Oleh. Ummu Nazry (Pemerhati Kebijakan Publik)
MuslimahTimes.com- Sekitar awal Januari 2021, PLN melakukan sidak (operasi mendadak) ke rumah-rumah warga untuk merapikan seluruh saluran listrik yang tidak rapi dan untuk mendeteksi, memeriksa, dan merapikan setiap meteran listrik yang bermasalah. Petugas P2TL – PLN didampingi oleh petugas polisi saat pemeriksaan.
Sampailah petugas P2TL – PLN tersebut ke salah satu rumah warga. Kemudian menemukan meteran warga yang rusak tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Dibongkarlah meteran listrik yang bermasalah tadi dari rumah warga oleh petugas P2TL -PLN. Sang warga pasrah saja meteran listriknya dibongkar petugas dan dibawa sebagai barang bukti.
Tiga bulan kemudian dua orang petugas P2TL – PLN kembali ke rumah warga yang meteran listriknya telah dibongkar, kali ini tanpa pendampingan polisi, dan mengajak warga untuk melakukan negosiasi-negosiasi untuk menyelamatkan listrik warga agar tidak diputus oleh PLN, sebab walaupun meteran dibongkar tapi listrik masih bisa mengalir ke rumahnya, sehingga lampu masih bisa dinyalakan.
Negosiasi-negosiasi yang dilakukan oleh petugas lapangan P2TL – PLN dengan warga tidak mendapatkan satu kata sepakat. Alhasil petugas P2TL – PLN memutus kabel saluran listrik ke rumah warga sore hari, minggu ke empat setelah tidak menemukan kata sepakat antarkedua belah pihak, yakni antara petugas P2TL – PLN dengan warga yang diputus listriknya.
Si warga pasrah dengan keputusan PLN yang memutus saluran listrik ke rumahnya. Listrik mati, lampu tidak bisa menyala, mesin air pun mati sebab tak ada listrik. Si warga sudah pasrah menerima keputusan dari PLN bahwa listrik di rumagnya diputus sebab si warga tidak mau membayar denda akibat rusaknya meteran listrik di rumahnya.
Sementara kabel listrik yang diputus tampak setengah hati. Menggantung tak jelas di atas plafon rumah warga. Dan petugas P2TL-PLN menjelaskan jika dalam waktu 3 bulan tidak dibayar juga dendanya, maka kabel saluran listrik di rumahnya akan diputus permanen dari tiangnya. Si warga kembali pasrah. Di benaknya bergelayut tanya, jenapa meteran di rumahnya bisa blong dan rusak begitu? padahal ia tidak pernah mengotak-atik meteran listrik. Lalu kalau meteran listrik rusak kenapa yang menanggung beban kerusakan hanya si warga? padahal menyentuh meterannya saja tidak pernah, sebab takut tersetrum. Jadi yang membuat meteran listriknya itu rusak sehingga menghasilkan denda yang sangat besar itu siapa? padahal meteran listriknya bersegel dan warga tidak pernah mengubah apa pun dari meteran listrik bersegel tersebut, sebab takut tersetrum. Yang ia lakukan hanyalah bayar listrik setiap bulan. Aneh, tapi itulah fakta di lapangan.
Kadang si warga wajib menerima keputusan sebelah pihak yang dirasakannya tidak adil. Dan pelan namun pasti, perlakuan ketidakadilan atas warga masyarakat biasanya akan memicu timbulnya banyak masalah. Karenanya PLN akan terus mengalami kerugian dan kerugian. Inilah fakta yang terjadi saat PLN ada dalam cengkeraman sistem sekuler kapitalisme seperti saat ini.
PLN yang notabene adalah perusahaan pelat merah yang seharusnya melayani kebutuhan listrik warga dengan mudah dan murah, dijadikan sebagai alat untuk mencari keuntungan dan sebagai salah satu pos pendapatan negara. Alhasil, PLN akan beroperasi dengan mindset mencari keuntungan, bukan melakukan pelayanan. Warga masyarakat, baik individu maupun serikat perusahaan dijadikan sebagai objek, konsumen-pemakai atau pembeli listrik.
Sebab mindsetnya adalah mencari keuntungan, maka tarif listrik yang dijual pada warga adalah tarif yang harus menghasilkan keuntungan atau laba, maka menjadi sesuatu yang pasti yaitu selalu mengalami kenaikan, kenaikan, dan kenaikan. Apalagi ditambah berita tentang banyaknya kerugian yang diderita PLN, akan semakin menggetolkan PLN untuk menaikan tarif dasar listrik dan hal ini berpotensi pada pengurangan subsidi listrik bagi warga. Berbagai cara dilakukan agar listrik tidak mengalami kebocoran untuk mengurangi kerugian, ternyata tidak pernah efektif mengurangi kebocoran listrik yang berujung pada kerugian PLN.
Selain itu, banyaknya kasus kebocoran listrik, menunjukan bahwa harga jual listrik yang dijual kepada warga masyarakat ataupun perusahaan/serikat terlalu mahal, sehingga menjadi beban bagi warga untuk membayarnya. Atau dengan kata lain, warga keberatan membayar listrik dengan tarif yang telah ditetapkan sebesar itu seperti saat ini. Namun apa daya, keluhan warga masyarakat akan tingginya harga listrik dan sangat membebani warga masyarakat, tidak akan pernah terdengar oleh pihak PLN sebagai pengelola listrik negara, sebab dalam sistem sekuler kapitalis, seperti saat ini, fokus PLN adalah mencari keuntungan sebab dijadikan sebagai salah satu pos pendapatan negara, bukan melakukan pelayanan atas kebutuhan listrik warga masyarakatnya. Alhasil, masyarakat akan selalu menjadi objek penderita dari agenda PLN untuk mencari keuntungan dari kegiatan penjualan listriknya. Dan ini adalah malpraktik kekuasaan saat melakukan pelayanan terhadap kebutuhan pokok warga masyarakat berupa listrik. Sangat tidak manusiawi.
Sebetulnya perusahaan besar pelat merah milik pemerintah semacam PLN harusnya melakukan pelayanan terhadap kebutuhan listrik warga, sebagai kebutuhan dasar warga negara. Perusahaan pelat merah dilarang mencari keuntungan pada warga negaranya dengan cara menjual produknya. Sebab pada dasarnya listrik adalah milik umum, milik masyarakat, maka menjadi hak bagi setiap individu masyarakat untuk menikmati harta miliknya berupa listrik secara gratis. Jikapun rakyat harus membayar listrik, maka bayaran yang dikeluarkannya hanyalah sebatas untuk mengganti operasional pengelolaan listrik bukan untuk mencari keuntungan dari penjualan listrik kepada masyarakat.
Sehingga jikapun harus membayar, tentulah tidak akan tinggi atau tidak akan mahal seperti saat ini, vahkan bisa jadi listrik digratiskan untuk warga, sebab proses pengelolaannya mampu dibiayai oleh negara secara maksimal.
Bisakah itu semua terjadi? yaitu menikmati listrik secara gratis, baik bagi orang miskin maupun orang kaya. Tentu sangat bisa jika semua perusahaan pelat merah semisal PLN beroperasi di bawah sistem Islam kafah yang menerapkan syariat Islam kafah. Maka kita akan menikmati listrik gratis atau kalaupun harus membayar, dengan bayaran yang manusiawi, yang tidak membebani rakyat. Sebab syariat Islam kafah telah menetapkan bahwa hubungan rakyat dan penguasa beserta jajarannya adalah hubungan pelayanan penguasa atas seluruh kebutuhan pokok rakyatnya. Sehingga rakyat mencintai pemimpin beserta jajarannya dan pemimpin beserta jajarannya pun akan mencintai rakyatnya. Dengan begitu, rakyat tidak akan berani berlaku curang pada pemimpinya, pun sebaliknya pemimpin tidak akan berlaku curang pada rakyatnya. Dan hal ini adalah yang seharusnya terjadi, sebab sangat manusiawi, sesuai dengan fitrah penciptaaan manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa.
Dan jika masyarakat terpenuhi kebutuhan pokoknya berupa listrik, maka akan secara otomatis praktik kebocoran listrik akan hilang dengan sendirinya. Dan kezaliman PLN kepada masyarakat akan berakhir dan berganti dengan pelayanan prima sepenuh hati. Karena itu, sampai kapan kita akan tetap berkutat hidup dalam sistem sekuler kapitalisme yang melahirkan banyak kecurangan dan kezaliman, yang bahkan kezaliman tersebut menimpa kita sendiri? hanya kita yang dapat menjawabnya.
Sebab sebagaimana kita ketahui bahwa kezaliman hanya akan berakhir dengan berakhirnya penerapan sistem sekuler kapitalisme. Dan keadilan hanya akan bisa kita rasakan manakala kita mau menerapkan sistem Islam kafah yang diwariskan oleh Baginda Rasul Muhammad Saw dan dipraktikkan oleh para Khalifah, antara lain amirul mukminin Umar bin Khattab ra yang mampu menebarkan keadilan dan kesejahteraan kepada seluruh warga negara di bawah kepemimpinannya. Wallahualam.