Oleh Ummu Sansan
(Komunitas Pena Cendekia)
#MuslimahTimes — Tidak ada makan siang gratis. Demikian pula, tidak ada dukungan pada paslon eksekutif dan legislatif yang cuma-cuma. Semua berbayar. Semua minta imbalan dan keuntungan. Demi kepentingan golongan, sebagian orang, hingga diri sendiri. Betapa tidak, dalam demokrasi kursi eksekutif dan legislatif meniscayakan dukungan rakyat. Alhasil corong suara terus digandeng demi suara yang makin terdulang. Bila berhasil duduk di kursi eksekutif dan legislatif, imbalan dan bagi-bagi kue kemenangan dilakukan.
Inilah yang ditengarai terjadi tatkala Abdi Negara Nurdin alias Abdee Slank diangkat menjadi komisaris independen PT. Telkom. Latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang dilakoninya dianggap tidak berkaitan dengan jabatan yang kini didudukinya. Hal ini dilontarkan oleh Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf. Sebaliknya Juru bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman, menilai penunjukan Abdi Negara atau Abdee Slank menjadi komisaris PT Telkom Indonesia merupakan keputusan tepat. (news.detik.com, 30/5/2021)
Pengangkatan ini menimbulkan polemik. Indikasi balas jasa atau politik balas budi juga disampaikan oleh Lina Miftahul Jannah, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia. “Ucapan terima kasih inilah yang menjadi spekulasi manakala seseorang tadi diangkat menjadi anggota dewan komisaris,” (bbc.com, 31/5/2021). Lantaran jejak Abdee Slank sebagai relawan pendukung kampanye Presiden Joko Widodo dalam dua kali pemilihan presiden 2014 dan 2019.
Sejatinya kondisi ini bisa dimaklumi dalam sistem demokrasi yang membutuhkan suara dan dana banyak. Apalagi asas yang mendasari sistem demokrasi yaitu kapitalisme sekularisme, selalu menjadikan manfaat atau keuntungan materi sebagai tujuan. Wajar jika pendukung akan berhitung imbalan yang akan didapat. Namun tetap saja menurut masyarakat jamak hal tersebut tidak etis. Sayangnya, Inilah realita yang terjadi.
Entah apa yang terjadi pada nasib PT. Telkom di tangan komisaris yang baru. Namun Komisi VI DPR berjanji akan menilai kinerja Abdee ‘Slank’ selama enam bulan ke depan. Apabila dia tidak mampu menjalankan perannya, DPR akan meminta Menteri BUMN untuk mencopotnya. (bbc.com, 31/5/2021). Sungguh sayang bila pejabat yang mengurus urusan rakyat pasang copot jabatan karena diragukan kompetensinya. Seharusnya kriteria pejabat yang mengurus rakyat haruslah jelas sehingga hanya orang-orang yang kompeten sajalah yang bisa duduk pada posisi tersebut. Bukan karena balas jasa ataupun politik balas budi.
Dalam buku The Great Leader of Umar bin Al Khathab karya Dr Muhammad Ash-Shalabi, dijelaskan tentang praktek Khalifah Umar tentang kaidah-kaidah dasar dalam mencari dan mengangkat pejabat. Ada 3 kaidah yaitu pejabat yang diangkat memiliki fisik yang kuat dan amanah. Kedua, mendahulukan orang yang berilmu dan menguasai pekerjaan pada pejabat yang akan diangkat. Ketiga, pejabat yang diangkat memiliki belas kasihan dan kasih sayang terhadap rakyat. Karenanya pejabat yang diangkat benar-benar dipertimbangkan dari sisi kualitas dan kapabilitasnya.
Gambaran pejabat yang demikian hanya ada dalam sistem Islam. Dalam sistem kapitalisme sekularisme yang mendasari demokrasi, sulit menemukan pejabat yang tulus ikhlas bekerja mengurus rakyat menurut aturan yang benar. Sebaliknya mereka duduk atas kepentingan pribadi, golongan, partai pengusungnya. Jadi jabatan yang diperoleh suatu hasil dari prestasi atau memang politik balas budi? Wallahua’lam bisshowab.