Oleh : Hana
#MuslimahTimes — Situasi wabah Covid-19 pasca libur lebaran di Indonesia bukannya makin menurun justru memasuki gelombang ledakan wabah Covid-19 tahap 2. Tercatat pada tanggal 25 Juni 2021 pasien kasus aktif Covid-19 bertambah sebanyak 9.893 dan totalnya mencapai 181.435 kasus aktif. Sehingga tercatat sampai tanggal 25 Juni 2021 kasus terkonfirmasi mencapai angka 2.072.867 kasus, kasus sembuh 1.835.061 kasus dan jumlah yang terkonfimasi meninggal 56.371 kasus, menurut Tim Komunikasi Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. (Covid19.go.id)
Ini menunjukan ketidakmampuan sistem kapitalisme menangani kasus wabah virus Covid-19 ini dengan adanya kenaikan pasien Covid-19 melebihi ketersediaan rumah sakit, terutama di pulau Jawa. Berdasarkan data Direktorat Pelayanan Kesehatan Kementrian Kesehatan, status pelayanan tempat tidur insentif di sejumlah daerah hampir mencapai 100% pada 19 Juni 2021. Dengan adanya lonjakan kasus wabah virus Covid-19 tahap 2 ini, pemerintah masih belum menerapkan kebijakan untuk lockdown ketat untuk skala makro. Pemerintah masih menggunakan kebijakan lockdown pada skala mikro, yaitu dengan mengisolasi mandiri warga yang dinyatakan positif.
Ketidakpatuhan masyarakat terhadap prokes atau protokol kesehatan dijadikan dalih meningkatnya kasus Covid-19 kian hari. Banyak masyarakat yang tidak percaya adanya virus Covid-19 karena negara justru menjadikan wabah ini untuk ladang bisnis. Masyarakat pun menjadi tidak lagi percaya pada negara. Pada akhirnya, masih banyak masyarakat yang tidak mau menegakkan prokes.Â
Sementara itu, adanya pajak dan utang piutang negara, semakin membebani rakyat pada kondisi wabah ini. Dan dengan adanya kasus korupsi dana bantuan untuk kasus Covid-19 juga menunjukan bahwa negara sudah kehilangan wibawa sebagai pemimpin di mata masyarakat.
Negara salah langkah sejak awal dengan menjadikan pertimbangan ekonomi dalam menyikapi wabah ini. Karena asas kapitalisme yang berfokus pada materi, pemerintah bukannya membuat kebijakan untuk menghentikan wabah dan pemenuhan jaminan rakyat malah sibuk mempertahankan kelangsungan bisnis para kapital. Ini menunjukan bahwa sistem kapitalisme sekuler memosisikan nyawa tidak lebih berharga dari materi. Kebijakan berputar pada perbaikan ekonomi bukan kemaslahatan rakyat. Demi langgengnya koporasi multinasional, nyawa rakyat dipertaruhkan. Negara kapitalisme sekuler hanya memosisikan negara sebagai regulator. Ditambah kebijakan-kebijakan yang hanya menjauhkan jarak antara negara dan rakyat.
Untuk membangun sistem kesehatan yang kuat dalam rangka menangani pandemi ini, tak hanya penguasa kapabel (pengurus dan pelayanan rakyat), namun juga membutuhkan sistem yang mumpuni dan mampu bertahan di wabah ganas. Kita perlu berevolusi dari sistem politik kapitalisme yang berbasis asas materi ke sistem Islam yang berasas akidah Islam. Dalam Islam, penguasa adalah pengurus yang senantiasa prinsip hifdz-nafs (menjaga jiwa) sebagai orientasi kebijakan dalam kondisi apa pun.
Solusi pragmatis yang dijalankan oleh masyarakat saat ini tetap tidak cukup karena sistem kapitalisme akan memunculkan benturan dengan kepentingan yang lainnya. Sistem lockdown skala makro dalam sistem kapitalisme akan memunculkan benturan dengan kepentingan masyarakat yang perlu menafkahi keperluan hidupnya, karena dalam kebijakan lockdown di sistem kapilatalisme, pemerintah tidak memfasilitasi pengganti kebutuhan ekonomi untuk kehidupan rakyat. Namun lain halnya dengan sistem lockdown dalam Khilafah yang tidak berorientasi pada ekonomi namun fokus pada aspek kesehatan dan penyelamatan jiwa rakyat. Sebagai aspek utama, Khilafah tentu akan meningkatkan sistem dan fasilitas kesehatan dengan kualitas terbaik. Protokol kesehatan akan diterapkan melalui pengawasan yang terjamin di seluruh penjuru negeri melalui pengawasan yang ketat. Khilafah memberikan fasilitas pengganti selama kebijakan lockdown, karena ekonomi yang berlandaskan Islam akan stabil dan tahan krisis, serta tetap terjaminnya distribusi harta bagi seluruh rakyat.