Oleh: Kholda Najiyah
Founder Salehah Institute
MuslimahTimes.com-Umat Islam di penjuru dunia belum bisa memalingkan arah pandangnya dari Palestina. Bumi Allah yang istimewa karena di sanalah terletak Masjid Al-Aqsha. Peninggalan suci, kiblat pertama umat Islam. Rasa memiliki dan cinta umat kepadanya, melahirkan pembelaan luar biasa atas tragedi yang menimpa. Penembakan, pembantaian dan pengusiran warga Palestina oleh Yahudi laknatullah.
Serangan Israel dan Palestina sejak akhir Ramadhan lalu, membuat sedikitnya 212 warga Palestina kehilangan nyawa. Sebanyak 61 korban di antaranya adalah anak-anak. Salah seorang anak itu bahkan baru berumur enam bulan. “Kami tidak melihat apa-apa selain asap,” kata salah satu anggota keluarga yang masih hidup, Sanaa al-Kawalek, kepada Felesteen Online, seperti dilansir detik. Korban lain adalah dua bersaudara, Yara (9) dan Rula (5). Keduanya sempat dirawat di pusat penanganan trauma Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) sekelum akhirnya tewas.
Demikianlah kejamnya perang. Selalu menyisakan derita tak berkesudahan bagi semua pihak. Laki-laki, perempuan dan anak-anak, menanggung derita berkepanjangan selama dan setelah perang. Jangan dikira mereka yang selamat akan hidup lebih baik dibanding yang tewas. Bahkan penderitaan baru dimulai.
BARISAN MURABITHAH
Di tengah konflik, kita saksikan kegigihan para muslimah Palestina. Pemberitaan melalui foto maupun video yang beredar sungguh membuat merinding. Para muslimah di sana begitu berani berhadapan dengan tentara Israel. Tidak gentar sedikitpun menghadapi serangan Israel. Siap berkorban nyawa demi menjaga kehormatan tanah air mereka. Menjaga Al-Aqsha dari kehancuran.
Mereka disebut murabithah (penjaga), para muslimah di garis terdepan perjuangan untuk melawan penjajahan Israel. Setia menjaga Masjid Al-Aqsha tanpa kenal lelah. Berkat sentuhan tangan merekalah masjid suci ketiga umat Islam ini masih terjaga hingga sekarang. Ketika tentara Israel mengepung kawasan masjid Al-Aqsha, mereka bergeming. Memanjatkan doa di tempat, tak buru-buru kocar-kacir.
Perempuan Palestina ini memiliki peranan penting dalam menjaga Masjid Al-Aqsha. Salah satu yang berpengaruh adalah Ummu Thariq, murabithah yang telah berusia lanjut. Semangatnya luar biasa dalam memperjuangkan hak mereka. Meskipun kerap mengalami tindak kekerasan, pemukulan, penghinaan, pengasingan, bahkan penganiayaan, mereka tidaklah gentar.
Mereka paham hal itu sebagai konsekuensi mengemban peran penting tersebut. Mereka tidak akan lelah dan bosan untuk selalu berdiri dan bertahan hingga napas terakhir. “Kami tidak akan berlaku lemah lembut di hadapan penjajah. Kami berjuang bersama puluhan murabithah melawan penjajah Zionis Yahudi dengan suara dan kekuatan kami. Kami akan menggetarkan Zionis,” ujar Ummu Thariq (untukpalestina.com).
Para perempuan di Palestina sudah biasa turun ke jalan-jalan jika ada aksi protes terhadap Israel. Mereka turut berpartisipasi tanpa rasa takut. Kompak menyuarakan hak-hak mereka untuk meraih kemerdekaan. Walaupun hanya berbekal senjata sederhana yang bisa mereka raih. Mereka tak kenal usia, mulai anak-anak, remaja hingga lanjut usia. Tak gentar melawan penjajahan Israel.
Pengalaman lebih dari satu abad perang, mengajarkan kapada mereka makna keberanian. Secara turun temurun dari generasi ke generasi, mereka terlahir untuk siap berjihad. Tidak takut mati. Bahkan mati sebagai syahidah adalah impian. Sejak Palestina jatuh ke tangan Inggris tahun 1918, para muslimah Palestina ikut berdemonstrasi untuk menentang penjajah.
Di masa damai, kompleks Masjid Al-Aqsha selalu semarak dengan kegiatan keagaman oleh kalangan muslimah dan anak-anak. Tak aneh jika merekalah para penjaga terpercaya yang ikut bersama kaum laki-laki untuk mempertahankan rumah sucinya. Demikianlah peran politis muslimah Palestina yang menjadi spirit kaum muslimah umumnya tentang makna berjuang yang sesungguhnya.
PENYEMAI GENERASI MUJAHID
Palestina adalah bumi jihad. Melawan pendudukan penjajah Israel, sama saja dengan memperjuangkan hak. Mereka, kaum perempuan dan anak-anak ini, berhak hidup dalam kehidupan normal. Tumbuh dalam keluarga yang aman dan nyaman. Sesuatu yang terus menerus harus diperjuangkan para muslimah di Palestina. Sebab, sewaktu-waktu, roket-roket Israel bisa saja membuyarkan mimpi mereka. Namun demikian, hidup terus berjalan.
Para muslimah yang notabene telah menikah, menjadi ibu yang berperan sentral dalam menjaga keluarga serta menjaga negeri mereka. Baik di dalam rumah mereka sendiri, maupun di tempat pengasingan ketika terusir dari rumahnya. Mereka selalu siap dalam kendisi tersulit sekalipun. Jika pecah perang, rumah-rumah mereka tiba-tiba menjadi kuburan bagi anggota keluarganya. Jika masa damai, mereka menyemai generasi-generasi mujahid dari rahimnya. Hasil didikannya.
Sungguh sebuah pelajaran berharga bagi kita semua. Semoga spirit para murabithah menular kepada kaum muslimah di manapun berada. Semoga pertolongan Allah segera turun dan menolong para murabithah dan meneguhkan kemuliaannya, baik di dunia maupun di akhirat.
RINDU PERISAI
Lebih satu abad umat muslim di Palestina, khususnya muslimah dan anak-anak, hidup dalam ketidakpastian, kecemasan dan ketakutan. Beraktivitas di antara deru jet tempur, roket dan rudal-rudal pencabut nyawa. Tidak bisa melakukan kegiatan layaknya manusia normal. Wajah ketakutan dan bayangan kematian mengancam setiap saat. Sungguh mengetuk pintu kemanusiaan.
Semua itu terjadi karena umat Islam tidak memiliki pemimpin yang kuat, yang mampu menjadi perisai, melindungi dari berbagai serangan. Perisai itu adalah daulah islamiyah yang menyatukan kekuatan negeri-negeri Islam di bawah komando yang satu. Pemimpin tunggal yang mewakili suara umat Islam inilah yang menjadi harapan rakyat Palestina. Pemimpin yang dapat memerintahkan pasukannya dengan senjata lengkap untuk menggentarkan musuh. Jika perlu memberangusnya sampai tuntas.
Sungguh, perang memang hanya menyisakan derita. Namun jika ada yang memerangi umat Islam, tidak ada cara lain untuk melawan kecuali memerangi musuh-musuh Islam. Jihad fisabilillah yang diperintahkan Allah di pundak umat Islam, punya tata cara khusus, berbeda dengan penjajahan kafir Barat yang tidak punya adab. Jihad bukan sekadar mengobarkan perang, tetapi menawarkan pembebasan dari penghambaan kepada selain Allah Swt. Membebaskan manusia dari aniaya, ketertindasan dan segala bentuk kezaliman akibat penjajahan.
Perundingan-perundingan tidak akan mampu menyelamatkan para muslimah dan anak-anak di Palestina. Terbukti perdamaian demi perdamaian hanya menjadi retorika tanpa bukti nyata. Maka tak ada kata lain selain berharap pada tegaknya pemimpin yang satu untuk dunia Islam. Semoga pertolongan Allah segera datang.(*)