Oleh. Tari Ummu Hamzah
Muslimahtimes.com – Bulan suci Ramadan adalah bulan yang paling ditunggu oleh seluruh kaum muslimin. Bulan dimana di dalamnya terdapat banyak ampunan dan limpahan pahala. Aktivitas mencari pahala ini juga tidak lepas dari sarana untuk mendapatkan pahala. Contohnya, bersedekah memberikan bingkisan berupa makanan atau pakaian.
Bagi kaum muslimin aktivitas ini adalah sangat mulia, sebab Rasulullah menganjurkan kita untuk saling memberi hadiah. Tapi bagi kaum kapitalis, ini kesempatan untuk mengambil keuntungan. Sebab masyarakat jadi lebih konsumtif di bulan lainnya. Sehingga Ramadan menjadi momen pendongkrak geliat ekonomi.
Kita semua tahu bahwa ekonomi negeri ini menganut sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini menginginkan modal sekecil-kecilnya demi meraup keuntungan sebesar-besarnya.
Fenomena konsumerisme seakan menjadi penyedap memasuki Ramadan. Robert G Dunn mengatakan, konsumerisme merupakan ‘ideologi’ yang menarik masyarakat dalam sistem produksi massal dan mengubah cara pandang terhadap konsumsi. Pada satu sisi, perilaku konsumsi memicu pengaruh positif terhadap interaksi ekonomi masyarakat, khususnya terhadap UMKM. Dari perspektif penawaran, bulan ini bermunculan banyak pedagang ‘kagetan’. (Republika.com).
Tak hanya itu, obral besar-besaran juga terjadi di toko-toko retail. Berbagai macam produk pun ditawarkan. Toko-toko retail pun tumpah ruah menjelang lebaran.
Kondisi seperti ini jelas dipahami oleh pemerintah kita. Para pakar ekonomi kapitalis jelas memperhitungkan moment ini sebagai moment agar geliat ekonomi bangkit kembali. Apalagi selama pandemi ekonomi hampir menuju jurang resesi. Akhirnya pemerintah mendorong masyarakat untuk bersikap konsumtif demi mendorong ekonomi.
Mentri keuangan Sri Mulyani, punya cara jitu mendongkrak perekonomian yang lagi lesu karena pandemi. Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu minta rakyat tetap beli baju saat Lebaran nanti, meski mudiknya tetap dilarang. (Wartaekonomi.com)
Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah bijak bersikap konsumtif di masa pandemi saat ini? Dimana kasus Covid19 masih terus ada, serta banyak masyarakat yang hidup pas-pasan?
Meskipun pemerintah sudah menyiapkan berbagai kebijakan seperti menyiapkan program Hari Belanja Nasional (Harbolnas) jelang Lebaran yang ongkos kirimnya disubsidi pemerintah, tapi tetap saja masyarakat tumpah ruah dip Pasar Tanah Abang. Ini karena pemerintah telah memberikan persepsi bersikap konsumtif menjelang lebaran.
Bukankah dibukanya pusat perbelanjaan akan menimbulkan terjadinya kerumunan masyarakat yang memicu kluster baru?
Ekonomi negeri ini tegak diatas ekonomi kapitalis. Para pemodal bermain cukup lihai. Para pebisnis besar jelas tidak ingin melewatkan moment Ramadan dan lebaran. Sekalipun THR dibagikan oleh para pengusaha, jika masyarakat didorong bersikap konsumtif, maka uang-uang masyarakat akan kembali lagi kepada para pengusaha. Jelas para pengusaha akan berusaha “balik modal” Setelah membagikan THR. Bahkan bisa jadi keuntungan yang mereka dapat lebih besar dari jumlah THR yang sudah dikeluarkan perusahaan. Sebab pemerintah menyuruh masyarakat berbelanja banyak-banyak.
Jelas ini bukti bahwa pemerintah hanya berpihak kepada pengusaha. Masyarakat dijadikan umpan untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Tak peduli apakah masyarakat harus belanja online atau nekat turun berkerumun di pusat perbelanjaan. Padahal masa pandemi belum berakhir. Bayang-bayang gelombang kedua juga masih menghantui negeri ini. Tapi pemerintah seolah menyepelekan kesehatan masyarakat, dan malah mendorong masyarakat berdampingan dengan virus.
Sungguh, kapitalis hanya menjadikan rakyat sebagian tumbal. Demi memperoleh materi yang banyak nasib rakyat diabaikan. Hanya karena iming-iming diskon, rakyat dipaksa berebut barang dan makin konsumtif.
Inilah sistem kufur. Melahirkan kesenjangan dan ketidakadilan. Mengalihkan perhatian masyarakat dari ibadah menuju perilaku konsumtif. Lain halnya dalam sistem Islam, sistem yang berlandaskan akidah Islam, melaksanakan aktivitas ekonomi sesuai dengan tuntutan syariat sehingga mampu menopang kesejahteraan ekonomi masyarakat. Karena segala sesuatu sudah ditanggung oleh pemerintah, sehingga pemerintah akan mendorong masyarakat untuk fokus menjalankan ibadah di bulan suci, tanpa harus khawatir akan kebutuhan pokok. Juga mendorong masyarakat bersedekah dan berbagi kepada sesama. Sehingga aktivitas konsumerisme tidak sebesar seperti saat ini.