Oleh: Maya Ummu Azka
MuslimahTimes.com–Akhir-akhir ini istilah childfree muncul di media sosial. Diawali pernyataan seorang influencer yang memutuskan untuk menganut gaya hidup tersebut dalam pernikahannya, pro kontra pun menyeruak. Mengutip Oxford Dictionary, childfree adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi tidak memiliki anak, terutama karena pilihan. Istilah ini familiar dalam agenda feminisme yang menganggap childfree sebagai pilihan perempuan untuk menentukan jalan hidupnya.
Childfree adalah pilihan. Ini ditegaskan oleh cuitan di akun twitter komunitas pengusung childfree di negeri ini yang bertuliskan “’Aku tidak mau punya anak’ ga ada bedanya dengan ‘Aku ga mau pelihara binatang’. Keduanya 100% hak, bukan kewajiban.” Tanpa disadari, memilih tak memiliki anak adalah pilihan yang akan menghancurkan. Mengapa begitu?
Childfree dan Kepunahan
Para penganut gaya hidup childfree menjadikan overpopulasi sebagai salah satu alasan. Menurut mereka, overpopulasi akan berimbas pada ketimpangan pendapatan, ketersediaan pangan, ketersediaan pekerjaan, kerusakan lingkungan, dan sebagainya. Adalah argumen yang absurd jika menjadikan dalih overpopulasi sebagai pembenaran terhadap childfree. Bahkan seorang peneliti dari International Institute for Environment and Development di London, David Satterthwaite, menyatakan bahwa “Bukan jumlah orang di planet ini yang jadi masalah tapi jumlah konsumen dan skala serta sifat konsumsi mereka”. (BBC 2016)
Faktanya, dunia telah mengalami tren penurunan tingkat pertumbuhan penduduk dari puncaknya pada tahun 1960-an yang mencapai tingkat 2,2 persen per tahun. Saat ini pertumbuhan penduduk menurun menjadi sekitar 1,1 persen per tahun. Bahkan Bank Dunia memproyeksikan pada 2100 tingkat pertumbuhan dunia tinggal 0,1 persen dengan total populasi dunia 11,2 miliar.
Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah Korea Selatan diliputi kekhawatiran akan angka pertambahan penduduk yang terus menurun. Survei terbaru menunjukkan bahwa rata-rata anak muda di negara tersebut menganggap memiliki anak ataupun menikah bukanlah hal yang penting. Mereka memilih fokus pada belajar dan karier ketimbang berkeluarga. Jika tren ini berlanjut, populasi Korea Selatan diprediksi turun menjadi 39 juta pada tahun 2067, dengan didominasi para lansia.
Bisa kita bayangkan seandainya gaya hidup childfree dibiarkan tumbuh dan berkembang di negeri-negeri kaum muslimin. Maka perlahan pertumbuhan penduduknya akan minus, masyarakat didominasi kaum lansia, yang akhirnya menuju kepunahan generasi muslim.
Jelaslah, childfree berusaha menafikkan fitrah manusia. Bukankah manusia memiliki naluri untuk berkasih sayang dan berkembang biak (berketurunan)? Dan naluri ini sudah built in dan tak bisa dihilangkan dari diri manusia. Kesalahan dalam memandang dan menyikapi naluri ini akan berakibat kehancuran yang berujung kepunahan umat manusia.
Dampak Demokrasi
Gaya hidup childfree berasal dari Barat dengan sistem demokrasinya. Bukan banyaknya penduduk, namun istem inilah yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan keterpurukan ekonomi. Demokrasi dengan asas sekularisme atau fashludiin ‘anil hayah menolak campur tangan Allah dalam kehidupan, dan menyerahkan pengaturan hidup pada akal manusia yang lemah dan terbatas. Maka lahirlah persekongkolan penguasa, wakil-wakil rakyat dan pengusaha yang berimbas pada penyusunan aturan yang merugikan rakyat dan lingkungan.
Sistem demokrasi juga memberikan kebebasan yang sangat besar kepada manusia untuk berpikir dan bertingkah laku. Maka tumbuh suburlah berbagai ide serta gaya hidup merusak, termasuk childfree. Pemikiran kaum sekuler pun gagal memahami makna kebahagiaan hakiki, karena menjadikan materi sebagai tolok ukur kebahagiaan. Segala sesuatu diukur dengan hitung-hitungan untung rugi, termasuk soal memiliki anak. Akhirnya muncul pemikiran bahwa memiliki anak akan menguras harta dan menghambat karir seorang perempuan.
Waspadalah, Wahai Umat Islam!
Meskipun para intelektual Barat mengakui adanya bahaya kerusakan tatanan keluarga yang ditimbulkan dari gaya hidup childfree. Namun, anehnya Barat justru menularkan gaya hidup tersebut ke negeri-negeri kaum muslimin. Harus kita sadari, bukan tanpa sengaja Barat membiarkan tersebarnya berbagai ide yang merusak bangunan keluarga ke dunia Islam. Barat mengetahui betul urgensi peran keluarga dalam pembentukan generasi muslim sebagai pilar tegaknya peradaban Islam. Jika generasi muslim dibiarkan tumbuh, maka kebangkitan Islam dan tegaknya Khilafah akan mudah terwujud. Dan ini menjadi ancaman besar bagi peradaban Barat. Dengan demikian, Barat harus memastikan kehancuran keluarga muslim dan generasi yang dihasilkannya, baik dengan mencekokkan paham feminisme dan segenap turunannya, gaya hidup childfree kampanye eL 6 8 7, dan sebagainya.
Islam Menjaga Fitrah
Islam sangat melindungi fitrah manusia. Tentu saja, karena Islam adalah diin yang berasal dari Allah Subhanahu wata’ala, Sang Pencipta sekaligus Pengatur manusia dan alam semesta.
Seluruh aturan yang berasal dari Allah pasti kompatibel dengan segenap komponen yang ada dalam diri manusia. Islam mengakui keberadaan potensi-potensi manusia, baik berupa naluri (ghoro’iz) dan kebutuhan jasmani (hajatul udhwiyah), dan syariat Islam juga telah mengatur tata cara pemenuhannya dengan begitu sempurna. Semua bertujuan untuk menjaga kelestarian hidup manusia dan alam semesta.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman, “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An nisa: 1)
Allah Azza wa Jalla juga telah menjamin rezeki tiap manusia. Sehingga tak selayaknya manusia menjadikan kekhawatiran akan rezeki sebagai dalih untuk tidak mau memiliki anak, “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya (30). Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar (31).” (TQS Al-Isra [17]: 30—31).
Penjagaan terhadap Keluarga
Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat yang memiliki fungsi strategis dalam membentuk wajah peradaban melalui persemaian generasi. Setidaknya ada 8 fungsi strategis keluarga, yakni fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, fungsi sosialisasi, fungsi proteksi, fungsi rekreasi, fungsi afeksi (memberikan kasih sayang), fungsi edukasi, dan fungsi religius. Karenanya, bisa terbayang, jika keluarga tidak dijaga, banyak fungsi yang hilang. Persemaian ini pun akan gagal membentuk generasi gemilang, ujung tombak dalam mengembalikan kejayaan Islam.
Islam menetapkan sejumlah aturan yang akan menjaga keutuhan keluarga. Maka negara Khilafah sang pengemban mabda’ Islam harus memastikan seluruh aturan itu terlaksana, bahkan juga wajib melindungi keluarga muslim dari serangan ide-ide kufur yang merusak. Aturan Islam terkait keluarga begitu komprehensif, mulai dari panduan memilih pasangan, tata cara pernikahan, pembagian peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga, pengasuhan, penafkahan, hingga thalak dan waris. Hal ini ditunjang dengan sistem pendidikan Islam yang mampu menempa generasi menjadi individu yang bertakwa. Dengan ketakwaannya, mereka memahami hakikat hidup berumahtangga, mereka pun menjadi sosok bertanggung jawab, termasuk dalam menjalani peran sebagai suami/ayah atau istri/ibu.
Negara Khilafah akan memastikan setiap anggota keluarga menjalankan peran dan fungsinya. Memberikan fasilitas dan kemudahan, bahkan hingga memberi sanksi hukum bagi yang lalai melaksanakannya. Sebagai contoh, dalam keadaan bercerai, negara dapat memaksa dan menghukum seorang ayah yang enggan menafkahi anak kandung yang tidak tinggal bersamanya (ikut ibu).
Dengan penerapan syariat, tak akan ada lagi alasan bagi pasangan suami istri untuk enggan memiliki anak (childfree). Dan dengan tegaknya negara Khilafah, institusi keluarga akan mampu berdiri kokoh dan terjaga dari segala ide yang merusak.
Wallahu a’lam