Oleh: Sherly Agustina, M.Ag(Penulis dan pemerhati kebijakan publik)
Muslimahtimes.com – “Selanjutnya Lord Curzon, Menlu Inggris pada masa runtuhnya Khilafah mengatakan, “Kita telah menghancurkan Turki dan Turki tidak mungkin akan kembali bangkit. Sebab kita telah menghancurkan dua kekuatannya; yakni Islam dan Khilafah.” (Mediaumat.news, 2018)
===
“Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan (a) persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah” (CNNIndonesia, 18/6/21)
Begitulah bunyi pasal 479 ayat 2 poin a RUU KUHP yang tengah digodok untuk disahkan oleh DPR. Ya, itulah yang diistilahkan dengan Marital Rape (Pemerkosaan dalam perkawinan). Dimana pelakunya dapat dihukum pidana penjara paling lama 12 tahun.
Pembahasan marital rape sudah masuk di negeri berpenduduk mayoritas muslim ini sejak beberapa tahun yang lalu. Salah satu alasannya adalah meningkatnya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Salah satu jenis kekerasan yang dikritisi adalah pemaksaan suami kepada istri dalam hal pelayanan kebutuhan biologis, yang kemudian diistilahkan dengan pemerkosaan (marital rape).
Tahukah anda, marital rape merupakan salah satu senjata Barat menyerang benteng pertahanan keluarga?
Serangan demi serangan terus ditujukan pada umat dan ajaran Islam, bahkan hingga ke dalam kamar-kamar mereka. Setelah CLD KHI (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam), kini muncul istilah marital rape dalam RKUHP memiliki misi yang sama untuk merusak hukum tentang keluarga di dalam Islam.
Musuh Islam akan terus menyerang umat Islam, setelah Khilafah sebagai benteng pertahanan utama umat Islam berhasil diruntuhkan pada tahun 1924 oleh Kemal Ataturk antek Inggris. Lalu, mereka melihat bahwa umat Islam masih memiliki benteng pertahanan terakhir, yaitu keluarga. Dari institusi keluarga akan lahir generasi penerus yang akan melanjutkan kehidupan Islam yang dahulu pernah gemilang. Dengan tumbuhnya generasi itu, misi Barat menguasai dunia akan gagal
Maka berbagai upaya dilakukan untuk menghilangkan penghalang ambisi mereka, termasuk merusak hukum tentang kelurga dalam Islam. Mulai dari ide emansipasi wanita dan feminisme, menggugat hak waris, menggugat konsep suami sebagai qowwam dengan konsep mubadalah, hingga mengoyak hubungan suami istri dengan konsep marital rape.
Pengadopsian konsep Barat yang sekuler dan liberal terbukti merusak tatanan keluarga. Kacaunya peran dan tanggung jawab suami-istri telah jelas melahirkan generasi bermasalah. Lalu bagaimana gambaran masa depan umat?
Belum puas dengan kekacauan keluarga muslim yang terjadi, Barat melalui tangan antek-anteknya menghembuskan ide marital rape. Bagaimanapun, ide ini adalah ide konyol yang tak layak untuk dilirik oleh umat Islam.
Hanya Syariah yang Menyelamatkan Keluarga
Munculnya KDRT karena minimnya pemahaman syariah tentang pernikahan. Umat banyak yang tak memahami peran dan tanggung jawab dalam rumah tangga.
Hal ini dampak dari penerapan sistem Kapitalisme sekularisme yang telah berurat akar di tengah kaum muslimin. Walhasil, konsep pernikahan pun akhirnya mengikuti arus Kapitalisme, bukan diniatkan untuk beribadah kepada Allah. Maka tak heran, jika dalam pernikahan kering dari suasana spiritual, yang ada saling menuntut tanpa memahami hak dan kewajiban suami-istri .
Dalam Sistem Kapitalisme ini rakyat juga harus berjuang sendiri dalam arus persaingan ekonomi yang dikuasai para pemilik modal. Tanpa adanya perhatian dari negara, tentu saja kondisi ekonomi rakyat tak berdaya. Dan tak dimungkiri, kesulitan ekonomi menjadi salah satu faktor pemicu KDRT.
Jika suami dan istri paham bagaimana konsep pernikahan di dalam Islam, serta paham hak dan kewajiban antara suami-istri dengan baik, maka tujuan adanya pernikahan yaitu sakinah mawaddah warahmah akan terwujud. Misalnya, Islam mendorong para suami atau ayah untuk bisa menafkahi keluarganya dengan baik dan sesuai kemampuan. Firman Allah Swt.:
“… Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (TQS. al Baqarah: 233)
Suami menunaikan kewajiban yang menjadi hak istri. Begitu juga sebaliknya, istri menunaikan kewajiban yang menjadi hak suami. Maka keharmonisan akan tercipta.
Kebahagiaan semakin lengkap jika suami juga menyadari besar tanggung jawab kepemimpinan atas keluarganya di hadapan Allah. Sebagaimana sebuah hadis dari Abdullah ra., Nabi ﷺ bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya.
Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.”
Sejatinya, keharmonisan keluarga akan mudah tercipta dan terjaga dalam sistem Islam. Dimana Islam menetapkan kehadiran negara adalah sebagai pelaksana Syari’at Islam secara menyeluruh. Negara memfasilitasi pendidikan terbaik, yang menanamkan keimanan dan ketakwaan dalam diri individu rakyat. Kedua nilai yang membentuk sosok bertanggung jawab dalam hidupnya.
Tak hanya itu, pemimpin negara berfungsi mengurusi urusan rakyatnya, menjamin kebutuhan pokok dan asasi bagi mereka. Termasuk memfasilitasi para lelaki penanggung nafkah keluarga agar mampu menjalankan kewajibannya dengan baik.
Jika ternyata mereka tak mampu menafkahi tapi memiliki skill, maka negara akan membantu dari sisi modal. Tapi jika tak memiliki skill, negara akan membantu memberikan pelatihan agar seoarang suami bisa berdaya guna untuk menafkahi keluarganya.
Jelaslah, menikah dalam konsep Islam di dalam naungan Sistem Islam akan membawa ketenangan dan kebahagiaan, bukan justru menambah beban permasalahan.
Penutup
Permasalahan KDRT dan marital rape merupakan permasalahan yang sistemik, maka penyelesaiannya pun harus bersifat sistemik. Satu-satunya solusi ialah dengan kembali pada syariah Allah dalam seluruh aspek kehidupan. Baik ekonomi, pendidikan, sistem sosial kemasyarakatan, pun aspek politik. Dengan demikian keberkahan, kebahagiaan dan kesejahteraan bisa terwujud.
Tugas kita bersama adalah menyadarkan umat untuk kembali kepada Islam, dan tak mudah tertipu dengan konsep hidup ala Barat yang menyesatkan menyengsarakan.
Ingat firman-Nya: “Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.” (TQS. as Shaf: 8)
Allahu A’lam bi ash Shawab.