Oleh : Zidniy Ilma
Muslimahtimes– تقبل الله منا ومنكم واحاله الله عليكم
“Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan darimu sekalian dan semoga Allah menyempurnakannya atas kalian”.
Setelah melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh lamanya, akhirnya umat muslim di seluruh dunia sampai di hari kemenangan. Idulfitri yang jatuh serentak pada Kamis, 13 Mei 2021 menggambarkan suasana haru bercampur gembira bagi umat Islam di dunia. Betapa tidak, faktanya masih banyak atau mungkin bisa dikatakan tidak semua kaum muslim di dunia bisa merayakan hari raya Idulfitri secara sempurna.
//Kaum Muslim Terus Dicekoki Serangan Fisik dan Pemikiran//
Kami datang untuk mengucapkan selamat hari raya kepadamu.
Mengapa di tempat kami tidak ada dekorasi hari raya?
Wahai semesta, tanah kami telah dihancurkan. Tanah kami telah direnggut kebebasannya.
Langit kami sedang bermimpi, bertanya kepada hari.
Di mana matahari yang indah dan ke mana kepakan sayap burung merpati?
Wahai semesta, tanah kami telah dihancurkan. Tanah kami telah direnggut kebebasannya.
Tanahku kecil, seperti aku yang mungil.
Berikan kedamaian, berikan kami masa kecil kami.
Berikan kami masa kecil.
Berikan kami masa kecil.
Berikan kami masa kecil.
Berikan, berikan, berikan kedamaian.
Cuplikan lirik lagu Atouna Tufuli dari Palestina ini begitu menyayat hati. Konflik berkepanjangan Israel-Palestina telah membuat Palestina tidak dapat merayakan hari raya Idulfitri setiap tahunnya, seperti di negeri-negeri muslim lainnya. Bahkan tahun ini, mereka terus mendapatkan serangan berulang kali sebelum hari raya Idulfitri itu sendiri. Selain Palestina, juga masih banyak umat Islam lainnya yang mengalami serangan fisik pada saat hari raya Idulfitri, salah satu contohnya adalah Afghanistan.
Tak heran, jika di sebagian wilayah di Indonesia, saat Idulfitri kemarin, khatib tidak lupa turut mendo’akan saudara-saudara kita yang ada di Palestina. Miris memang, di satu sisi kita melihat saudara-saudara kita seperti Palestina mengalami kekerasan fisik secara nyata. Pun tidak banyak yang menyadari bahwa kaum muslim yang ada di Indonesia juga tak luput dari serangan. Memang serangan yang dilontarkan kepada kita tidaklah terlihat, yakni serangan pemikiran. Terus menerus kita “dihajar” dengan pemikiran yang membuat kita jauh dari Islam yang sebenarnya. Agenda radikal yang tiada henti mereka dakwahkan, kaum feminis yang terus mengampanyekan ide-idenya, kemudahan TKA bekerja di Indonesia tatkala penduduk pribumi banyak yang menganggur, terbaru pernyataan wanita haid boleh berpuasa yang jelas-jelas menyesatkan, dan masih banyak lagi.
//Idulfitri, Kegembiraan Sesaat//
Begitulah realita yang terjadi di tengah-tengah umat saat ini. Jika bukan serangan fisik, maka serangan pemikiranlah yang akan mereka dapatkan. Benar saja, jika Idulfitri dikatakan sebagai kebahagiaan yang sesaat. Karena sejatinya umat tidak merasakan kebahagiaan di sistem sekuler yang hampir diterapkan di seluruh dunia saat ini.
Umat Islam kehilangan gelar yang diberikan oleh Allah Swt, yakni gelar “khairu ummah”. Bagaimana bisa dikatakan sebagai umat yang terbaik, jika umat Islam terus dikriminalisasi dan dijauhkan dari agamanya sendiri. Moral dan akhlak terus dikikis oleh pegiat sekularisme. SDA umat terus dihabisi oleh para kapitalis.
Terlebih lagi, melihat kerakusan dan penindasan yang terjadi, tidak ada yang bisa dilakukan oleh umat Islam itu sendiri. Hanya do’a yang bisa dipanjatkan untuk mereka yang mengalami serangan fisik. Berharap pada pemimpin negeri muslim yang tersebar di penjuru dunia? Bisa dikatakan hal yang mustahil. Fakta mengatakan bahwa mereka hanya bisa diam, memberikan kecaman tiada guna, bahkan mungkin juga terlibat dalam serangan tersebut. Jangan lupa, jika mereka tidak terlibat dalam serangan fisik, bisa dipastikan mereka pasti terlibat dalam serangan pemikiran.
//Refleksi Idulfitri//
Ketika kita berada dalam suasana bulan Ramadan, iman dan takwa berada dalam puncaknya. Amalan-amalan yang dikerjakan saat bulan Ramadan harus kita jaga. Bersedekah, salat malam, membaca dan mengkaji Al-Qur’an, semuanya harus kita pertahankan.
Mengerjakan amalan-amalan sunnah, jangan sampai melupakan kewajiban, salah satunya berdakwah untuk menegakkan syariat-Nya tetap harus jalan. Kewajiban berdakwah telah Allah jelaskan dalam QS. Luqman ayat 17 yang artinya, “Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting. “
Sedangkan kewajiban untuk menegakkan syariat-Nya telah dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 30 yang artinya, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Imam al-Qurthubi menjelaskan bahwa ayat tersebut adalah hukum asal wajibnya mengangkat khalifah. Bahkan tidak ada perbedaan pendapat tentang wajibnya mengangkat khalifah di kalangan umat dan para imam mazhab. Untuk itu, Idulfitri sekiranya bukan hanya dijadikan kebahagiaan sesaat saja. Namun, juga harus merefleksikan diri kita untuk terus berjuang menegakkan syariat-Nya. Karena tanpa aturan Islam dalam institusi khilafah, umat akan terus mengalami penindasan dan kebahagiaan yang semu.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.