Oleh : Ummu Bisyarah
Muslimahtimes.com – Pandemi Covid19 di Indonesia bahkan dunia belumlah usai. Angka terinfeksi masih terus bertambah sepanjang hari, bahkan 3,5 juta orang telah meregang nyawa akibat pandemi ini. Setahun lebih pandemi tak juga teratasi. Bahkan Indonesia masih dalam bayang-bayang second wave yang diprediksi lebih ngeri. Mengingat virus yang terus bermutasi, pemerintah yang tak tegas dalam memberi kebijakan di negeri ini, hingga masyarakat yang mulai tak peduli.
Pandemi memang tak ramah bagi semua orang, terutama untuk ibu hamil dan calon bayi. Sebuah studi global yang menganalisa data dari 40 studi di 17 negara melaporkan fakta yang begitu ironis. Studi ini melibatkan 6 juta ibu hamil di 17 negara tersebut. Hasilnya angka stillbirth atau kematian bayi yang masih di dalam kandungan dan kematian ibu hamil per Januari 2020 hingga Januari 2021 naik menjadi 30%. Itu artinya risiko ibu hamil yang meninggal karena terinfeksi Covid19 meningkat selama pandemi ini dengan angka cukup signifikan.
Tak hanya risiko kematian, kenaikan oprasi kehamilan ektopik (sel telur tumbuh di luar rahim yang berisiko kematian) naik 6 kali lipat saat pandemi. Hal ini dikarenakan penanganan kehamilan ektopik sejak dini yang tertunda akibat RS yang penuh dengan pasien Covid19. Hal ini diperparah dengan naiknya angka anxiety dan depresi ibu hamil yang pasti akan berpengaruh juga dengan perkembangan janin dalam rahim ibu. (Chmielewska et. al., 2021, NY Times)
Parahnya negara berpenghasilan rendah justru menunjukkan dampak negatif Covid19 bagi ibu hamil lebih signifikan. Para peneliti dari St George’s University of London menyatakan bahwa masalah ini banyak dikarenakan kurangnya akses ke perawatan medis selama pandemi. Akses RS yang sering penuh hingga ketakutan ibu hamil terpapar Covid-19 membuat mereka enggan pergi ke faskes. Hal ini akan menjadi parah di negara berpenghasilan rendah seperti Indonesia, karena banyaknya layanan kesehatan yang terganggu bahkan hampir kolaps. Ditambah masyarakat yang mulai abai dan tak peduli,
mengancam ibu hamil.
Problem ini merupakan problem domino dari penanganan pandemi yang gagal. Setahun lebih pandemi menginfeksi, namun peraturan tak juga tegas bahkan banyak menuai kontra dari masyarakat. Contohnya saja larangan mudik lebaran ini, namun di sisi lain pariwisata dibuka di setiap kota. Alhasil klaster pariwisata membludak kembali. Hal ini jelas ancaman untuk masyarakat secara umum, terkhusus para ibu hamil dengan risiko tinggi. Tercatat dalam laporan Unicef bahwa setiap 11 detik ada ibu hamil yang meninggal ( www.unicef.org ). Angka ini meningkat selama pandemi Covid-19.
Dunia dengan sistem kapitalisme yang mayoritas diemban oleh negara di dunia, termasuk Indonesia terbukti telah gagal menangani pandemi. Hal ini jelas karena paradigma ideologi kapitalisme itu sendiri. Kapitalisme memandang bahwa materi adalah hal yang perlu diprioritaskan di atas segalanya, termasuk nyawa manusia. Maka dalam menangani pandemi jelas keselamatan ekonomi adalah prioritas utama, sehingga banyak kebijakan yang justru cenderung mengorbankan rakyat. Hal ini bukan lagi rahasia umum, kita bisa menyaksikan sendiri bagaimana kebijakan yang tak tegas dan merugikan rakyat.
Paradigma seperti ini sangat bertolak belakang dengan ideologi Islam. Islam memberi penghargaan tertinggi pada nyawa manusia, sebagaimana firman Allah Swt yang artinya “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasa’i)
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS Al Maidah [5]:3)
Dengan paradigma sahih seperti ini maka akan sangat terlihat bagaimana tegasnya kebijakan Islam dalam menangani pandemi. Ada tiga prinsip penanganan pandemi dalam Islam, yakni pertama, pengambilan kebijakan lockdown sesegera mungkin. Kedua, mengisolasi orang yang sakit. Ketiga, pengobatan hingga sembuh.
Selain itu Islam juga memandang bahwa kesehatan merupakan kebutuhan pokok warga masyarakatnya. Sehingga negara wajib memberikannya secara cuma-cuma. Hal ini jelas ditopang dengan serangkaian sistem yang sahih, dijalankan oleh pemimpin yang amanah dan bertakwa serta masyarakat yang taat pada hukum syara. Karena sejatinya menaati hukum syara adalah kewajiban bagi kaum muslim.
Dengan paradigma seperti ini jelas pandemi tak akan bertahan lama di muka bumi. Hal ini juga telah dibuktikan dalam sejarah emas Islam, pandemi dengan mudah ditangani walau dengan teknologi yang belum maju seperti sekarang. Sebut saja di masa Rasulullah, Umar bin Khattab ketika terjadi wabah lepra, hingga di era Abbasiyah ketika terjadi wabah mengerikan. Oleh karenanya, sudah saatnya dunia kembali pada hukum Allah Swt dengan menjadikan ideologi Islam sebagai pengatur bumi. Wallahualambissawab.