Oleh : Uqy – Chan
(Komunitas Ngopi, Ngobrol Seputar Opini)
#MuslimahTimes — Kabar tentang TKA (Tenaga Kerja Asing) dari Cina yang tiba di Bandara Sulawesi Selatan ternyata bukan sekadar kabar angin. Hal ini dibuktikan melalui video yang beredar di masyarakat. Mereka tiba di bandara seolah tak ada wabah. Anehnya, mereka datang di saat PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) darurat yang diberlakukan di Jawa dan Bali per tanggal 3 Juli 2021.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulawesi Selatan (Sulsel), Darmawan Bintang, membenarkan adanya 20 TKA asal Cina yang tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Ke-20 TKA tersebut akan bekerja di smelter PT Huadi Nickel Alloy Indonesia di Kabupaten Bantaeng, Sulsel. (www.kompas.com, 4/7/2021).
Total tercatat 46 TKA, termasuk 20 orang yang datang pada Sabtu (3/7), sembilan orang pada 29 Juni dan 17 orang pada 1 Juli. (m.antaranews.com, 5/7/2021).
Kedatangan TKA Cina di tengah pandemi dan pemberlakuan PPKM darurat sungguh ironi. Sementara warga yang tengah mengayuh rezeki setiap harinya harus dicegat di perbatasan kota. Bukankah kebijakan ini akan semakin menambah kebimbangan rakyat?
//Kebijakan Tebang Pilih//
Tak ada yang mengerti kapan pandemi akan berakhir. Kebijakan demi kebijakan telah diterapkan. Tak luput, para ahli pun dilibatkan. Namun yang tak habis pikir, darurat kebijakan ini terasa kontradiktif dengan fakta di lapangan. Pasalnya, dengan bertambahnya jumlah TKA yang masuk ke tanah air bukankah wabah akan semakin merebak? Sementara itu, terbukti kasus sebaran varian baru merupakan kasus impor yang didapatkan dari mobilitas orang dan perjalanan internasional.
Sejak awal wabah, pemerintah tak henti-hentinya memberi izin WNA (Warga Negara Asing) masuk ke dalam negeri, termasuk Cina sebagai negeri yang pertama terkena wabah. Bahkan ketika wabah masuk ke Indonesia, masih membuka imigrasi. Akibatnya Corona varian delta dari luar negeri akhirnya menyebar di Indonesia. Bukannya keuntungan yang didapat, akan tetapi justru mendatangkan mudarat. Lalu siapakah yang lebih diuntungkan kalau bukan para tenaga asing? Sementara rakyat sedang berjuang di luar rumah sambil mempertaruhkan nyawa. Lantas dimanakah rasa kemanusiaan pemerintah? Jelas perizinan TKA merupakan kebijakan tebang pilih.
Semua ini akibat dari cara pandang kapitalistik yang hal itu berefek pada sektor ekonomi. Lebih kapitalistik lagi ketika wabah menjadi parah. Seperti perizinan TKA masuk ke Indonesia jelas tidak terlepas dari perjanjian antarnegara. TKA seperti tamu istimewa yang dipermudah mendapat hak lebih. Sementara buruh di negeri sendiri tidak mendapat keadilan sebagaimana mestinya. Apalagi hal ini didukung dengan UU (Undang-undang) Cipta Kerja. Nasib buruh semakin terzalimi.
//Berlepas Diri dari Kepentingan Asing//
Bukankah Indonesia dan dunia sangat ingin wabah segera berakhir sekaligus berharap pada pemerintah agar benar-benar memikirkan urusan rakyatnya? Menghentikan wabah harus pula menghentikan setiap kebijakan yang dapat memunculkan wabah baru, selain sangat berpengaruh pada tatanan kehidupan masyarakat banyak, perjanjian antarnegara menunjukkan masih bergantungnya Indonesia pada ideologi kapitalisme. Negara tidak bisa mandiri dalam menetapkan setiap kebijakan. Alhasil kesejahteraan dan keadilan tak kunjung didapatkan. Lagi-lagi rakyat yang dikorbankan demi kepentingan asing.
Negara asing tetap tak kan mampu menolong sekalipun wabah merebak. Pasalnya solusi yang digunakan bukan solusi yang manusiawi yang membuahkan ekonomi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat. Jika demikian, maka sangat dibutuhkan kebijakan yang mampu membawa pada ketentraman. Hakikatnya negara lebih dulu mengutamakan kesehatan rakyatnya dan keselamatan nyawa, bukan memulihkan ekonomi. Mengutamakan ekonomi daripada nyawa rakyat sama halnya dengan pertaruhan nyawa rakyatnya sendiri. Karena itu ideologi Kapitalis tak layak bertahan. Sebab hanya membuahkan kesengsaraan. TKA yang dielu-elukan adalah bukti ketidakmandirian dan ketergantungan pemerintah menangani masalah ekonomi.
Sistem Islam sangat berbeda jauh dengan sistem kapitalis. Islam sangat menghargai sebuah nyawa. Seorang pemimpin bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya. Jelas tak kan berani coba-coba bermain dengan nyawa sebab kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Rakyat yang memilih pemimpin, rakyatlah yang harusnya lebih diutamakan daripada yang lain. Sebab hal ini akan berdampak pada rasa kepercayaan rakyat pada pemimpin. Termasuk masalah menetapkan kebijakan yang kontradiktif pasti membuat rakyat tak tentram. Tentu dibutuhkan pemimpin yang amanah yang setiap kebijakannya merupakan solusi praktis dan menyeluruh yang tidak lain adalah syariat Islam yang bersumber dari Allah Dzat Yang Menciptakan segala sesuatu. Dengannya, niscaya rakyat tak kan Bimbang. Wallahu a’lam bisshowab.
Rasulullah Saw. bersabda,“Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim.” (HR Tirmidzi).