Oleh : Zidniy Ilma
#MuslimahTimes — Pada akhir Desember 2020 lalu varian baru Covid yang dinamakan B117 pertama kali muncul di Amerika Serikat. Kemudian, ada Afsel B1351 yang pada kemunculannya langsung menyebar ke 14 negara bagian AS. Pada pertengahan Januari lalu muncul varian baru di Brasil yang dikenal sebagai P1. Varian California atau CAL-20C terkuak pada pertengahan Februari dan dipastikan lebih mudah menyebar daripada strain lain. Kini, para ilmuwan di seluruh dunia sedang disibukkan dengan penelitian varian baru virus corona yang teridentifikasi di India. Bertambahnya varian baru B.1.617 ini membuat WHO menetapkan 10 varian virus corona berstatus VoC dan Vol.
Mengenal Varian Baru di India
Varian baru di India yang bernama B.1.617 terdeteksi di bulan Oktober 2020. Data terakhir menunjukkan bahwa varian ini telah tersebar di 21 negara. Para pakar mengatakan bahwa varian ini lebih mudah menular. Hal ini bisa dilihat dari jumlah kasus di India yang meningkat setelah adanya varian baru ini. Tahun lalu jumlah kasus di India terbanyak 93.000 kasus per hari. Kini, India mencatat rekor sekitar 350.000 kasus per hari. Faktor kedua yang membuat meningkatnya kasus yaitu juga karena lalainya masyarakat India terhadap protokol kesehatan karena merasa sedikit lega melihat kondisi yang sempat membaik.
Kasus virus corona tertinggi di dunia memang tidak ditempati oleh India, melainkan Amerika Serikat (32,1 juta kasus). Namun, Amerika Serikat sedang mengalami penurunan kasus setiap harinya, yaitu 30 ribu kasus per hari. Sedangkan di India, seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya, kasusnya mencapai 350 ribu per hari. Inilah yang menjadi sorotan Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dirinya mengatakan bahwa kondisi yang terjadi di India saat ini sangat memilukan.
Alarm kepanikan terdengar dari tenaga kesehatan di India hingga ke seluruh dunia. Pasokan oksigen menipis akibat lonjakan jumlah kasus. Para dokter sangat kesulitan menangani pasien yang rata-rata masuk dalam kategori parah. Bahkan salah satu dokter yang bernama Dr Gautam Singh mengirim pesan SOS melalui media sosial karena pasiennya sekarat membutuhkan tabung oksigen. Personel Angkatan Bersenjata juga turut dikerahkan untuk membantu penanganan corona. Beberapa rumah sakit mendapat penyaluran tabung oksigen yang menjadi cadangan militer India. Tak hanya itu, Perdana Menteri Narendra Modi menyampaikan pernyataannya di Kantor PM India, “seluruh personel medis dari Angkatan Bersenjata yang telah pensiun atau mengambil pensiun dini dalam 2 tahun terakhir, dipanggil kembali untuk bekerja menangani covid di dekat tempat tinggal mereka saat ini”.
Pemerintah Alami Kebuntuan
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi mengatakan bahwa varian baru India telah menjangkiti 10 orang Warga Negara Indonesia. Epidemiolog, Dicky Budiman tidak merasa heran dengan berita ini. Dilansir dari kompas.com, Dicky mengatakan, “karena Indonesia bukan negara yang menerapkan sistem pembatasan (masuk) WNA (warga negara asing) yang ketat. Tidak seperti Australia yang malah menutup pintu masuk WNA”.
Apalagi ditambah dengan fakta bahwa WNA maupun WNI yang datang dari luar negeri hanya dikarantina selama 5 hari.
Selain itu, Dicky juga menyarankan agar pemerintah bisa lebih komprehensif menangani kasus covid ini. Yaitu dengan cara mendeteksi dini kasus, isolasi dan karantina, pembatasan mobilitas dan interaksi, penguatan surveillance genomic, serta mempercepat vaksinasi kelompok rentan.
Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi juga ikut berkomentar, “kesehatan masyarakat harus menjadi prioritas untuk menangani covid 19. Jika masyarakat sudah sehat maka pemulihan ekonomi akan segera tuntas”.
Nampaknya, pemerintah telah mengalami kebuntuan. Dilema dalam mengutamakan kesehatan atau perekonomian. Jika mengutamakan kesehatan maka sektor ekonomi akan mati. Sebaliknya, jika mengutamakan ekonomi maka nyawa rakyat yang menjadi sumber penggerak ekonomi akan lenyap. Akhirnya dipaksakanlah keduanya berjalan beriringan, yang justru malah membuat keduanya tidak segera teratasi.
Salah Sedari Awal
Satu tahun yang lalu tentu kita masih ingat saat Indonesia diberitakan oleh media asing di berbagai negara. Bukan karena prestasinya, melainkan karena lambannya pemerintah mengatasi kasus covid 19. Pun sebelum adanya kasus covid di Indonesia, pemerintah cenderung meremehkannya. Hingga pada akhirnya pemerintah mengalami keambiguan sampai saat ini.
Seandainya, sedari awal pemerintah mengambil kebijakan lockdown, tentu sikonnya tidak akan separah ini. Wilayah yang di lockdown (terpapar virus) akan fokus terhadap pandemi, wilayah yang tidak di lockdown akan menggerakkan ekonomi. Sesuai dengan apa yang telah Rasulullah SAW sampaikan, “jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari)
Dalam sistem kapitalis sekuler tentu lockdown merupakan jalan yang mustahil ditempuh. Hal ini juga telah diakui langsung oleh Presiden Joko Widodo di awal-awal pandemi. Dirinya tidak akan pernah mengambil kebijakan lockdown karena ekonomi harus tetap jalan di seluruh wilayah walau di tengah kondisi pandemi seperti ini.
Jika aspek ekonomi, kesehatan, juga aspek-aspek lainnya masih diatur oleh sistem kapitalis sekuler, maka tak heran jika kebijakan yang diambil akan terus berubah-ubah. Hal ini disebabkan karena sistem kapitalis sekuler lahir dari akal manusia yang terbatas. Sampai kapan pun takkan pernah ditemukan jalan keluar. Kebijakan yang diambil atau yang baru akan dibuat, akan mengikuti fakta terbaru saat itu. Bahkan sebagian atau kebanyakan manusia lebih cenderung menggunakan hawa nafsunya masing-masing. Maka, pemegang kekuasaan akan cenderung mengikuti hawa nafsunya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Inilah realitas yang saat ini sedang terjadi. Satu-satunya jalan untuk memulihkan ekonomi, mengakhiri pandemi, dan memberikan keberkahan bagi bumi adalah dengan menerapkan sistem Islam yang berasal dari Allah SWT, Sang Maha Tahu kebutuhan Mahluk-Nya.