotori. Agar aturan Ilahi terterapkan di muka bumi. Hingga terwujud ketakwaan hakiki. Satu-satunya yang bisa mewujudkan Islam kafah adalah Khilafah.
Menurut Wahbah az-Zuhaili, “Khilafah, Imamah Kubra dan Imaratul Mu’minin merupakan istilah-istilah yang sinonim dengan makna yang sama.” (Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, 9/881).
Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslim di seluruh dunia untuk melaksanakan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah ke seluruh alam.
Khilafah yang akan menjaga agama Islam, sebagaimana yang disampaikan Imam al-Ghazali, “Agama adalah pondasi dan kekuasaan politik adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak ada pondasinya akan roboh. Sesuatu yang tidak ada penjaganya akan terlantar.”
Khilafah akan mewujudkan ketakwaan sistemik, bukan sekadar personal. Dengan Khilafah akan terwujud ketakwaan sejati, bukan basa-basi. Yaitu menjalankan seluruh perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya, selamanya hingga yaumil akhir, bukan hanya ketika bulan puasa.
Maka saat idulfitri, bukan hanya kita yang berbahagia, tapi saudara muslim kita di seluruh dunia juga ikut bersuka cita. Kaum muslimin di Palestina bebas salat di Masjidil Aqsa karena penjajah Yahudi Israel telah diusir. Muslim Uighur bisa salat dan puasa dengan aman karena rezim bengis telah dikalahkan.
Muslim Rohingya bersuka cita karena memiliki tempat tinggal yang aman dan nyaman sehingga bisa menjalankan ibadah dengan senyum sumringah. Muslim Yaman bisa makan sahur dan berbuka dengan menu yang lezat bergizi, karena negeri mereka telah damai, dan menjadi sejahtera. Begitu pula kaum muslim di Afrika, Asia, dan di seluruh dunia, semua terbebas dari penjajahan para negara imperialis.
Semua itu karena Khilafah Islamiah terwujud dan menjalankan fungsinya sebagai junnah, yaitu perisai yang melindungi semua muslim di dunia. Kebahagiaan Ramadan kita pun terasa sempurna.
Khilafah inilah mahkota kewajiban yang harus kita wujudkan, dengan dakwah amar makruf nahi mungkar. Semoga gelapnya kezaliman segera sirna. Berganti cahaya kemenangan Islam yang menerangi seluruh penjuru alam. Aamiin… []