Oleh. Sari, (Tulungagung)
MuslimahTimes.com–Beberapa waktu lalu beredar sebuah video mengenai reaksi dari para santri penghafal Al-Quran saat mendengar alunan musik tengah bergaung. Dalam video tersebut dinyatakan bahwa, menutup telinga dianggap Diaz Hendropriyono sebagai cara yang tak wajar. (merdeka.com, 15/09/2021)
Ia menyebut para santri tersebut sudah salah diberikan pendidikan sejak kecil dan menyarankan tidak ada salahnya untuk sedikit bersenang-senang (dengan mendengarkan musik maksudnya). Ternyata tanggapan Diaz turut menyeret presenter kondang, Deddy Corbuzier, berkomentar dengan nada merendahkan yang serupa. Terang saja unggahan serta komentar itu seketika membuat warganet meradang. Keduanya dianggap sebagai sosok publik figure yang tak memiliki rasa toleransi mengenai keyakinan para santri.
Terlepas dari perbedaan pandangan terhadap musik, santri yang menutup telinganya agar tidak terpengaruh dengan musik justru sangat mengesankan. Salut untuk mereka, demi menjaga hafalan Al-Qurannya, para santri lebih memilih menutup telinga. Tidak seharusnya kejadian ini menjadi bahan candaan, bahkan nyinyiran orang-orang yang tak paham. Mereka tidak paham bahwasanya musik sangatlah tidak pantas disejajarkan dengan Al-Quran. Al-Quran adalah kalam Allah, mukjizat yang isinya penuh makna luar biasa, tak ada sesuatu pun yang bisa menandinginya, apalagi musik yang hanya karangan manusia.
Dalam sistem sekuler kapitalis yang mengusung asas liberal ini, tak heran jika postingan semacam ini bebas berkeliaran bahkan dianggap hal yang wajar. Bahkan sebelum-sebelumnya sudah banyak beredar akun-akun youtube yang melecehkan Islam yang dikemas dalam lawakan garing, namun penuh penghinaan. Anehnya yang seperti itu justru banyak pengikutnya karena mungkin ada pasarannya, dan bisa jadi ini adalah seni untuk memelihara dan mengontrol pengaruh agama agar tidak berkembang di ruang publik, cukup berada di sudut ruang privat. Sungguh akan menyesal mereka yang senantiasa menjadikan agama sebagai bahan candaan, kesesatan dan kegelapan sudah menutup hati dan pikiran.
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (TQS. At-Taubah: 65)
Dari hari ke hari, kasus perendahan ajaran Islam dan pengembannya terus terjadi dan sanksi yang diberikan pada pelaku penistaan dipandang publik tak cukup memberi dampak efektif. Seperti sebelumnya kasus penistaan Islam yang dilakukan M.Kece hanya dikenai sanksi hukuman maksimal enam tahun. Padahal perbuatannya sangat merendahkan dan menghina Allah Swt, Al-Quran, dan Nabi Muhammad saw dengan diksi yang mencerminkan kebencian. M. Kece ditangkap pada Selasa 24 Agustus 2021. Meski sudah ditangkap, M. Kece dijerat dengan pasal sangkaan berlapis terkait dengan pernyataannya yang dinilai telah melukai hati umat beragana. Dalam hal ini, ia terancam hukuman penjara hingga enam tahun. (okezone.com, 24/09/2021)
Dari sanksi yang sangat tidak sepadan dengan yang dilakukan mengakibatkan kasus-kasus serupa akan terus berulang. Dalam sistem demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan individu, hukum yang dilahirkan hanya mampu meredam kegaduhan publik, bukan memberi solusi tuntas. Berbeda dengan solusi yang Islam tawarkan. Bagaimana Islam memberi solusi?
Di kalangan ulama telah disepakati berkaitan dengan hukuman bagi mereka yang menghujat, menghina Rasulullah saw. atau menganggap pada diri beliau ada kekurangan sehingga merendahkan Rasulullah saw, maka hukuman satu-satunya yang pantas adalah hukuman mati. Perkara ini sudah termasuk ijma’ tidak ada perbedaan di kalangan ulama. Karena dengan menghina Rasulullah saw. berarti juga menghina Islam, bahkan menghina Allah Swt. Dan hukuman ini hanya bisa dilaksanakan oleh negara yang menerapkan hukum Islam secara kafah. Dengan demikian penistaan terhadap Rasulullah saw dan ajarannya tidak akan kembali terulang dan kemuliaan Islam akan selalu tetap terjaga.